BOCAH SILUMAN part 1

343 25 4
                                    

Kita pernah bertemu,

Namun sabagai orang lain di masa lalu

Kuharap masa depan akan memiliki ribuan alasan

Untuk kembali mempertemukan

***

Yogyakarta, 2019

***

“Tangkaaaap!”

Terdengar sebuah teriakan memberi perintah. Sontak teriakan itu mengundang terikan lainnya. Suasana ricuh. Seisi rumah sakit menjadi riuh.

“Tutup semua pintu, jangan sampai ada celah! Tutup semua kaca, jangan sampai ada yang pecah!”

“Ruang pediatric,[1] jaga ketat! Segera buat pagar betis! Pastikan semua pasien aman. Saya tidak mau ada lagi pasien yang digigit bocah siluman itu!”

“Halo komandan, bocah itu mulai mengamuk lagi. Kami sudah kewalahan menangani. Mohon kirimkan tim untuk ikut membantu.”

“Halo..haloo!”

“Siaga!”

Piyarrrrr!

Sebuah kaca seketika pecah. Teriakan mulai terdengar lagi. Orang-orang berlarian ke sana ke mari menghindari pecahan kaca.

“Jangan bergerak, atau kami tembak!”

Suasana lengang, semua mata tertuju pada sebuah pistol yang diacungkan seorang polisi muda. Pistol itu mengarah pada gadis kecil yang sedang meringkuk di lantai. Kedua tangan dan kakinya dililit rantai besar. Rambutnya acak-acakan. Matanya menyorot tajam. Deru napasnya kasar. Ia tak terlihat seperti gadis kecil kebanyakan. Tingkahnya seperti seekor anjing kecil yang sedang mengamuk. Kuku-kukunya menghitam-tajam. Geliginya gemerutuk seolah siap menggigit siapa saja yang datang.

Entah dari mana anak itu berasal, yang jelas pihak rumah sakit sudah dibuatnya kewalahan. Anak kecil itu menakuti semua orang dengan suara auman yang kasar. Sembari merangkak, anak itu berusaha mempertahankan diri untuk tidak ditangkap belasan polisi yang sedang mengepungnya.

“Tiga, dua, satu....!”

“Hentikan!” Seorang gadis muda mengenakan jilbab merah jambu berlari memecah kerumunan.

“Tolong hentikan! Dia hanya anak kecil, mengapa kalian perlakukan dia seperti layaknya setan?”

“Mbak, tolong jangan mengganggu tugas kami. Silahkan anda mundur!” Seorang polisi menahan gadis itu agar tidak ikut campur menjinakkan anak kecil yang disebut-sebut sebagai bocah siluman itu.

“Di mana hati nurani kalian? Bagaimana mungkin kalian mengeroyok anak kecil yang tidak berdosa? Apakah begini cara kalian memanusiakan manusia?”

“Dia bukan manusia, Mbak. Dia siluman. Dia sudah menggigit banyak pasien. Kerjaannya mengamuk. Sepuluh pasien pediatric menjadi korbannya. Dua tenaga medis juga sudah digigitnya. Rumah sakit hancur berantakan diamuknya. Dia bukan hanya gila, tapi dia juga bukan makhluk sebangsa manusia.”

“Pasukan, siap?!” Ketua pasukan kepolisian kembali memberi aba-aba agar pasukannya siap menangkap anak kecil siluman itu.

“Jangan!!” Gadis berhijab merah jambu itu kembali berteriak keras.

“Ijinkan saya untuk bicara dengan gadis kecil itu. Saya mohon!” Gadis itu mulai berkaca-kaca. Dia memohon sembari berlutut di belakang tim kepolisian yang sedang siaga melakukan pengepungan.

“Saya bisa menjinakkan anak itu. Jika dia tidak bisa dijinakkan, sayalah jaminannya. Kalian tidak hanya berhak menangkap dia, tapi tangkap juga saya!” Sontak, kalimat gadis itu membuat para polisi yang sedang mengepung menjadi saling tatap.

LIMA BIDADARI YANG tak TERUSIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang