Tahun 1990
"Cobalah gaun ini."
Matanya melirik sekilas ke arah gaun yang di pegang oleh asistennya. Ia berdecak dengan mata yang mendelik. "Apa kau tak memiliki selera fashion?" Sarkasnya sembari menatap lamat-lamat orang yang berada di depannya.
Sedangkan orang yang di tatapnya hanya menundukkan kepalanya gugup sembari mencengkeram erat gaun di tangannya. "Aku sudah memilih beberapa gaun yang tersusun, dan aku pikir ini sangat cocok untukmu." Ujarnya mantap.
Tawa keras terdengar dari arah Rosé, ia menutup mulutnya menghalau perasaan geli dengan tawa yang tak henti-henti. "Aku? cocok memakai gaun itu?" Tanyanya dengan tangan yang menunjuk dirinya sendiri.
Gadis di depannya menganggukkan kepala sekali lagi sebagai jawaban atas perkataan Rosé. "Iya, tentu."
Rosé bangkit dari tempat duduknya, ia menangkup kedua tangannya di atas dada. Kakinya melangkah guna mendekati Sana - asistennya. "Ah, seharusnya aku tak menerimamu menjadi asistenku. Dasar kampungan." Sinisnya yang langsung membuat Sana semakin tertunduk menerima cercaaan darinya.
Bukan tanpa alasan Rosé mengatakannya, tidak hanya sekali atau pun dua kali Sana melakukan hal serupa. Semenjak dia menjadi asistennya, Rosé sering kelabakan karena seleranya yang jauh dari kata bagus dan terlihat tertinggal zaman. Pada awalnya, Rosé memaklumi karena Sana baru pertama kali kerja di bidang ini. Tetapi semakin lama, ia merasa prustasi melihatnya. Itu sebabnya, Rosé tak pernah tanggung-tanggung untuk meluapkan kekesalannya selama ini.
Malam nanti, adalah acara yang sangat penting baginya. Tiga tahun dirinya berkarir di dunia modeling, dan ia baru mendapatkan perhatian setahun belakangan ini. Rosé tak mau kerja kerasnya hancur tiba-tiba karena masalah ini. Bagi seorang model, selera fashion mereka adalah nomor satu. Bagaimana sesuatu yang melekat pada dirinya harus bisa menarik minat masyarakat.
"Sana, aku memecatmu. Sekarang, pergi dari ruanganku dan jangan memunculkan batang hidungmu lagi di hadapanku." Tunjuk Rosé ke arah pintu keluar.
"Apa? Tidak. Aku mohon, jangan memecatku." Sebelah tangan Sana memegang tangan Rosé, ia menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku membutuhkan pekerjaan ini." Ujarnya.
Rosé mengalihkan perhatiannya, ia menghembuskan nafasnya kemudian menarik tangannya dan menjauhi Sana. "Aku akan mengirim kompensasi dan uang gajimu."
"Tolong, Rosé. Jangan memecatku, aku tak ingin berhenti. Maafkan aku,"
Dengan kesabaran yang menipis, Rosé meraih gaun yang berada di tangan Sana. Kemudian dia melemparkannya, Rosé menyeret Sana agar keluar dari ruangannya. "Pergilah dan semoga kau mendapatkan pekerjaan yang sesuai denganmu." Ujarnya lalu menutup pintu dengan kasar.
Rosé berdecak sebal, sebutlah dirinya tak punya hati sekarang. Ia tak perduli akan hal itu, toh dirinya memang terkenal akan imejnya yang seperti itu.
Ia mengambil sebuah telepon lalu menekan beberapa digit angka di sana. "Hallo? Jisoo?"
"Ada apa?"
"Aku sudah memecat, Sana. Berikan kompensasi untuknya."
"Kau apa? Yak! Rosé, bagaimana - "
Sebelum Jisoo menyelesaikan perkataannya, Rosé sudah terlebih dahulu memutuskan panggilan telponnya. Ia mendudukkan dirinya sembari menatap pantulan dirinya di cermin.
Rosé - seorang gadis yang tiga tahun ini telah terjun ke dunia modeling. Setahun belakangan ini, namanya mendapat sorotan karena dirinya telah sukses menjadi BA dari sebuah produk yang membuatnya langsung terkenal. Parasnya yang cantik, dengan tubuh ideal dan tinggi semampaian menambah daya tariknya. Rosé kerap kali di mintai untuk menjadi model majalah populer.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANNEQUIN [Rosékook]
Fantasy[ON GOING] [ROSÉKOOK] Terinspirasi dari film movie Mannequin two : On the move. ••• Roséanne Park, seorang gadis dengan sifat sombongnya kerap kali membuat orang-orang harus menahan kesal. "Aku sangat menyukainya. Boleh kah aku mencobanya?" "Silahk...