Pitu (7)

359 56 21
                                    

✨Aja kelalen vote karo komen!!✨

***

'Saya pengin lebih deket sama mas Joni. Siapa tau kita jodoh, mas.'

'Saya pengin lebih deket...'

'Siapa tau kita jodoh, mas.'

'Siapa tau'

'Jodoh'

"Aaaaaaaarrrgghh..." Joni menenggelamkan wajahnya ke bantar dan mengerang pelan.

"Jaaaan.. Isin aku.. Isin..." [Duh.. Malu aku.. Maluu...] Bisik Joni yang kini menendang-nendang selimutnya sendiri.

"Mbok jodoh jerene..." [Siapa tau jodoh, masa katanya...] Wajah Joni perlahan terasa panas dan berubah merah saat mengingat perkataan Ten sore tadi.

"Aaaaaaaaaaarrgghh!!!" Joni kembali mengerang dengan kesal. Apalagi jika teringat bagaimana sore tadi ia tidak dapat berkata apapun untuk menjawab Ten dan membuat suasana diantara mereka berdua terasa canggung.

"Aaaaaaarrrrgghh isiiiiin..." [Malu]

"Mas? Mas wonten sing diraos malih?" [Mas? Mas ada yang dirasakan (sakit) lagi?]

Joni langsung terdiam dan menoleh ke arah pintu kamarnya yang sudah terbuka dengan Mark yang berdiri di ambang pintu dan menatap Johnny dengan khawatir.

"Oh!! Mboten Mark!! Mboten... Mas Joni sampun badhe mantun niki." [Oh!! Tidak Mark!! Tidak.. Mas Jonu sudah mau sembuh ini.] Joni langsung duduk di atas temoat tidur dan tersenyum.

"Mas Joni wau ngorong-ngorong mawon. Nek enten sing di raos nggih matur mawon Mas, mengkin Mark teng daleme Pak RT nyuwun tulung mas Joni ken dibekto griyo sakit." [Mas Joni tadi teriak-teriak terus. Kalauada yang dirasakan / ada keluhan sakit bilang saja mas, nanti Mark ke rumahnya Pak RT minta tolong mas Joni agar dibawa ke rumah sakit.] Mark berjalan menghampiri Johnny dengan raut wajah yang terlihat masih sangat khawatir.

"Mboten nopo-nopo. Mas Joni kan mung radang. Niki sampun mantun kok. Mboten panas, mboten  mumet." [Tidak apa-apa. Mas Joni kan cuma radang tenggorokan. Ini sudah sembuh kok. Tidak demam, tidak pusing.] Joni memegang dahinya dan meyakinkan Mark bahwa ia baik-baik saja.

"Mbah nggih kados niku. Sanjange masuk angin, tapiㅡ" [Kakek juga begitu. Bilangnya masuk angin, tapiㅡ] Mark menghela nafasnya dalam-dalam teringat kakeknya yang meninggal dua tahun lalu. Saat itu kakeknya selalu bilang bahwa beliau hanya masuk angin dan tidak mau dibawa ke rumah sakit.

"Mboteeeen.. Mas sehat!!" [Tidaaaaak... Mas sehat!!] Joni terus meyakinkan Mark dan tersenyum.

"Mark bubu mawon, ngenjang kan sekolah." [Mark tidur saja, besok kan sekolah.] Joni.

"Mark bubu kalih mas Joni nggih?" [Mark tidur sama mas Joni ya?] Tawar Mark. Setidaknya kalau Joni masih sakit dan butuh sesuatu, Mark akan selalu ada di samping kakaknya.

"Ampun! Mengkin Mark ketularan. Kan sanjange mas dokter Mark mboten saged bubu kalih mas Joni." [Jangan!! Nanti Mark ketularan. Kan katanya mas dokter Markt tidak bisa tidur dengan masJoni.] Joni.

Mark menghela nafasnya dan menganggukkan kepala.

"Mark bubu mawon..." [Mark tidur saja...] Joni kembali menyuruh Mark untuk kembali ke kamarnya dan tidur. Kali ini Mark menurut dan berbalik badan sebelum kemudian pergi meninggalkan Joni.

"Aaaaaaaahh.. Kepriwe kiyeee.. Isin banget..." [Aaaah.. Gimana nih.. Malu sekali...] Bisik Joni, kali ini dengan lirih.

"Masa Ten nembak disitan?" [Masa Ten nembak duluan?]

Vonis Cinta Stadium Akhir Bang Joni | JOHNTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang