07

136 31 7
                                    

       "Krisshaka mengurungkan niatnya untuk mengambil tas Alora di kelas saat melihat gemborolan petugas pmr yang berpapasan dengannya saat ingin menaiki tangga. "Lo semua ikut gua ke taman belakang sekolah!" perintah lelaki itu dengan nada tajam.

      Keempat murid itu yang tadi sempat tertawa, langsung terdiam, menatap satu sama lain, dan langsung berjalan, mengikuti Krisshaka dari belakang. Hal itu tidak luput menjadi sorotan bagi para murid lainnya.

      "Kalian tau kan apa kesalahan yang udah kalian perbuat?" tanya Krisshaka tanpa ekspresi, terdengar penekanan dari setiap suku kata yang terucap dari bibir merah muda milik lelaki itu.

      "I-iya kak, kami mengakui kesalahan atas keleletan kami menjadi petugas pmr. Seharusnya kami bertindak cepat untuk menangani kak Alora, untuk itu kami minta maaf, kak," ujar Olifia, menundukan kepalanya dengan kedua tangan yang saling menyatu sebagai tanda permohonan maaf.

      "Bagus! Gua hargai kerendahan hati kalian yang mengakui kesalahan. Tapi, bagi gua maaf aja gak cukup!" Mendengar itu keempat murid langsung membulatkan matanya sempurna, "Kira-kira hukuman apa yang pantas buat kalian?" pertanyaan jebakan dari Krisshaka membuat ketiga murid itu  berpikir keras, terkecuali salah seorang siswi yang memilih maju, berhadapan langsung dengan Krissahaka.

      "Kak Kriss tega hukum kami? Padahal kami udah minta maaf dan rela mengakui kesalahan yang gak sepenuhnya salah kami. Seandainya kak Alora gak nunda-nunda makan, pasti dia gak bakal pingsan."

      Mendengar penuturan dari salah satu adik kelasnya membuat Krisshaka mengepalkan kedua tangannya kuat di sisi tubuhnya, ia mencoba menahan emosinya. Berbeda dengan teman-teman nya yang langsung memberikan pelototan pada siswi itu.

      "Krissahaka ... maafin Kanara, gua yakin dia gak bermaksud bilang kayak gitu, dia siswi baru disini jadi dia gak tau apa-apa tentang lo." Satu-satunya siswa yang berada di situ, langsung menarik lengan adik kelasnya yang bernama Kanara, ia tersenyum canggung saat melihat eskpresi Krisshaka yang menyeramkan baginya.

      "Kak Dylan, yang barusan Ara bilang gak salah. Lagipula kak Alora cuma pingsan, kan? Gak perlu berlebih-lebihan juga memberi hukuman,  terkecuali kalo kak Alora sampe masuk rumah sakit dan menjalani rawat inap, toh yang aku dengar-dengar kak Alora juga udah siuman. Lalu masalahnya apa kak?" Perkataan yang terucap dari bibir tipis milik adik kelasnya itu berhasil membuat darah Krisshaka mendidih. Sorot mata tajam milik Krisshaka terus menatapnya lekat, seperti elang yang akan menghabiskan mangsanya, detik itu juga.

      "Cari masalah aja lo, Kanara!" bisik Dylan yang masih bisa terdengar di telinga Krisshaka.

      "Gawat, Kanara, lo baru aja cari masalah sama salah satu orang yang di segani di sekolah ini." Perempuan yang mengikat rambutnya menjadi satu bersuara, Teressa namanya.

      "Tamatlah riwayat mu Kanara, hidup lo di sekolah gak bakal aman setelah ini," timpal Olifia yang melirik Kanara dari sudut matanya.

      "Cuma pingsan lo bilang?!" Nada suara tinggi dari Krisshaka membuat siswi itu tersentak kaget, ia menatap sendu mata Krisshaka yang tajam dengan rahang yang mengeras. Lelaki itu memajukan langkahnya seraya membaca name tag yang tertuliskan nama lengkap siswi itu. "Kanara Grizella ..." ejaan Krissshaka seraya menarik sudut bibirnya ke samping, "Selamat hidup lo di sekolah ini gak bakal aman!"

      Mendengar itu Kanara langsung menelan salivanya kasar. Ternyata benar apa kata murid lainnya, jika ingin bersekolah dengan aman di Sma Trigas Arasetya jangan pernah sekalipun berurusan dengan seseorang yang bernama Krisshaka Wira Rajhapati.

Krisshaka: Vantigers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang