Prolog

80 43 2
                                    

220324
@chitwinkless

Veka menatap cafe minimalis di depannya dengan malas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Veka menatap cafe minimalis di depannya dengan malas. Dengan sangat-sangat terpaksa, ia bersedia menggantikan Mutya untuk bertemu dengan cowok yang katanya ingin berkenalan dengannya. Veka tidak tau siapa cowok itu dan tidak mau tau juga, sih. Dirinya ditugaskan oleh Mutya hanya untuk menyampaikan pesan kalau temannya itu sudah punya pacar dan diminta untuk tidak mengganggu.

Tidak mau buang-buang waktu, Veka melangkah memasuki cafe. Salah seorang pramusaji menyapa dengan senyum ramah. Matanya melirik ke penjuru ruangan, mencari seseorang yang menjadi alasan dirinya harus repot-repot datang ke sini.

Diujung, di smoking area, seorang cowok tampak sedang bermain ponsel dengan posisi landscape. Veka merasa tak asing dengan cowok itu, ditambah seragam yang cowok itu pakai sama seperti dirinya. Tanpa ragu dan hanya bermodalkan nama, ia berjalan mendekat. Semakin dekat, Veka dapat melihat dengan jelas wajah cowok di depannya.

"Andika?"

Cowok itu melihat ke arahnya. Terdiam. Tidak melakukan apa pun. Bahkan ponsel yang sebelumnya cowok itu pegang hampir terjatuh.

"Lo Andika?" Veka kembali bertanya. Sedikit heran melihat cowok di depannya yang hanya terdiam dengan wajah kaget.

"H-ha? Oh, i-iya. Gue A-andika." Mendengar kegugupan dari nada bicara cowok di depannya, Veka mengambil kesimpulan kalau cowok itu merasa kaget karena dirinyalah yang datang kesini, bukan Mutya.

Dalam hati Veka menatap iba cowok bernama Andika ini. Mutya itu memang selalu bertindak sesuka hati. Mencampakkan cowok bila ia sudah merasa bosan ataupun menggantung perasan cowok begitu saja. Veka yakin, Andika ini salah satu korban dari gantungan perasaan Mutya.

"Gue Veka, teman Mutya." Veka terdiam. Berniat melihat tanggapan orang di depannya. Merasa tak mendapatkan respons apa pun, Veka melanjutkan, "Gue di sini disuruh Mutya buat bilang sama lo, kalau teman gue satu itu udah punya pacar. Dia minta gak mau diganggu lagi."

Andika masih terdiam. Entah apa yang sedang dipikirkan cowok itu, Veka tak tau. Dirinya, kan, bukan seorang dukun yang bisa membaca pikiran orang.

Merasa tugasnya sudah selesai, Veka segera berpamitan. Ia tidak betah berlama-lama meninggalkan kasurnya yang empuk di rumah. "Gue cuman mau bilang itu. Gue balik."

Sebelum Veka melangkahkan kaki, Andika memanggil. "Tunggu!"

Veka kembali berbalik badan. Sengaja hanya diam untuk menunggu cowok di depannya berbicara.

"Gue, Andika."

"Tau." Veka membalas dengan cepat. Lebih tepatnya, ia ingin cepat-cepat pergi dari sini. "Ada lagi?" Tanya Veka menatap aneh cowok di depannya. Dari awal saja dirinya sudah memanggil 'Andika', kenapa cowok itu kembali memperkenalkan dirinya sendiri?

Andika menggaruk kepalanya. Ekspresinya terlihat kalau ia sedang salah tingkah. "Udah, cukup."

Veka mengangguk. Masih mempertahankan wajah datarnya. Mulai berbalik badan dan melangkah keluar dengan cepat. Sebelum benar-benar keluar dari cafe, Veka menoleh sekilas ke arah tempat Andika berada, di mana tiba-tiba saja banyak orang yang sudah berada di sekitar cowok itu. Dan tanpa sengaja, Veka mendengar sedikit obrolan mereka.

"Gimana-gimana? Sukses gak?"

"Emak anakmu deg-degan!"

"Kalau gak deg-degan maneh koit atuh!"

Dirasa tidak ada yang penting, Veka membuka pintu dimana masih ada pramusaji yang tadi berdiri tegak di sebelah pintu dan kembali menyapanya, mengucapkan selamat tinggal. Setelah keluar Veka menghirup udara segar banyak-banyak. Tugasnya untuk membantu Mutya sudah selesai, dan setelah ini, Veka akan kembali melanjutkan rutinitasnya yang santai tanpa kendala  apa pun lagi.

Tanpa Veka sadari, keputusannya untuk menggantikan Mutya akan membuka lembaran-lembaran baru dalam cerita kehidupannya yang terlalu datar.

••••

TBC.

Jangan lupa vote dan follow akun ini teman-teman. See u<3

LoVekaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang