05. Rasa

142 26 3
                                    

Jay menutup telinganya yang terasa pengang, wajahnya sangat lesu dan tak bersemangat. Niat hati ingin menjalankan pekerjaannya seperti biasa, yaitu mempersiapkan segala kebutuhan JK karena pria itu akan pergi bertemu dengan seorang seniman lain.

Tetapi, paginya menjadi berantakan. Begitu dirinya sampai ke kamar JK, ia sudah di suguhkan dengan perdebatan sengit dua orang yang semalam mengaku sebagai sepasang kekasih. Belum sempat Jay berbicara, ia sudah mendapatkan tatapan maut dari keduanya. Itu sebabnya, ia hanya memilih diam dan berdiri di pojokan tak ingin mengganggu mereka.

"Kau sangat pelit, aku hanya ingin meminjam pakainmu." Sungut Rosé sembari mencebikkan bibirnya kesal.

"Berapa kali aku harus bilang, Tidak."

"Ayolah, JK. Hanya untuk kali ini saja, aku berjanji padamu." Rosé memelas meminta pengertian dari JK, tapi sepertinya itu tak berhasil.

JK yang tengah duduk di atas ranjang dengan laptop di pangkuannya itu hanya berdecih mendengar penuturan Rosé. "Aku tak sudi memberikan pakaianku lagi." Ujarnya.

Rosé berjalan mendekat, "Aku tak bisa memakai pakaian ini terus menerus." Rosé menyentuh hoodie kebesaran mencapai paha yang dirinya kenakan. "Bagaimana jika para pekerjamu memperhatikanku." Ingat, Rosé adalah seorang model. Gaya berpakaian yang dirinya kenakan harus menjadi trend. Meskipun sekarang dirinya tak tersorot, tapi Rosé harus mempertahankannya. Apa jadinya, jika sejak kemarin dirinya memakai pakaian yang sama.

"Mereka tak akan meperdulikanmu." Ketus JK.

"Tentu saja, mereka perduli. Aku adalah kekasihmu, sudah seharusnya setiap gerak-gerikku, mereka memperhatikannya." Rosé tak mau kalah. Dalam hal perdebatan ia tak akan pernah mengalah sedikit pun kepada lawannya. Rosé harus bisa membujuk JK.

"Kekasih? Dasar gila." Ia terkekeh pelan sembari menatap Rosé. "Dengar, ini adalah rumahku. Semua yang berada di dalamnya adalah milikku. Sudah menjadi hakku untuk meminjamkannya atau tidak." JK menekankan katanya dengan mata yang menyipit.

Rosé mengepalkan tangannya, ini tidak akan berhasil. Ia harus mencoba yang lain, sudah berapa lama mereka berdebat tapi tak ada satu pun yang mau mengalah.

"JK, aku akan mengembalikannya. Hanya untuk hari ini, aku butuh pakaian yang lain. Tidak mungkin aku mengenakan ini lagi!" Kesabaran Rosé sudah habis. Selepas dirinya mandi tadi, ia di kejutkan dengan kehadiran JK yang tiba-tiba. Awalnya, Rosé ingin diam-diam pergi ke ruang ganti pakaian milik JK, tetapi pria itu menahannya.

"Aku bilang tidak."

Jay memijit keningnya, ia menghela nafas sebelum kemudian berucap tanpa pikir panjang. "Tuan, berikan saja. Ini hanya hal kecil, kau tidak perlu mempermasalahkannya."

JK melirik sinis Jay, "Kau mencoba menceramahiku?"

Jay menggelengkan kepalanya, "Tidak-tidak, mana mungkin aku berani." Ia tertawa canggung begitu mendapatkan tatapan mematikan JK. "Hanya saja, anda tak biasanya memperdebatkan masalah kecil seperti ini." Lagi, mulut Jay tak ada kapoknya. Ia malah berceletuk yang langsung membuat JK terdiam.

Benar, sebelumnya JK tak pernah mempersalahkan hal kecil. Ia mengumpati Jay di dalam hatinya, pun merutuki dirinya. Egonya tersentil.

JK berdehem sebelum kemudian mengibaskan tangannya. "Baiklah, hanya untuk kali ini saja." Ujarnya dengan mata yang tertuju kepada layar laptopnya.

Mulut Rosé terbuka lalu dirinya memikik senang. "Benarkah?" Matanya melirik bergantian kepada JK dan Jay.

"Woah, kau memang yang terbaik!" Dua tangan Rosé terangkat ke atas. Ia memberikan dua jempolnya ke arah Jay yang berhasil menyulut JK kembali.

MANNEQUIN [Rosékook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang