Suara

196 22 4
                                    

BoBoiBoy milik Animonsta Studios
.
Bertemakan hujan, bergenre angst, dan berlatarkan laut. Fanfiksi ini ditulis oleh PausPink- dan diedit oleh DekaAnderskor
.
.
.
Suara
.
.
.

Suara air laut itu begitu menenangkan. Berdiri berhadapan dengan perbatasan lautan yang membentang luas sejauh mata memandang. Airnya tenang, tetapi berhasil mencapai kaki telanjangku, membasahinya sekaligus menguburnya dengan pasir yang dibawa si air. Udara sejuk berembus ganas menembus setiap celah baju setipis tisu milikku. Rasanya dingin hingga aku merasa kulitku seperti ditusuk ribuan jarum. Namun, di sisi lain ... ini hangat. Aku merasa dekat. Aku merasa pulang. Perasaan yang sudah lama tak lagi dapat kukecap perlahan membawaku masuk ke dalam film hitam-putih dengan suara dipenuhi suka-cita yang begitu nyata dalam kepalaku.

Ah, perasaan ini ... aku tidak ingin membiarkan perasaan ini pergi lagi dariku. Aku ingin mendekapnya seerat pelukan ibu ketika aku masih kecil. Aku ingin mengurungnya rapat-rapat di dalam lubuk hatiku. Bukan menguburnya begitu dalam untuk dilupakan. Aku tidak ingin. Yang kuinginkan hanyalah ... hanya pulang.

Kulangkahkan kedua kaki, di perbatasan lautan. Menyusurinya dengan langkah perlahan yang ringan. Air lautan tak henti-hentinya membasahi kakiku. Bahkan makin lama sepertinya makin mengganas saja. Dalam hal ini, angin yang sedari tadi sudah begitu kuat mendorong tubuhku, juga turut andil dalam rencana sang lautan. Seakan-akan berteriak, menyuruhku untuk loncat saja ke dalam lautan dalam.

Namun, aku tahu itu ilusi. Itu hanya keinginanku. Suara-suara itu adalah permintaan dari diriku sendiri. Aku tahu betul, karena setiap malam bulan memantul dari kaca jendela kamarku dan teriknya mentari yang seolah meneriakiku ... aku makin lama, makin paham. Jika ini semua hanyalah ilusi. Mimpi yang tak kunjung habis. Bahkan, sepertinya meski aku berlutut, menangis, menggeliat seperti ulat pun, jika tak melakukan apa-apa, mimpi buruk itu akan terus ada. Tetap menghantui di setiap tidur, tanpa berkesudahan.

Aku ingin mimpi buruk itu berakhir.

Kuhentikan langkah, dalam usaha yang sia-sia dalam menahan berat badan sendiri, aku jatuh terduduk di atas hamparan pasir yang basah.

Rasanya semua kosong. Meski sejauh aku memandang, begitu banyak yang dapat dilihat. Namun, kenapa kelibat anak-anak itu yang muncul. Kenapa suara mereka yang hadir.

Aku mendengarnya. Ombak yang tiba-tiba mengamuk marah. Petir yang berteriak, dan kapas-kapas penuh dengan warna hitam saling bertumpuk menutup akses untuk melihat birunya langit atau cerahnya mentari bersinar. Semuanya gelap. Lautan itu tak lagi biru, begitu pula langit. Semuanya menghitam.

Seperti hari itu.

"Abang BoBoiBoy ... takut."

Apa itu? Suara itu? Dari mana asalnya? Aku berdiri dengan panik, menyusuri pantai dari segala arah. Namun, tak ada satu pun orang di tengah badai seperti ini.

Titik-titik hujan perlahan turun ke bumi, menimpa apa pun yang ada di bawahnya tanpa ampun. Ikut menguasai kemarahan dari lautan. Atau mungkin dari hati ini sendiri.

Aku tersentak, aku tidak yakin dengan mataku sendiri. Namun, kapal itu, kapal yang terumbang-ambing di tengah lautan itu benar-benar nyata. Suara orang-orangnya terdengar sangat jelas seperti berada dalam kepalaku sendiri.

Dalam seperkian detik, aku seperti berada di dalam kapal itu. Ke kiri dan ke kanan, arahnya tak jelas karena ombak besar. Semua orang berpegangan satu sama lain, tak ada yang berani bergerak, hanya mulut yang komat-kamit merapal sesuatu dan mata tertutup erat mereka, yang benar-benar menunjukkan ketakutan.

Beret Tinta di JanuariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang