SD - 3

3.9K 39 0
                                    

Keduanya berjalan bersama setelah berada di lantai paling atas, tempat ruangan Bara berada. Pria itu tidak melepaskan Ariel sedikitpun, terus menggandeng gadis itu mengikutinya.

Pikiran Ariel masih saja melayang ke arah lain, sepertinya mimpi buruk ini akan selalu menghantuinya. Ditengah lamunannya, Bara melepaskan genggaman di tangannya, pria itu masuk ke ruangan ceo.

Menyadari Ariel masih berdiri melamun di luar, Bara berdehem cukup keras.

" Ariel! "

Lamunannya buyar saat Bara memanggilnya. Ariel menatapnya, melangkah masuk dengan perlahan.

Bara menatapnya, masih saja memperhatikan Ariel tanpa celah untuk menoleh ke arah lain.

" Tutup pintunya " Ariel berbalik, menutup pintu ruangan Bara. Kembali berdiri kaku menghadap pria itu.

Hening merambat di dalam ruangan, menyisakan suara jam dinding di dalam ruangan yang tersisa.

" Ariel, kemarilah " Bara berdiri di dekat jendela besar di belakang mejanya. Sedangkan Ariel menunduk berdiri di belakang pintu, jarak keduanya cukup jauh, karena ruangan Bara yang cukup besar.

Ariel berjalan ke arah Bara, menangkup kedua tangannya sangat sopan. Sesampainya, Bara menarik gadis itu dalam pelukan, pelukan hangat yang sangat erat untuk Ariel.

Meski awalnya terkejut dengan pergerakan Bara, gadis itu menerimanya dengan diam. Membiarkan Bara memeluknya, tanpa dirinya membalas.

Bara terpesona, oleh kecantikan dan kepolosan Ariel sejak pertama kali bertemu. Pria kejam yang selalu berurusan dengan dunia bisnis itu menarik senyuman pertamanya saat melihat seorang gadis terjebak di dalam pesawat pribadinya.

Bara, pemilik Black Company, membunuh para pesaingnya tanpa ampun dan bersikap sangat sarkas pada siapapun. Menyadari keanehan pada hatinya saat melihat Ariel, gadis dengan penampilan biasa, namun membuat hatinya berdesir.

Ariel, nama yang mulai menghantuinya akhir ini, Bara bermain dengan para wanita seksi selama kehidupannya. Ariel, gadis itu sama sekali tidak memasuki kriterianya sedikitpun. Beberapa kali gadis itu berusaha kabur, Bara merasa kemarahan yang menguasainya, mencegah gadis itu pergi.

Mencari tahu apa yang dilakukan Ariel di Spanyol, membeli perusahaan tempat gadis itu bekerja, sebuah usaha yang tidak pernah Bara lakukan hanya karena seorang gadis.

" Ariel " panggil Bara di sela pelukannya, bau harum bayi dari tubuh Ariel membius penciumannya. Pria itu tidak melepas pelukannya selama lima menit, dan Ariel yang tidak memberontak seperti sebelumnya.

" Aku menginginkanmu " ucap Bara lagi, Ariel menautkan alis.

" Aku? "

Bara mengangguk, menyesap sela tengkuknya. Gadis itu menggeliat geli.

" Kenapa aku? Apa kamu tidak punya kekasih? "

" Aku ingin dirimu "

Ariel menepuk punggung Bara, menyuruh pria itu melepaskan pelukan dan diterima pria itu. Keduanya saling menatap, Bara menunggu Ariel menerimanya.

" Tuan, aku tidak tahu kalau tuan adalah bosku, dan, aku hanya gadis biasa. Siapapun lebih pantas dariku. Maaf, aku tidak bisa "

" Ariel " Bara mencengkram lengannya lagi, masih sangat kuat sampai membuat mulutnya reflek meringis karena sakit.

" Kamu harus menikah dengan saya "

" Aku tidak mengenalmu! " Sentak Ariel, menatap tajam Bara. Kemarahan dalam dirinya seketika keluar karena ucapan Bara. Meremehkan pernikahan itu tidak baik, Ariel menginginkan itu bersama pria yang dia cintai, bukan pria yang tempramental seperti Bara.

Bara masih menatapnya diam. Tidak menerima penolakan gadis itu.

" Aku tidak akan membiarkanmu pergi "

Ariel menangis, kehidupannya seakan berakhir pada sebuah kehancuran.

" Aku tidak mau "

" Aku tidak menerima penolakan " Bara menyuruh gadis itu duduk di sofa di ruangannya. Meski masih menangis, Ariel berjalan dan duduk disana dengan diam.

Pandangannya kabur, denyutan di kepalanya seketika menyita energi Ariel. Sedetik kemudian, gadis itu pingsan, tenaganya habis.

Bara yang baru saja membalikkan tubuhnya, berlari kecil menghampiri Ariel yang tumbang.

" Ariel, Ariel bangun " menepuk pipi Ariel. Tidak ada reaksi apapun, Bara mengambil handphone di saku jasnya. Menelepon seseorang.

" Cepat! " Hanya kalimat penutup yang sudah mewakili bagaimana sebuah hal terjadi dan membuat pria terhormat itu khawatir.




💌



" Dia hanya lelah, jangan membuatnya terlalu banyak berpikir Bara. Aku membatalkan janji karna dirimu, dan siapa gadis ini? " Gayatri, wanita cantik di depan Bara menatap pria itu tajam. Pasalnya jika bukan karena nada tegas dari kakaknya itu, mungkin dirinya sudah berada di Thailand untuk sebuah pertemuan.

" Siapa dia kak? "

" Calon istriku "

Gayatri melihat ke arah Ariel yang tertidur. Keturunan Jawa yang melekat di keluarga Bara dan Gayatri memang masih begitu kental, namun Bara lebih memiliki aksen italia dari ayah mereka, ketimbang Gayatri Abigail Lestari yang dominan pada aksen lokal.

" Kamu tidak pernah membicarakan ini kak "

" Aku baru saja membicarakannya Gail " panggilan Bara pada Gayatri.

" Apa dia setuju? Siapapun tidak suka dengan keberadaan seseorang seperti dia kak "

Bara diam, memperhatikan Ariel dan Gayatri bergantian. Ucapan adiknya benar, ancaman akan berdatangan pada Ariel saat semua tahu keputusannya. Posisi Ariel yang rentan dan mengancam, membuat Bara menatap melas pada adiknya.

Gayatri mendengus kesal, namun satu hal yang membuatnya berpikir, Bara tidak pernah menyukai seseorang. Dan hanya karena gadis berusia lebih muda, kakaknya rela mengancam nyawanya sendiri.

" Jangan menatapku, kamu yang harus melindunginya kak " wanita itu pergi, beberapa langkah lalu berbalik, " jangan membuatnya tertekan ".

Bara mengangguk, kini berlutut di sisi sofa. Memperhatikan wajah Ariel yang tertidur lelap.

Hanya pernikahan yang bisa membuat Ariel tetap berada di sisinya. Bara menginginkannya.

Bara mencium bibir Ariel, hanya sekedar menyentuhnya hangat. Pria itu menidurkan kepalanya di sisi kepala Ariel, menyusul terpejam sambil menunggu gadis itu bangun. Begitu intim dan hangat.

Istri Kecil PembangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang