Miss

391 74 23
                                    

     Gawai yang mulanya ia pegang dalam ke-lima buku jarinya; di genggam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Gawai yang mulanya ia pegang dalam ke-lima buku jarinya; di genggam. Kembali ia simpan di atas meja kantor miliknya, saat tahu jika gawai itu bukan berbunyi karena keperluan kantor, tapi keperluan pribadi.

     "Mbak Ray, mau Tazki pesenin makanan? Daritadi Mbak belum makan, loh. Urusan Internal Auditor udah di urus sama Tim Hani, kok. Mbak." Mata Raya yang terpejam, dengan tengkuk leher ia sandarkan pada senderan kursi kantor, terbuka dan tengkuk nya berdiri lagi tegak, netranya menatap Tazkia yang baru saja berbicara padanya.

     Tersenyum pelan, lelah, Raya menggangguk. "Iya deh, Taz. Tolong ya, pesenin aku crab soup kalau misal gak ada, minta Sania anter kamu ke Thai Restaurant deket sini, ya."

     "Sama panggil Jeremy ya, Taz. Tolong, makasih ya, Tazkia." Sambungnya. Melihat respon Tazkia yang menggangguk dan segera pergi meninggalkan ruangan kantor nya, ia kembali menghela nafas gusar. Ke-lima buku jarinya ia kepalkan; mengetuk ngetuk kepalanya pelan. Raya stress.

     Sudah satu minggu kurang lebih kiranya, Raya dan Tama berpisah dan hanya dapat berkomunikasi lewat gawai atau ponsel, bahkan sesekali juga ia hanya dapat berkomunikasi dengan Deka, manager suaminya. Raya tidak marah saat komunikasi diantara mereka berdua, sepasang Suami-Istri, rusak lebih tepatnya tak karuan.

     Argentina dan Indonesia beda jam waktu, saat Raya sudah lelah dengan segala kesibukan nya di Indonesia, dan ingin berbagi cerita pada sang Suami, ia sibuk. Raya kesal. Karena sekiranya ketika dirinya sedang sibuk saja, ia berani untuk menyisihkan waktu untuk Tama. Tapi kebutuhan syuting Suaminya dan juga Comeback pengambilan Music Video Suaminya yang membuat jadwal nya tak menentu.

     Kemarin argumen terhebat mereka berdua, dan untuk kali ini, Raya tidak menemukan sosok Tama yang bijaksana seperti biasanya. Raya hanya rindu bercengkrama, berkeluh kesah saat pikiran nya sekarang sedang gundah karena masalah di Noémie, tapi Tama tak ada di sampingnya.

     Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan dan kegiatan Raya; mengetuk ngetuk kepala dengan kepalan tangan. Jeremy yang baru saja datang, dengan wajah lelahnya yang ia tahu juga jika orang-orang kantor sekarang sedang sibuk akan masalah itu.

      Dengan nafas yang tersenggal-senggal, seperti sudah berlari menuju ke sini. Jeremy membuka mulutnya, "Ray, kata Hani maupun Caca, ini kasus udah condong ke pembelian fiktif. Gue sama Tim Internal Auditor lagi nyari-nyari bukti terkait fraudnya."

     Dahi Raya berkerut mendengar penuturan Jeremy, "kalau dari pihak vendor ada komplain gak, Jer? Harus gak gue misal ke Yogyakarta? Ini soalnya kalau kita diemin terus bisa ada masukan komplain." Tuturnya

     "Sejauh ini memang gak ada komplain, Ray, tapi masih harus diperiksa tiap detik nya, takut nya kayak yang lo bilang, ada komplain masuk." Jawab Jeremy dengan sigap, ia tak mau jika kena semprot atasan, sekaligus teman nya itu.

     "Kata gue, lo mending konfirmasi ke Tazkia tentang visit lo ke Yogyakarta, soalnya memang harus di beresin segera juga, Ray. Kalau gak dia bisa kabur." Sekali lagi Raya mengulang kegiatan mengetuk-ngetuk kepalanya. Ia pusing. Ia ingin istirahat. Masalah miss komunikasi dengan sang Suami dan masalah fraud kantor cabang baru, terjadi secara bersamaan.

     Raya tak mampu, tak sanggup.

     Melihat wajah lelah temannya, Jeremy jadi ikut menghela nafas. "Ray, Kama belum tahu, ya?"

     Raya menggangguk tanda membenarkan, ia menatap Jeremy lelah, "mau dia tahu gimana, Jer. Waktu buat gue aja dia gak ada sama sekali, sibuk. Ya i know kehidupan selebriti tuh se hectic apa, tapi see? Punya perusahan juga gak mudah, Jer. Gue bisa nyisihin waktu tidur gue buat sekedar pengen cerita aja ke dia, tapi dia? Gak pernah, Jer. Gak pernah bisa nyisihin waktu buat gue."

     Sudah. Raya sudah mengeluarkan semuanya. Di hadapan Jeremy, teman nya. Bukan Tama, Suaminya. Ia tersenyum miris menghadapi diri sendiri, "tapi ya, Jer. Gue gak sanggup. Kalau ketika gue udah mau untuk baikan, topik sensitif terus di angkat-angkat, kenapa gue gak ngabarin? Kenapa gue gak bisa sisihin waktu buat dia? Andai lo tahu, Jer. Gue bela-belain tidur jam 2 subuh, buat nunggu dia istirahat di Argen, pas selesai syuting. Tapi apa yang gue dapet? Bego lo punya temen kayak gue..."

     Sudah berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis dan menitikan air mata, sia-sia sekarang. Semua keganjalan yang ada si hatinya ia keluarkan, pada Jeremy.

     "Udah gak usah nangis, Ray." Dengan tangan mengulurkan tisu pada Raya, Jeremy kembali menghela nafas. "Gue gak menyalahkan atas sikap lo yang marah ke Kama, kok, Ray. Lo berhak marah, berhak merasa terpojok. Dan gue juga udah denger dari sisi Kama." Lanjutnya.

     Mendengus dengan senyuman sinis, Raya menerima uluran tisu dari Jeremy. "Apa katanya? Paling bilang gue terlalu ambil hati, dan nyuruh lo buat nasehatin gue supaya mau gue minta maaf. Udah basi, Jer." Argumen Raya. Satu minggu ini, ia muak menerima sikap Tama padanya.

     Jeremy tersenyum pelan, menggelengkan kepala, ia menjawab. "Gak, Ray. Keduanya salah, gak ada yang bener."

     Memutar bola matanya malas, Raya kembali bersua, "ya terus apa? Nyuruh gue buat visit juga ke Argen?" Tanya Raya kembali dengan nada mendesak.

     "Gue duduk ya, pegel kaki gue dari tadi berdiri." Memelototi Jeremy yang mencoba mengalihkan pembicaraan, Raya hanya mengangguk dengan decakan sebal.

     "Dia bilang, dia kangen. Dia bakalan minta maaf kalau lo jelasin, letak salah dia dimana." Jawab Jeremy

     "Penjelasan apalagi, sih. Gue udah nyoba jelasin ke dia, and he always felt that he didn't do that, which in the end bilang kalau gue bisa hubungin Deka. Masa topik Suami-Istri mau di omongin sama manager, bodoh otak nya." Balas Raya. Ia memandang jengah Jeremy yang hendak kembali berbicara untuk menyampaikan pendapatnya.

     "Jer, asal lo tahu. Ketika dia bilang gue bisa aja concall kalau ada keperluan ke manager nya, kalau misal dia lagi sibuk. Kenapa dia gak hubungin Tazkia, kalau gue sibuk?" Lanjutnya.

     Oke, Jeremy tidak bisa menjadi penengah kali ini.

MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang