07. Pergi

200 30 4
                                    

"Diamlah. Jangan bergerak."

"Seperti ini?"

"Ataukah begini?"

JK menggeram kesal begitu Rosé bergerak dengan pose yang berbeda. Apa dia pikir mereka sekarang tengah melakukan sesi poto? Yang benar saja.

"Aku bilang diam, Rosé." Sungutnya sembari menunjuk Rosé dengan kuas di tangannya.

Sedangkan gadis itu hanya bisa memajukan bibirnya kesal. "Menyebalkan. Bagaimana bisa aku hanya berdiri dan tak melakukan apapun. Seperti patung saja." Sergahnya tak terima.

"Bukankah kau memang patung?"

Hati Rosé tertohok seketika begitu ucapan JK serasa menusuknya. Oke itu berlebihan, tetapi memang benar yang diucapkan olehnya.

"Itu dulu, dan sekarang tidak. Lagipula, sebelum menjadi patung aku juga seorang manusia sepertimu." Rosé menghembuskan nafasnya kasar.

"Yah, tapi tak menutup kemungkinan kau akan menjadi patung kembali." JK berbicara tanpa menatap lawan bicaranya. Matanya tengah fokus menatap sebuah kanvas yang berada di depannya.

Merasa tak ada sautan dari Rosé, ia pun mengangkat kepalanya menatap gadis itu yang tengah mematung berdiri dengan mimik wajah keruh. "Ada apa dengan wajahmu?" Tanyanya sembari sesekali menggeroskan kuas diatas kanvas.

"Kau bertanya padaku?" Rosé menatap tak percaya pria itu. "Pikirlan sendiri!" Dengusnya sembari memalingkan muka.

"Ck, diam Rosé. Kau akan merusak hasilnya nanti." Cerca JK dengan nafas yang berhembus kesal.

Ingat saat JK melukis Rosé yang tengah menjadi patung? Lukisan itu sudah ada yang membelinya. Dan sekarang, dirinya dimintai kembali untuk melukis patung yang sama. Tetapi, karena Rosé sudah menjadi manusia, maka JK pun dengan amat terpaksa untuk melukisnya. Meskipun, mereka harus melalui perdebatan sengit terlebih dahulu.

Adu mulut yang berakhir dengan kesepakatan antara keduanya. Rosé yang akan menurutinya dengan imbalan kebebasan untuk berkeliaran diluaran sana, sedangkan JK sepuasnya untuk melukisnya. Jika saja bukan karena bayaran yang diberikan oleh kliennya, sudah pasti JK tak akan menurunkan egonya kepada Rosé.

Mata Rosé mendelik, sudah satu jam lamanya dirinya berdiri dan sekarang kakinya berdenyut karena keram yang tiba-tiba. Tangan Rosé bergerak meregangkan pinggangnya yang kaku. Apakah karena dirinya sudah lama tak berdiri dengan bergaya seperti model membuat otot-otot gampang ngilu? Sepertinya, ya.

"Jeon, aku tak dapat merasakan kakiku lagi!" Rosé membuat ekspresi berlebihan diwajahnya, ia membulatkan matanya berpura-pura terkejut. Tak lama kemudian, Rosé membantingkan tubuhnya ke arah kursi yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Hah, leganya." Kikik Rosé geli. Ia menselonjorkan kakinya hingga menjuntai.

Sekarang, giliran JK yang mendelik tajam melihat kelakuan Rosé. "Aku akan membatalkan kesepakatan kita." Ancam JK dengan wajah menyebalkannya.

"APA?" Rosé memekik tak terima dengan tubuh yang spontan berdiri dan mendekati JK. "Kau tidak boleh membatalkannya, Jeon."

"Lihat! Lukisan mu sudah setengah jadi, kau tidak bisa membatalkannya begitu saja." Sungut Rosé tak terima. Untuk apa dirinya berdiri mematung di depan sana selama satu jam lebih, jika ujung-ujungnya kesepakatan ini dibatalkan. Lagi, JK sudah melukis dirinya dan tinggal mewarnainya tapi Rosé belum dapat apa-apa. Curang sekali.

JK menyimpan jari telunjuknya di atas bibirnya. "Tidak ada bantahan." Ia memberikan smriknya begitu melihat Rosé yang kelimpungan.

"Jeon! Kau tak bisa seperti ini kepadaku." Rosé merengek dengan pekikannya yang memekakkan telinga. "Kita sudah sepakat, kau ingat?" Dengan berani Rosé memegang bahu JK dan mengguncangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MANNEQUIN [Rosékook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang