2| KARI ELLE

40 9 0
                                        

Publish 21 Januari 2023
Work from Asrama Scifer Blackpandora_Club
Prompt from:
Aku dan teman sekamar.

[KARI ELLE]

Tokyo, 00:00 o'clock

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tokyo, 00:00 o'clock.
At 21 Century, years of 2030.

Perang antar Rusia-Ukraina berlangsung sudah satu windu. Menuju tiba di dasawarsa. Kini dua kubu telah bergerak mencari sekutu, membesar membentuk aliansi. Blok barat dengan satuan Uni Eropa menyandar diri dari barisan NATO, sedangkan di seberangnya Blok timur Komunis dengan kekuatan rudal nuklir paling mutakhir. Setelah memutuskan melakukan gencatan senjata dua tahun lalu, dengan penuh rasa cemas tiada kira, kesabaran kedua negara pecah. Kira-kira semenjak itulah tepatnya perang dunia ketiga dimulai.

Didukung massa matahari yang mengembang menuju lansia, kondisi kerusakan lingkungan yang tak tertolong, serta efek rumah kaca hingga terdapat bagian bumi yang perlu ditambal, beberapa kepulauan sudah tenggelam sejak naiknya permukaan air laut.

Aku Agen Elle; Bergender wanita tulen, masih bersegel perawan hingga umur dua puluh dua tahun, dalam misi rahasia yang tak dapat diutarakan kini hanya menyimak pemandangan layar hologram di hadapan dengan tampilan puluhan video CCTV. Kedua kaki kusandarkan ke atas meja panjang sedang tubuhku menyender nyaman pada kursi bekas gaming empuk meski sedikit reot termakan waktu.

Sudah setengah tahun mendiami gudang bawah tanah Tokyo yang disulap menjadi rumah sementara ini. Alih-alih merasa jemu, sebesit perasaan terlintas rasa nyaman. Memang terbiasa adalah hal yang mengerikan dalam apapun. Tentu tak beda dalam kasusku yang mau tak mau beristirahat pada kamar yang padat akan tempelan majalah koran di dinding-dinding tanpa kaca sebab tak ada tempat apapun di atas permukaan sana. Kecuali gedung-gedung rapuh yang tinggal tunggu waktu dijatuhi bom saja.

Mendengar suara pantulan langkah kaki dari arah tangga membuatku refleks memutar kursi. Menyambut teman sekamar—atau tepatnya sehidup semati yang kini sudah pulang setelah tiga malam raib tanpa kabar.

Dia Agen Kari. Pemuda jangkung bertubuh terasah atletis, kulit kuning langsat yang ternodai merah luka di beberapa tempat, serta kedua tangan yang menggenggam senapan laser panjang. Lelaki berumur dua puluh lima tahun itu, hanya bergeming diambang pintu untuk sekian detik sebelum bergerak merobek masker silikon untuk penyamarannya. Wajahnya masih sama dengan hidung mancung yang belum patah, rahang yang tak menggemuk, dan mata hitam dengan hiasan lentik membuat semua orang akan kesal hanya dengan melihat penampilannya.

Setelah meneliti lamat-lamat, aku terbahak. "Kau memotong rambut?"

Kari tak mengubris. Ia langsung berlari menuju kasur dan menjatuhkan diri disana. Meski aku memaki berulang kali untuk berbersih dahulu sebelum tidur, mata lelaki itu tetap terpejam.

Menyerah. Aku memilih bungkam dan kembali berkutat pada layar hologram. Setelah beberapa waktu menunggu compress file berukuran besar akhirnya sudah rampung.

Tahu-tahu ada suara berat dari belakang.

"...Anak itu mati dihadapanku."

"Kira-kira umur empat tahun."

"Ditembak rudal Stugna-P yang bahkan mampu mengoyak tank militer."

Selalu seperti itu. Setiap kali sepulang melaksanakan misi, Kari membawa cerita-cerita dongeng horror, menurutku.

Dia tahu bahwa dirinya tak berbohong, dan aku tahu itu. Tapi aku selalu menyangkal segala hal yang bersifat tidak manusiawi. Dan dunia ini sudah hilang rasa itu sebab manusia itulah setannya.

"...Jadi apa misimu kemarin?" Tanyaku pada akhirnya.

Terdengar helaan napas panjang diikuti derikan kaki ranjang. Tiba-tiba saja Kari sudah berdiri disebelahku sambil memutar mata mencari kursi dan menariknya tak jauh dariku. Dia duduk anteng melihat arah yang sama denganku--kepada layar yang menampilkan beberapa file.

"...Membunuh Liman. Ilmuwan pemimpin operasi nuklir mutakhir milik blok timur."

"Mereka ingin mempercepat kiamat, ya?"

Kari tak menjawab lagi. Lelaki itu hanya mengalihkan pandangan dari layar, mendongak menatap langit-langit, kemudian turun pada diriku. Cukup lama hingga aku sudah menghabiskan waktu untuk membaca tiga file mengenai kamp konsentrasi tawanan perang milik Amerika.

"Kalau semuanya berakhir..."

"Ya, andai semuanya berakhir."

"Apa yang mau kau lakukan?"

"Apa yang mau kau--eh?" Aku mendelik cepat, sebelah alis naik tinggi. "Maksudmu berandai-andai?"

Iris hitam mata Kari hanya diisi oleh seluruh diriku. Pantulan yang jernih berusaha menelusuk segala sudut milikku. Lelaki itu benar-benar serius dengan pertanyaannya.

"...Aku ingin menikah. Berhenti menjadi mata-mata. Menjadi Ibu rumah tangga dengan anak-anak yang banyak. Tinggal ditempat dimana semua orang masih mengenal kata kemanusiaan." Hawa yang mendadak serius membawa angin canggung padaku, "Memang kalau kau tahu kau mau apa?"

Hening lama.

"Ayo kita kabulkan mimpimu itu. Mari menyusun rencana gila dan pergi sejauh mungkin darisini."

Bola mataku membesar.

Dalam ruang kubik berukuran empat kali empat meter, hanya ada aku dan dia. Hanya ada kami berdua sepasang insan di dalam kamar penuh rahasia. Menyusun hal-hal gila dan pikiran diluar akal kepala.

Aku dan teman sekamar, merangkap sebagai dua agen memutuskan satu hal; persetan dengan dunia. Kami tak acuh. Kami akan egois dalam mendapatkan kebahagiaan. Kami adalah pemberontak sejati.

INSIDE [PROMPT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang