7

1 0 0
                                    

Jeanne dan Alex sudah tiba di butik, hari ini Jeanne akan fitting gaun yang akan dipakainya untuk gala premir bulan depan. Filmnya bersama Cakra Syailendra, yang melibatkan Jeanne bermain api dalam kubangan lumpur.

Baju yang sudah dipesan dari desainer langganannya itu tinggal dua puluh persen lagi, hanya butuh penyelesaian penyematan beberapa swarovski di bagian pinggangnya.

Gauh putih gading dengan model yang mengikuti bentuk tubuh Jeanne itu sangat cantik dipakai pemiliknya. Tidak banyak ornamen pada gaun itu, hanya disangga oleh dua tali selebar satu senti yang disangkutkan di kedua bahu, menampilkan leher-pundak-bahu Jeanne yang indah. Panjangnya hanya sampai lutut, sehingga kaki jenjang milik Jeanne masih dapat dipamerkan.

"Belakangnya ya mbak, agak menggembung sedikit" Alex mencubit bagian pinggang.

"Nanti rencanaya gue mau pakein swarovski cuma di pinggang sampai bawah ya, bagian atasnya enggak, biar gak berlebihan"

"Oke mbak, cakep. Nanti paling gue juga cuma pakein chocker diamond yang kecil di lehernya. Rambutnya gue ikat aja biar lehernya ke ekspose" Alex tengah asyik berimajinasi dengan medianya, yaitu Jeanne.

"Gimana Jeanne? Suka gak?" Tanya sang desainer. Namanya memang tidak berada dijajaran tertinggi diantara deretan desainer ternama, tapi Jeanne senang mengenakan karyanya, selalu pas di hati dan cocok di tubuh Jeanne.

"Suka mbak, udah pas, gue ikut aja kata Alex"

"Oke, nanti tinggal di kecilin sedikit di pinggang sedikit biar fit to the body ya, sama swarovskinya paling bisa selesai dua minggu lagi"

"Oke mbak, take your time"

Jeanne kembali mengganti bajunya, meninggalkan gaun yang baru ia coba untuk diselesaikan.

"Lagi buru-buru gak Jeanne sama Alex?"

"Oh? Nggak mbak, ada apa?"

"Gak apa-apa Je, gue lagi pesan mie ayam. Tapi masih di jalan, mungkin mau nunggu? Ini mie ayamnya enak, sepupu gue baru buka kedai"

"Oh boleh mbak, gue laper kebetulan tadi sarapan cuma roti gandum" Alex langsung menyambar kalau soal makanan.

Tidak lebih dari sepuluh menit, mi ayam yang dibicarakan itu sudah siap disantap.

"Ayo dimakan"

"Mbak thank you loh, malah jadi dikasih makan begini" Jeanne membuka bungkus sumpit kayu, dan menuangkan beberapa tetes sambal ke dalam mi.

"Santai aja, abisin"

"Emm, enak mbak serius. Ini mi-nya lain ya?" Alex langsung menyicip mi di mangkuknya. Mulutnya penuh, tapi tak menghentikan ocehannya.

"Iya, dia produksi sendiri mi-nya. Jadi awalnya, sepupu gue itu produksi mi doang, suka dipesan sama tukang bakmi. Lama-lama dia buka kedai mi sendiri"

"Wah keren itu mbak" Jeanne mengangguk-angguk dan mulai nampak seperti Alex yang mulutnya penuh.

"Senang deh kalau suka"

Galeri butik milik Mira itu tidak begitu besar, hanya sebuah rumah vintage yang di dekor sedemikian rupa, asri namun tetap tradisionalnya terasa.

Bagian taman belakang yang dibuat terbuka membawa angin segar berhembus kedalam galeri. Beberapa gaun karyanya pun berjajar di sisi-sisi bangunan.

Ruangan bernuansa putih yang dipadu dengan sentuhan warna kayu di bagian furnitur membuat nyaman dan terasa homey, tak jarang Jeanne menghabiskan waktu berlama-lama disana.

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang