04. Kekasih

190 34 7
                                    

Di tengah ruang tamu rumah JK terlihat ramai, pekerja di sana berkumpul semuanya pun dengan Jay. Mereka tengah menyaksikan bagaimana JK dan Rosé duduk bersimpuh di depan kursi yang di tempati oleh Ruby.

Mereka seperti sedang di interogasi, Rosé menundukkan kepalanya gugup. Batinnya mengumpat kesal dengan keadaannya sekarang. Ia sedikit melirik Ruby yang juga tengah menatapnya intens.

"Ini tidak seperti yang kau pikiran, Ruby." JK berkata setelah sebelumnya tak ada yang mau bicara. Ia sudah merasa jengah dengan posisinya, JK memilih untuk menjelaskannya.

Ruby mengalihkan pandangannya menatap JK, matanya memicing ke arah adiknya itu. "Memangnya apa yang aku pikirkan?" Sinisnya sembari melipat tangannya di depan dada.

"Aku dengannya tak melakukan apapun." Decak JK yang langsung di angguki oleh Rosé.

"Apa kau pikir aku akan mempercayainya?" Tunjuk Ruby kesal ke muka JK. Ia membuang mukanya dengan amarah yang mulai menderanya. "Bagaimana bisa seorang pria dan wanita berpakaian seperti ini dalam satu ruangan jika tidak melakukan hal yang tak senonoh." Sentaknya.

Rosé semakin menundukkan kepalanya begitu mendengar nada bicara Ruby menaik. Dalam hatinya ia bertanya-tanya siapakah wanita ini, dan mengapa JK seakan tunduk di hadapannya.

"Dan kau!"

"Iya?" Rosé tersentak begitu dirinya di tunjuk oleh Ruby. Ia mengangkat kepalanya sembari mengerjakan matanya, tangannya saling meremas gelisah. Baru saja, dirinya bersusah payah membujuk JK dan sekarang apakah dirinya akan di usir karena kedapati berdua di kamar pria itu.

Ruby menarik nafasnya, "Kenapa kau ingin menghabiskan malam dengan pria brengsek itu?" Ruby sedikit merasa prihatin melihat Rosé yang memberi kesan polos kepadanya. Ruby merasa ia melihat dirinya dulu.

"Ya?" Rosé mengerutkan keningnya bingung tak mengerti perkataan Ruby.

"Kau bisa mencari pria yang lebih baik dari adikku, tetapi kau malah bermalam dengannya."

Rosé melirik JK yang juga tengah menatapnya, ia kemudian menatap Ruby. "Itu -" Rosé menggantungkan perkataannya, ia tak tahu harus membalas apa.

Sebelah tangannya tersimpan di sampingnya, dengan kesal Rosé mencubit paha JK bermaksud meminta bantuan darinya. Tetapi JK tak memperdulikannya, sepertinya ia tengah mencari aman sendiri.

Ruby sedikit mendekatkan wajahnya, "Bicaralah. Aku tak akan memarahimu."

"Ck, aku tak menidurinya." Sungut JK tak terima, ia merasa dirinya menjadi pihak yang di salahkan padahal bukan itulah situasi sebenarnya."

"Omo, Astaga."

"Aku tak percaya ini."

Beberapa pegawai disana terpekik kaget begitu mendengar perkataan JK, membuat pria itu meliriknya tajam-tajam hingga membuat mereka diam tak berkutik.

Plak

Ruby menampar kepala JK kesal, "Katakan kepadaku, kau pasti memaksanya!"

Plak

Sekali lagi, kepala JK di pukul oleh Ruby, ia segera menutupi kepalanya begitu akan mendapatkan pukulan kembali. "Apa kau tak mempercayai adikmu sendiri?" Nada bicara JK mulai meninggi, ia menatap jengah Ruby yang memalingkan wajahnya.

Rosé hanya menatap pertengkaran mereka dengan raut wajah serius. Entah bagaimana, dalam keadaan ini otaknya bekerja dengan sangat bagus. Sedari tadi dirinya menahan senyuman setelah memikirkan idenya ini. Mengingat Ruby yang memanggil JK sebagai adik, sudah di pastikan mereka adalah saudara.

MANNEQUIN [Rosékook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang