Seorang pemuda masuk kedalam rumah nya. Ketika berjalan menuju kamarnya, pemuda itu melihat adik dan ke dua orang tuanya tengah bercanda. Ia ingin sekali bergabung bersama mereka. Namun hanya pengabaian yang akan dia dapatkan nantinya. Dia memilih pergi ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya.
Disela sela perbincangan nya dengan ke dua orang tuanya. Jungkook tiba tiba saja meminta sebuah kendaraan pada orang tuanya. "Eomma, appa. Kookie ingin sekali memiliki motor. Boleh ya?" Mohon Jungkook pada orang tuanya. Sepasang suami istri itu tengah berfikir keras atas permintaan sang anak.
"Kookie motor nya lain kali saja, ya? Eomma takut terjadi hal yang tidak diinginkan nantinya."
"Yang dikatakan eomma benar kookie, motornya lain waktu saja ya? Appa dan eomma tidak ingin hal buruk terjadi pada anak kesayangan kami."
"Nee, tapi kookie mau motor itu untuk hadiah ulang tahun kookie, boleh kan appa?" Jungkook menatap penuh harap pada sang ayah. Seokjin menatap Jungkook dengan lembut lalu mengusap Surai hitam sang anak.
"Baiklah, appa akan belikan motor sebagai hadiah ulang tahun untuk kookie, kookie senang?"
"Gomawo appa, aku sangat senang. Terimakasih sudah mengabulkan setiap keinginan ku," kata Jungkook yang langsung memeluk seokjin dengan sangat erat.
Dan dibalas pelukan yang tak kalah erat oleh seokjin.-
-
-Plak!
Tamparan keras itu mendarat di pipi mulus taehyung. Tamparan keras itu menciptakan bekas kemerahan dipilih taehyung. Bukan hanya luka fisik, tapi juga luka batin. Batin nya terluka atas perlakuan yang orang tuanya berikan. Mata yang terlihat teduh itu berubah menjadi layu dan hampa. Tatapannya tak lagi sama sebagaimana semestinya.
"Kami sudah sering bilang, Tae. Jaga Jungkook. Kami tidak akan memaafkan mu jika suatu yang buruk terjadi pada Jungkook, kau ingat itu!"
Apa hidupnya hanya berpusat untuk orang lain? Kenapa orang tuanya selalu menyuruh nya untuk fokus pada adiknya? Keadaan selalu saja memaksa nya untuk terus memberi segala apa yang mereka harapkan.
"appa, Jungkook bukan anak kecil lagi yang harus selalu aku jaga. Aku juga butuh waktu untuk diriku sendiri."
"Kau tidak mengerti Kim taehyung!"
"Apa yang tidak bisa aku mengerti? Apakah ke terdiaman ku atas perlakuan yang tidak adil yang kalian berikan selama ini belum cukup?"
"Kau tidak akan pernah mengerti, tae. Kami sangat menyangi adikmu. Appa tidak ingin melihat Jungkook terluka lagi. Appa tidak ingin Jungkook terluka seperti dia terpeleset dari tangga ataupun yang lainnya. Appa tidak akan memaafkan mu jika adik mu terluka, kau harus ingat itu."
Sementara disebuah kamar. Ji-eun sedang mengoleskan obat ke pergelangan kaki sang putra sambil memijatnya pelan.
"Apa Masi sakit, nak?" Ji-eun benar benar khawatir terhadap putranya ini.
"Aku baik baik saja eomma, Ini hanya sedikit terkilir saja," ujar Jungkook berusaha menenangkan ibunya.
.
.Suara derap langkah kaki terdengar di kordinator sekolah. Seorang pemuda tengah berjalan santai menuju ke kelasnya. Hingga sebuah tangan menrangkul pundaknya."Kim taehyung!" Teriak seorang namja tepat di sebelah telinga taehyung. Taehyung langsung menutup telinganya, tidak ingin mendengar teriakan dari orang itu lagi.
"Jim suara mu tolong di kecilkan. Aku bisa tuli jika terlalu sering kau teriaki seperti ini," gerutu taehyung pada pemuda yang meneriaki nama nya. Jimin semakin terkekeh karna berhasil membuat temannya kesal.
"Sudahlah Tae, lebih baik kita ke kelas. Sebentar lagi jam pelajaran pertama akan dimulai." Jimin menarik tangan taehyung untuk berlari kecil agar cepat sampai dikelas.
Pelajaran berjalan dengan lancar seperti biasa nya. Bel istirahat telah berbunyi. Seluruh siswa keluar untuk pergi membeli makan dikantin.
Jimin dan juga taehyung duduk disalah satu bangku yang berada di pojok kantin. Mereka menikmati makan siang mereka sesekali berbincang. "Tae, nanti malam datang lah kerumah ku. Eomma dan juga appa menanyakan mu. Sudah dua minggu kau tidak pernah berkunjung"
"Akan aku usahakan, Jim. Kau tau sendiri bagaimana orang tua ku."
"Hm.. aku cukup tau keluarga mu, tae. Taehyungie apa kau tidak lelah dengan sikap mereka selama ini?" Tanya Jimin hati hati. Takut jika pertanyaan nya ini melukai perasaan taehyung .
"Kalau boleh jujur, aku lelah Jim. Tapi tidak ada pilihan lain lagi."
"Tae, jika kau butuh bahu untuk bersandar, aku bersedia menjadi bahu itu. Tae kau boleh mengeluh pada ku. Aku akan selalu ada untuk mu."
"Begitu juga dengan mu, Jim. Kau juga bisa bercerita tentang keluh kesahmu pada ku. Kau tidak perlu memakai topeng apapun untuk menutupi kesedihan mu." Kata taehyung menatap dalam mata Jimin.
"Aku berjanji, tae. Asal kau juga melakukan hal sama pada ku," kata Jimin dan dibalas anggukan kepala oleh taehyung. Mereka berdua saling menautkan jari kelingkingnya sebagai tanda setuju.
Tak terasa waktu istirahat telah selesai. Murid Murid pergi kembali ke kelas mereka, untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
Tbc
Semoga suka yeorobun
Aku bingung, mau fokusin fanfic yang ini dulu atau si twins.
KAMU SEDANG MEMBACA
What About Me
General FictionApa yang lebih menyakitkan dari pada perpisahan? Aku rasa kekecewaan. Kekecewaan atas rasa sakit yang terlalu besar untuk di pendam sendiri. Lantas jika aku bertahan. Apakah semua keadaan akan membaik?