Bintang jatuh adalah fenomena yang paling dinanti, menurut mitos, ia bisa mengabulkan semua harapan.
Tapi tidak dengan Bintang Auriga, ia harus tetap bersinar, karena jika ia terjatuh, maka akan banyak kehancuran meski hanya satu yang berharap.-------------------------------------------------------
Newyork hari ini
Jalanan diselimuti kabut dan hembusan dingin dari salju tipis yang turun. Suhu saat ini berdasarkan info dari sebuah aplikasi adalah dua derajat selsius.
Jeanne menyukai Newyork, walaupun banyak orang membenci kepadatan salah satu kota dibagian Amerika itu. Baginya, Newyork adalah sebagian impian.
Setiap sudut kota Newyork adalah keindahan bagi Jeanne, seperti dia menyukai trotoar yang tidak pernah terekspos matahari karena terhalang gedung-gedung tinggi, atau menyaksikan orang-orang bermain ski di Central Park saat musim dingin, juga melihat selalu saja ada orang yang berswafoto tiap ia melintas di jembatan Brooklyn, bahkan saat ia harus berdesakan di dalam subway untuk membawanya ke tempat lain.
Hari-hari di Newyork selalu Jeanne nikmati, ada saja hal yang membuatnya damai. Kecuali hari ini, suhu dingin yang menerobos masuk lapisan jaket tebal yang dipakai Jeanne menusuk hingga tulang rusuknya, membuat ia menyesal meninggalkan rumah walau sebentar.
Jeanne memasuki unit apartemennya ketika kombinasi kode digagang pintu terbuka setelah empat angka terkonfirmasi, ia membuka jaket tebal yang kemudian digantungkan di standing hanger sebelah pintu, juga melepas sepasang sepatu yang dijajarkan diantara sepatu yang lain.
Ia berjalan menuju dapur terbuka di sudut kanan dari pintu masuk. Menaruh karton belanjaan yang baru ia beli di supermarket yang letaknya beberapa blok dari gedung yang dihuninya.
Unit apartemen yang sudah ditinggali hampir lima tahun itu tidak begitu besar. Hanya ada ruang tamu ukuran sedang bersebelahan dengan area dapur tanpa sekat, dua kamar tidur, ruang mencuci, kamar mandi, dan balkon kecil yang menghadap gedung-gedung tinggi.
Furnitur bawaan dari unit apartemen tidak banyak, hanya ada sofa panjang bewarna abu terang menghadap televisi yang tertumpu di atas meja putih panjang, meja makan diantara selasar dapur, rak buku setinggi dua meter, dan mainan warna-warni yang berserakan.
"Sudah pulang Je?" Seorang lelaki seumurnya keluar dari kamar, membuka isian belanjaan yang dibawa Jeanne.
"Ih dingin banget di luar, kayanya nanti malam bakal hujan salju lagi, perginya naik subway aja, jangan nyetir sendiri. Bahaya Lex"
"All right Mam" mata dan tangan lelaki yang di ajak Jeanne bicara itu sibuk memindahkan bahan makanan ke lemari pendingin tanpa menatap Jeanne.
"Tadi pas jemput Al gak ada apa-apa di jalan?"
"So far so good" Alex menjawab sambil melakukan hal yang sama, buka tutup lemari pendingin.
"Mommy!" Seorang anak berusia empat tahunan keluar dari kamar yang sama dengan pria sebelumnya, berlari ke arah Jeanne, seperti ia baru saja ditinggal berhari-hari, padahal ia dan sang Ibu hanya terpisah tiga jam.
"Hei Boy, how's your school?" Jeanne merendahkan tubuhnya hingga sejajar dengan anak itu. Membelai beberapa anak rambut diujung telinganya.
"It's perfect Mom, today, miss Haley and i drew a tree" suara anak itu begitu gembira dan antusias.
"Menggambar pohon? What tree? Can i see that?"
"Ya sure, it's still in my bag"
Anak lelaki itu berlari lagi ke dalam kamar, dan kembali dengan sebuah tas biru berbentuk roket di tangannya, mengeluarkan selembar kertas putih yang sudah dibubuhi warna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Jatuh
RomanceBintang, seorang penyanyi muda, berbakat, tampan, banyak digilai fansnya, dan tengah berada dipuncak tertinggi karirnya. Namun siapa yang tahu dibalik ketenarannya, ia merupakan lelaki yang pemalu dan ciut jika dihadapkan dengan perempuan. Jeanne...