Bab 4

14 1 0
                                    


Evan meringis kesakitan saat Dokter membalut lukanya dengan perban. Sementara ia juga harus menahan rasa pusing di keningnya yang berdarah.

" Gimana dok? Apa lukanya parah?" Tanya Ayra setelah Dokter selesai membalut lengan Evan dengan perban.

" Enggak kok, luka di keningnya nggak perlu dijahit. Kalau lengannya, ada pergeseran sedikit tapi nggak usah khawatir. Cukup istirahat selama seminggu semuanya akan kembali normal, untuk lengan yang diperban kalau bisa jangan buat aktivitas dulu ya. Jangan untuk angkat angkat yang berat juga" Dokter menjelaskan.

" Iya Dok"

" Dan ini ada resep yang harus dibeli di apotik,ada obat pereda nyeri dan Paracetamol. Kemungkinan nanti malam Evan akan demam karena efek memar di tubuhnya"

Dokter lalu menyerahkan secarik kertas berisi resep yang tadi ia bicarakan.

Suasana menjadi canggung saat Dokter sudah meninggalkan ruangan, setelah dua tahun tidak bertemu dan berakhir dengan konflik rasanya aneh jika harus bicara seolah semua baik baik aja.

" Lo ngapain di sini?" Tanya Evan yang akhirnya memulai pembicaraan.

Ayra lalu duduk di sebuah bangku tak jauh dari tempat Evan.

" Kuliah lah, masak jualan seblak!" Jawab Ayra dengan nada ketus.

Evan terkekeh mendengar jawaban Ayra. Ia senang bisa melihat Ayra lagi dan dalam keadaan baik, bahkan Ayra terlihat semakin cantik di mata Evan.

" Mahasiswa baru? Jurusan apa?" Tanya Evan lagi.

" Ada lah, Lo nggak perlu tau. Sekarang gimana? Gue udah bisa pergi?"

" Gimana ya...tangan gue masih sakit. Kepala gue juga masih pusing , gimana kalau kita disini dulu bentar"

Ayra melirik jam tangan nya.

" Nggak bisa. Gue harus keruang administrasi, gue juga harus masuk kelas"

Ayra lalu berdiri dan menyerahkan resep dokter ditangannya kepada Evan.

" Ini resep dokter, Lo bisa kan beli sendiri di apotik?"

Tak lupa Ayra juga mengeluarkan uang selembar seratus ribuan diatasnya.

" Ini uangnya, sebagai bentuk tanggung jawab gue atas kecelakaan tadi. Semoga Lo cepet sembuh"

Ayra lalu pergi begitu saja, meninggalkan Evan yang terdiam tanpa sepatah katapun.

Didepan ia tiba tiba berpapasan dengan seorang cewek, wajahnya dipenuhi rasa cemas saat masuk kedalam ruangan.

" Raisa?"

Ayra mengenal nya, bagaimana mungkin Ayra melupakan Raisa. Sahabat yang mengkhianati nya, menusuk nya dari belakang.

Kini dia ada disini, berlari dengan cemas kearah Evan. Sudah bisa dipastikan mereka pasti hidup bahagia setelah Ayra pergi.

" Van, kamu gimana? Kenapa bisa kecelakaan?" Suara Raisa terdengar dari balik pintu yang masih terbuka.

" Nggak papa kok, cuma memar aja"

" Nggak papa gimana? Itu jidat sampe diperban, tangan juga. Pasti parah ya?"

Raisa memeriksa luka Evan, terlihat bagaimana ia begitu peduli pada Evan.

"Kenapa bisa kecelakaan sih? Orang tolol mana yang nyebrang nggak lihat kanan kiri! Bikin orang lain celaka!!"

" Udah lah, nggak usah marah marah. Aku nggak papa "

" Tetep aja, dia harus dikasih pelajaran. Awas ya biar nanti aku cari sendiri orang nya "

Ayra yang sejak tadi menguping didepan pintu, akhirnya memutuskan untuk masuk dan menghadapi Raisa.

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang