Prompt: Kamu sangat mencintai dirimu. Tapi saat kamu ketemu sama diri kamu yang lain, bagaimana kamu mencintau kamu?
Aku mencapai titik ini sambil merangkak. Gelar nomor satu di asosiasi ilmuwan dunia dan sebagai wanita satu-satunya. Penghargaan yang diraih tanpa cacat sedikitpun. Aku kira puncak kesulitan hanya untuk mencapainya, tetapi kegilaan untuk mempertahankannya mengaburkan batas etika moral dan kewarasan.
Dan kini, begitu aku yakin meyingkirkan semua penghalang di lajurku, aku dihadapkan oleh kenyataan sesosok wanita tulen yang berdiri bercermin di kaca rias besar sudut ruanganku. Kemudian dia melirik dan menatap sama horrornya denganku yang tidak bergeming. Kami beradu tatap dengan penuh waspada.
Kemudian aku segera mengunci pintu dibelakangku dan berjalan ke arahnya dengan perlahan.
"Siapa kau?" Tanyaku dengan picingan mata. Wanita dihadapanku ini memiliki perawakan yang sama persis denganku. Bahkan dengan bekas luka yang sama-sama terlihat di dahi atas sebelah kanan.
"Anexa." Jawab perempuan itu.
"Itu namaku." Aku meraih sebuah gelas kaca terdekat. Menggenggamnya erat. "-Bukan kau."
Dia diam.
"Darimana kau muncul?" Lagi-lagi aku menginterogasinya sedang dia masih bergeming. Aku yang sekarang sudah berdiri menjulang dihadapannya.
Butuh waktu lama hingga wanita doppelganger-ku ini merespon. "Kau yang darimana muncul?"
Gelas kaca yang kugenggam sedikit mengendur. Hanya menyisakan dahi berkerut. "Sekali lagi, kutanya padamu, darimana asalmu? Kau tak punya hak bertanya balik padaku."
Tiba-tiba saja wanita Bernama Anexa palsu itu, tekankan palsu menurut sudut pandangku, segera membanting kaca rias besar ke arahku sebelum berlari cepat menuju pintu dan kabur keluar. Aku terengah-engah, sedikit mengerang dengan rasa luka gores yang menodai bahu. "Sial!" aku histeris.
Dia berlari seakan tahu betul letak gedung penelitian pribadiku yang penuh liku. Hari ini tanggal merah dan artinya beruntung gedung kosong tanpa penjaga satupun-menyisakan sistem artificial intelligence security yang melindungi seluruh wilayah. Anexa palsu itu cukup aneh ketika berlari menuju laboratorium quantum mekanis milikku. Dia berdiri cukup lama dihadapan komputer raksasa itu seakan-akan mencari sesuatu. Sempat mendekat dan mengutak-atik perangkat monster mutakhir itu, sebelum akhirnya menyadari keberadaanku yang mengumpat dari balik pintu, dan ia kembali berlari.
Aku mengerti.
Sosok itu muncul dari komputer kuantum milikku yang sempat bermasalah beberapa hari belakangan.
Tetapi itu semua tidak membenarkan untuknya melempar kaca rias kepadaku.
Kami berlari bermain petak umpat hampir sepanjang hari. Penantian itu berakhir ketika aku menemukannya di ruang mesin.
"Cukup. Hentikan." Sudah buntu. Aku menghadang pintu keluar satu-satunya. Degup jantungku berdebar sangat keras, takut Anexa palsu menyadari, dan tampaknya kami merasakan hal yang sama. Anexa palsu itu melirik ke salah satu mesin komputer. Wajahku pias.
Anexa palsu tampaknya memiliki pemahaman yang sama persis denganku.
Jika dia mengutak-atik mesin komputer sedikit saja, semua tenaga akna mati dan wilayah ini mati total, router jaringan padam, dan terburuk sebelum itu dia bisa memasukkan malware yang mematikan.
"Hanya satu diantara kita yang bisa hidup di dunia ini." Kata Anexa palsu.
"Hanya aku yang asli."
"Yang asli tidak psikopat."
"Yang asli tidak akan kabur di rumahnya sendiri."
DOOR!
Anexa palsu sialan itu memiliki pistol. Hampir saja nyawaku melayang jikalau tidak menghindar dengan tepat. Aku menyambar dengan cepat. Memelintir tangannya.
Pistol itu terjatuh. Segera kusambar.
Dan kini aku yang menyodongkannya.
Apa benar ini yang harus aku lakukan?
Apa benar itu adalah wajahku yang meminta belas kasih?
Apa benar dia adalah diriku?
"Jika kau membunuhku. Artinya kau membunuh dirimu sendiri dan semua usahamu sia-sia saja."
"Jika aku menembakmu. Artinya kau mati."
"Aku dari masa lalumu."
DOOR!
Selesai sudah omong kosong ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDE [PROMPT]
Historia CortaAku adalah bagian dari kelunya dunia ini. [INI ADALAH PROJECT SEBAGAI ANGGOTA KOMUNITAS SCIFER BPC]