Chapter IX : Konflik

101 5 0
                                    


Angga baru saja selesai rapat dengan dewan direksi, ia sedang memeriksa beberap berkas di ruangannya. Lalu terdengar ketukan di pintu sebelum kemudian terbuka. Muncul Freya, seketarisnya.

"Pak, ada ibu Fuji." Ujarnya.

"Oh ya, suruh masuk." Angga memasukkan berkas-berkas di tangannya ke dalam map.

Tidak lama Fuji masuk ke dalam ruangannya. Angga tersenyum. Sudah enam bulan sejak kepulangan Fuji, kehidupan mereka perlahan mulai kembali normal. Bahkan seminggu lagi mereka akan resmi bertunangan. Di pandanginya Fuji dengan tatapan memuja. Wanita itu tampak cantik, selalu cantik setiap hari baginya.

"Maaf aku ganggu kerja kamu, nggak ?" Sapanya sedikit kaku.

"Nggak dong sayang." Angga bangkit dari kursinya menyambut Fuji, mengecup kening wanita itu lembut dan mendudukannya di sofa.

"Aku ada kerjaan di luar kota dua hari sebelum acara pertunangan kita. Ada pembukaan gerai kelima thofu&co, boleh nggak ?" Ujar Fuji pelan.

Angga tersenyum kecil mendengar permintaan Fuji. Ia mengelus rambut Fuji pelan. Ia paham, Fuji memang agak hati-hati kalau meminta izinnya terkait Thofu&co, yah, dirinya memang agak sensitif kalau mendengar kata Thofu, karena dirinya tahu arti dibalik kata itu. Dan hal itu pernah ia sampaikan langsung kepada Fuji. Mungkin dulu ia tidak terlalu terganggu, namun sekarang, saat Fuji akan menjadi miliknya, melihat nama Fuji disandingkan dengan nama laki-laki lain, ego nya tergelitik.

"Asal kamu nggak capek-capek ya sayang." Jawab Angga. Fuji mengangguk, tersenyum lega.

"Semua urusan untuk acara kita gimana ?" Tanya Angga kemudian.

"Sudah selesai kok. Aku dibantu kak Vio sama Lisa." Jawab Fuji cepat.

"Welldone." Angga memeluk tubuh Fuji dari samping dan menyusupkan kepalanya ke dalam leher Fuji, menghirup aroma tubuh wanita itu yang selalu menjadi candu untuk dirinya, wangi soft floral powdery sedikit musky. Angga dapat merasakan tubuh Fuji agak menegang, ia paham kalau sebenarnya Fuji masih risih kalau dirinya melakukan kontak fisik seperti ini. Namun nanti lama-kelamaan pasti akan berubah, yang ia butuhkan hanya stok kesabaran yang lebih banyak lagi.

"Nggg.. Ngga, aku balik ke kantorku lagi ya. Masih ada kerjaan." Pamit Fuji pelan, sedikit berusaha melepaskan pelukan Angga.

"Hmmm.. bentar lagi sayang. Aku masih kangen." Gumam Angga dari balik leher Fuji.

Fuji diam pasrah, walau sebenarnya hatinya gelisah dengan posisi mereka seperti itu. Akhir-akhir ini Angga agak sedikit lebih intens dalam melakukan kontak fisik dengannya, dan jujur saja dirinya belum siap. Lambat-lambat Fuji dapat merasakan kecupan kecil di lehernya, ada sensasi geli yang ia rasakan, namun rasa ketakutan lebih kuat menyerang dadanya.

"Ngga.." Fuji bergerak mau melepaskan pelukan Angga, namun ia tidak bisa karena Angga makin mengeratkan pelukannya.

"Kenapa ?" Angga melepaskan pelukannya dan memandang Fuji.

"Jangan." Jawab Fuji sambil berusaha menetralkan detak jantungnya.

"Apa kamu juga dulu begini kalau dengan Thoriq ?" Entah kenapa tiba-tiba pertanyaan bodoh seperti itu meluncur begitu saja dari mulut Angga. Fuji menatapnya tajam.

"Apa sekarang kamu sudah mulai membandingkan hubungan kita dengan hubunganku dengan Thoriq ?" Fuji balas bertanya.

"Aku hanya mau tahu. Karena dulu aku sering melihatmu setiap hari dikantor Thoriq. Aku tahu kalian pasti melakukan hal-hal intim bersama." Jawab Angga sambil menatap kedua mata Fuji.

Sesungguhnya Fuji jengah apabila hubungannya dengan Thoriq dikorek-korek kembali, terutama dengan Angga.

"Aku punya hak untuk tidak mau menjawabnya." Balas Fuji.

TERJEBAK ASMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang