5

2 0 0
                                    

Bintang tiba di rumahnya, hunian dengan gaya industrial minimalis itu nampak sepi. Rumah yang sudah ditinggali selama dua tahun terakhir itu terlalu besar karena tidak banyak penghuninya. Hanya ada dirinya dan kakak laki-laki yang terpaut usia tiga tahun.

Satu-satunya saudara kandungnya itu menekuni bisnis ritel pakaian, dengan membuka toko yang sudah memiliki banyak cabang di kota-kita besar di Indonesia hingga negara tetangga.

Galaksi, pribadi yang lebih tertutup dari adiknya. Ia bahkan tidak pernah mengumbar keterikatan darah yang dimilikinya, dia tidak pernah berucap pada orang-orang bahwa adiknya seorang penyanyi terkenal.

Bukan karena Galaksi tidak suka dengan kesuksesan adiknya, ia justru bangga. Ia hanya tak ingin semakin banyak orang yang mengenalinya.

Sebetulnya keterlibatan Bintang sebagai publik figur yang memiliki banyak penggemar berpengaruh terhadap perkembangan bisnis milik Galaksi. Walaupun ia menyembunyikan identitas keluarganya, masih saja ada fans fanatik garis keras dari Bintang yang mengetahui bisnis milik kakaknya. Alhasil, penjualan ritel pakaian itu pun melesat cepat hingga mampu membuka beberapa outlet cabang dalam waktu singkat.

"Selamat ya my bro buat penghargaanya" Galaksi menghampiri adiknya yang baru pulang dengan sebuah piala. "Nambah lagi nih koleksi di rak" ia memandang piala yang baru itu setelah berpindah tangan. Dan menyimpannya bersama deretan piala lain.

"Thank you Mas"

Bintang nampak sedikit lelah, karena dari pagi dia sudah meninggalkan rumah, menjadi tamu di dua acara reality show, dan malamnya langsung menghadiri acara malam anugerah.

"Makan belum? Ada mac and cheese, kalau mau gue angetin dulu"

"Gak usah Mas, masih kenyang. Gue langsung istirahat ya"

Bintang segera meninggalkan Galaksi di ruang tamu sendirian, kakaknya tengah sibuk dengan desain untuk sablon di produknya nanti.

Telepon milik Galaksi berdering, sebuah panggilan masuk dari ibunya.

"Halo Bu?"

"Malam Mas, Bintang sudah pulang?"

"Baru sampai rumah Bu, ada apa?"

"Tadi ibu nonton acara anugerah FMI, ibu cuma mau kasih selamat. Tapi gak di angkat"

"Iya Bu, mungkin lagi mandi sekarang. Nanti Mas sampaikan ke Bintang ya Bu. Atau mungkin Bintang besok pagi telepon Ibu, ibu istirahat ya, sudah lewat tengah malam. Mungkin Bintang juga langsung istirahat"

"Ya sudah kalau begitu, baik-baik ya Mas disana, jagain adiknya"

"Iya bu, salam untuk Ayah ya"

Ibu dan Ayah dari dua besaudara ini sangat perhatian, walaupun mereka terpisah jarak, namun hubungan mereka tak berjarak. Mereka rutin bertukar kabar, hanya untuk menanyakan makan apa malam ini, atau mengingatkan untuk tidak lupa menyiram tanaman di taman belakang.

Kedua orang tua mereka tinggal di Surabaya, setelah Bintang memutuskan untuk fokus berkarir di dunia tarik suara, Galaksi yang menemaninya pindah ke Jakarta. Saat itu Bintang masih berusia lima belas tahun, dan ia masih butuh figur pendamping.

Ayah Bintang memiliki usaha dibidang kuliner yang sudah dibangun turun-temurun dari mendiang kakeknya. Karena Ayahnya Bintang seorang anak tunggal, maka ia tak punya pilihan lain untuk meneruskan resep warisan keluarganya. Sehingga ia pun harus merelakan berpisah tempat tinggal dengan kedua anaknya.

Sebagai gantinya, Galaksi yang berperan untuk menjaga adiknya. Dan ia berhasil membesarkan adiknya itu dengan baik, dengan dikelilingi orang-orang baik seperti Tyo sang manajer, Bintang dapat membuktikan hasil dari kerja kerasnya, merantau di kota orang, dan dipaksa hidup mandiri.

Bintang melepas blazernya, membuka kancing baju hingga setengah. Hari itu begitu lelah, bukan hanya padatnya kegiatan, tapi juga usahanya menghadapi pertanyaan memusingkan dari wartawan.

Terkadang, Bintang merasa bahwa wartawan suka melampaui batas, mereka terlalu dalam mengorek informasi demi kepentingan pribadi, tanpa peduli perasaan orang lain.

Bintang merebahkan dirinya dalam kasur, kepalanya terasa berat dan berputar. Ponsel disakunya tak hentinya bergetar. Ia bisa menebak bahwa itu semua berasal dari ucapan selamat atas penghargaan yang didapatnya barusan.

Ia mengeluarkan ponsel, niatnya hanya untuk menghilangkan getar yang terasa ke tubuhnya. Tapi justru ia terusik saat melihat notifikasi yang bergetar terus-menerus itu dari notifikasi instagram.

Awalnya ia mengira kalau komentar itu berasal dari fans yang mengucapkan selamat, walaupun ia belum sempat posting apapun di akunnya, tapi pasti sudah ada tautan dari orang lain yang lebih cepat.

Bukan, bukan itu. Saat Bintang telisik, banyak sekali orang yang menautkan kolom komentar dengan sebuah akun, yaitu akun milik Senna. Ia otomatis membuka tautan itu, mencari tahu apa yang sedang terjadi.

Dan ternyata wawancara yang baru saja berlalu sekitar satu jam lalu kini sudah dibanjiri komentar. Tagline yang asal bunyi itu sukses menarik perhatian netizen. Sontak, ia langsung terduduk membacanya.

Bintang Auriga terlibat Cinta Lokasi dengan Senna Aldira.

Bintang Auriga diam-diam menyukai Senna Aldira. Cinlok?

Bintang: Senna Aldira adalah tipe saya.

Gila! Judul artikel itu semakin asal. Kapan dia bicara begitu? Dan benar saja, judul-judul seperti itu laris dipenuhi komentar. Bintang menutup ponselnya, mematikan layanan internet yang tersambung. Dan kembali merebahkan tubuhnya, menjauhkan telepon pintarnya, dan menutup pikirannya.

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang