[i] contract marriage

22 2 0
                                    

KRINGG!!

Bel sekolah berbunyi panjang dan nyaring di telinga seluruh warga sekolah. Para siswa dan siswi yang sudah hapal bunyi alarm tersebut langsung segar dan membereskan peralatan belajar mereka. Tak terkecuali Donghyuck atau yang biasa dipanggil temannya Haechan, sebelum sang ketua kelas menyiapkan kelas untuk bersiap pulang dia sudah berlari. Tapi untungnya Jeno selaku teman sebangku Haechan meneriaki nama anak itu.

Wali kelas Haechan hanya bisa menggelengkan kepala maklum menghadapi salah satu muridnya itu. Kemudian sang wali kelas menyuruh ketua kelas untuk menyiapkan kelas agar segera pulang.

"Hyuck!" panggil seorang anak laki-laki manis dari kejauhan.

Haechan memicingkan mata, kemudian setelah anak laki-laki itu mendekat Haechan menampilkan wajah datarnya.

"Jangan panggil aku seperti itu, Jaemin!" teriak Haechan kesal.

"Maafkan aku, Chan. Dari tadi aku memanggilmu tapi kau tak dengar," anak bernama Jaemin itu terkekeh. "Kemarin malam Eomma membuat banyak sekali brownies, jadi Eomma mengundangmu ke rumah kami. Apa kau mau?"

Mata Haechan berbinar. "Tentu saja aku mau! Tapi temani aku izin pada Eomma ku ya?"

Jaemin menghela napas malas, tetapi dia tetap mengangguk.

Haechan dan Jaemin berjalan kaki menuju rumah Haechan. Mereka tak perlu naik bus karena jarak rumah mereka dengan sekolah cukup dekat. Dan juga kata Eomma mereka sekalian olahraga.

Tinggal beberapa meter sampai ke rumah Haechan, sebuah mobil hitam berhenti disebelah mereka. Satu orang bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam keluar dari mobil tersebut. Kedua anak itu bertatapan sebentar dan Jaemin memberi kode agar mereka berlari.

Haechan berbicara tanpa suara, "Satu, dua, ti–"

"AAAAAA!!!!" teriak keduanya ketika pria itu menarik tas mereka.

Mata Haechan memerah menahan air mata begitupun dengan Jaemin. Namun, sebuah suara berat membuat kedua anak itu diam dan mendengarkan pria itu.

"J-jangan menangis. Tenang saja aku bukan penculik anak. Aku hanya ingin bertanya pada mu," ucap pria itu gugup seraya menunjuk Haechan.

Haechan menunjuk diri sendiri, dan memberi tatapan seperti 'Aku?'

Pria itu mengangguk dan tersenyum lembut.

.

.

.

.

.

Entah sudah berapa kali dalam bulan ini ponsel Taeil menerima panggilan dari nomor tidak dikenal dengan nomor yang berbeda. Tanpa diterima, Taeil sudah tau betul siapa penelpon itu. Tentu saja itu telepon dari anak buah keluarga Jang.

Taeil melirik sebentar ponselnya sampai layarnya kembali hitam, kemudian dia kembali menatap laporan keuangan cafe miliknya bulan ini. Semakin hari pengunjung cafe semakin sedikit, pemberhentian sejumlah pekerja tak dapat dihindari. Jika dia tak melakukan itu, kebutuhan Taeil dan Haechan tidak terpenuhi.

bearfam Where stories live. Discover now