✨Aja kelalen vote karo komen sing akeh ya!!✨
***
"Gimana dok, hari pertama di Puskesmas?"
Ten tertawa pelan saat seorang perawat mengetuk mejanya dan menanyai Ten.
"Pasiennya banyak sekali ya? Ga habis-habis..." Ten terus tertawa dan membaca name tag perawat di hadapannya.
Juan.
"Sebentar lagi habis kok dok. Pasien di kajian awal udah habis, mungkin yang mau masuk ke ruang periksa sisa 3 sampai 5 lagi lah." Juan tersenyum dan langsung menyingkir dari depan meja Ten saat seorang wanita paruh baya masuk bersama anak kecil dengan seragam merah putih.
"Saya ke depan lagi ya dok." Pamit Juan. Ten menganggukkan kepalanya dan langsung bersiap menyambut pasien yang baru saja masuk ke ruangannya.
"Selamat siang ibu..." Sapa Ten dengan ramah.
"Siang dok." Si wanita paruh baya tersenyum sopan dan langsung duduk di kursi yang ada di hadapan Ten.
"Ini siapa yang sakit? Ibu atau adiknya?" Tanya Ten, memperhatikan wanita paruh baya dan anak kecil di hadapannya. Ten tadinya hampir mengira dua orang di hadapannya adalah ibu dan anak, namun setelah Ten perhatikan mereka sangat tidak mirip.
"Ini dok... Anu ini den bagus." Wanita paruh baya itu langsung menarik anak lelaki yang sejak tadi mengekor di belakangnya.
"Oh yang sakit adiknya? Kenapa sayang?" Ten langsung menarik kursinya dan memperhatikan anak lelaki di hadapannya. Kemungkinan anak lelaki itu diantar oleh pengasuhnya, bukan orang tuanya sendiri.
"Aduh.. Anu niki dok, kupinge kelebon apa kae ya jenenge...." [Aduh.. Begini dok, telinganya kemasukan apa ya itu namanya...] Si wanita paruh baya tampak panik dan memposisikan anak lelaki di dekatnya berdiri miring dengan telinga kanan menghadap Ten.
"Kae loh dok, sing bunder-bunder cilik... Aduh.. Apa sih ya? Kelalen dok jenenge. Saya lupa!!" [Itu loh dok, yang bundar-bundar kecil.. Aduh.. Apa ya? Lupa dok namanya. Saya lupa!] Wanita itu kini menepuk jidatnya dan terlihat panik berusaha menjelaskan pada Ten.
"Saya coba lihat dulu ya?" Ten belum bisa mengerti apa yang dimaksud wanita di hadapan Ten, namun Ten tahu kalau telinga anak lelaki di hadapannya pasti kemasukan benda asing.
"Dokter lihat sebentar ya telinganya?" Tanya Ten dengan lembut sembari merogoh saku jasnya dan mengeluarkan penlight yang kemudian ia arahkan ke telinga si anak.
"Telinganya sakit tidak?" Tanya Ten, setelah memastikan memang ada benda asing di telinga si anak.
Anak lelaki itu hanya mengangguk pelan untuk menjawab pertanyaan Ten.
"Telinganya tidak berdarah, nanti kita coba keluarkan pelan-pelan ya? Kayaknya sih ga dalem-dalem banget masuknyaNanti dokter bantu." Ujar Ten dengan tenang.
"Nama adiknya siapa?" Tanya Ten kembali kepada anak lelaki yang kini mengedip-ngedipkan matanya, sepertinya menahan tangis.
"Rendi..." Bisik anak lelaki itu dengan lirih.
"Mas Rendi namanya dok." Kali ini wanita yang mendampingi Rendi yang berbicara.
"Ibu ini ibunya Rendi?" Tanya Ten berbasa-basi meski sebenarnya Ten sudah dapat menebak kalau wanita yang mendampingi Rendi ini bukan ibunya.
"Yu Siti..." Bisik Rendi kembali.
[Yu = panggilan yang biasanya ditujukan ke ART atau pengasuh. Semacam 'mbak']
KAMU SEDANG MEMBACA
Vonis Cinta Stadium Akhir Bang Joni | JOHNTEN
أدب الهواةTen sangat suka kehidupan barunya di Desa Neyositi. Rumah yang nyaman di pedesaan, panggilan baru yang ia sandang sebagai 'Mas Dokter Puskesmas'. Tetangga yang ramah dan baik hati, anak anak tetangga yang lucu. Dan juga kenalan barunya, abang Mie...