Bab 1

2.2K 346 14
                                    

Happy reading, semoga suka.

Please vote dan komen yang banyak.

Luv,
Carmen

_________________________________________


Elise berbalik dari mesin kopi dan mendapati dirinya sedang menatap sepasang mata cokelat emas yang dalam dan menawan sehingga untuk sesaat ia mematung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elise berbalik dari mesin kopi dan mendapati dirinya sedang menatap sepasang mata cokelat emas yang dalam dan menawan sehingga untuk sesaat ia mematung. Lalu pelan ia tersadar kalau sepasang mata cemerlang menghipnotis itu adalah milik seorang lelaki tinggi gagah yang sedang berdiri di balik counter, tampak dengan sabar menunggu Elise melayaninya. Pria itu mencondongkan tubuhnya sedikit melewati counter dan kini sedang tersenyum menatap Elise. Ia memperhatikan kalau pria menawan itu memiliki rambut sangat hitam dan terpotong pendek rapi. Dia mengenakan coat musim dingin berwarna hitam pekat dibalik setelan bisnis hitam yang dikenakannya dan entah kenapa, Elise sedikit salah tingkah ketika membalas senyuman ramah pria itu.

BonjourAnda ingin memesan sesuatu, Monsieur?” tanyanya kemudian, dengan nada sopan dan ramah, seperti halnya ia biasa menyapa para pengunjung kafe ini.

Pria itu mengangguk. “Segelas kopi, please.”

Dari aksennya, Elise langsung tahu kalau pria itu bukan berasal dari Eropa. Tebaknya, pria itu mungkin berasal dari Amerika.

“Anda ingin kopi yang seperti apa?” tanya Elise lagi, melambaikan tangan ke papan di atas kepalanya yang menuliskan berbagai varian kopi yang berbeda.

“Kopi hitam biasa saja.”

Elise menuangkan secangkir kopi hitam ke dalam gelas kertas dan memberikannya pada pria itu. Tangan mereka secara tidak sengaja bersentuhan dan Elise terkejut ketika mendapati aliran listrik yang menyengat di tempat kulit mereka bertemu dan menjalari lengan lalu tubuhnya. Ia bisa merasakan kedua puncak payudaranya mengeras dan denyutan pelan di antara kedua kakinya yang kini otomatis merapat dan keduanya menimbulkan sensasi nikmat singkat yang membuat Elise merasa… basah.

Pria itu kembali tersenyum menatapnya dan Elise berharap wajahnya tidak memerah. Hari masih sangat pagi dan di dalam kafe itu hanya ada satu pengunjung lain yang sedang duduk di meja terjauh, tampak menyesap kopi sambil sibuk menatap layar ponsel. Selain mereka bertiga, tidak ada lagi orang lain. Pria itu masih berdiri di balik meja counter, menatap Elise sambil menyesap pelan kopinya, tidak tampak terburu-buru. Mata cokelat emasnya menatap langsung pada Elise saat dia menurunkan gelas kopinya dan bertanya dengan lancar. “Siapa namamu, Mademoiselle?”

Elise bahkan langsung menjawab tanpa berpikir, persis seperti wanita yang terkena sihir pesona. “Namaku Elise, Monsieur.”

“Elise,” ucap pria itu sambil mengulangi nama Elise. “Sungguh nama yang indah, cocok sekali untuk wanita secantik dirimu. Aku Arthur, by the way. Tolong jangan panggil aku Monsieur.

“Senang bertemu denganmu, Arthur,” ujar Elise sambil tersenyum pada pria itu, bertanya-tanya selama apa pria itu akan berdiri di sini dan mengobrold dengannya. Di dalam hati, Elise berharap tidak ada pengunjung lain yang masuk ke dalam kafe ini dan mengganggu obrolan kecil mereka. Entah kenapa, Elise pun tidak bisa menjelaskan, tapi ia tahu kalau pria yang baru dikenalnya ini memiliki pengaruh ke atas dirinya, perasaan asing yang belum pernah Elise rasakan dan ia ingin merasakan perasaan itu sedikit lebih lama lagi. Elise tidak ingin perasaan itu menghilang terlalu cepat. Sama seperti halnya ia tidak ingin pria itu pergi terlalu cepat.

“Dan bolehkan aku bertanya mengapa kau ada di sini, membuat dan menjual kopi di pagi yang begitu dingin di mana biasanya orang-orang sedang bergelung di tempat tidur dalam dekapan hangat kekasih mereka?”

Keintiman dalam pertanyaan pria itu membuat Elise bersemu merah. “Aku seorang mahasiswi dan ini satu-satunya caraku untuk mendapatkan uang tambahan,” jelasnya kemudian.

“Oh, seorang mahasiswi,” ulang pria itu lagi.

Pria itu sepertinya akan melanjutkan ucapannya kalau saja mereka diinterupsi oleh bunyi bel yang menandakan seseorang baru saja berjalan masuk ke dalam kafe. Tapi orang itu rupanya bukan datang untuk membeli kopi. Melainkan seorang pria bertubuh besar dengan tinggi sedang yang langsung berjalan mendekati mereka.

Boss, kita harus segera pergi, kalau tidak ingin terjebak macet nantinya.”

Duty calls,” ujar Arthur dengan wajah menyesal. “Aku harus pergi sekarang, take care, Fair Elise.”

Elise menatap pria itu pergi, dengan senyum masih menggantung di antara kedua sudut bibirnya. Tidak pernah sebelumnya ia bereaksi seperti ini dengan seorang pria, tapi Arthur berbeda. Pertemuan mereka sangat membekas dan setelah pria itu pergi pun, setiap kali memikirkan Arthur, tubuh Elise tetap terasa membara. Tak pelak ia bertanya-tanya, siapa pria itu, apakah mungkin mereka akan bertemu kembali? Ia sudah bekerja di sini selama tiga tahun tapi tidak pernah sekalipun bertemu dengan pria itu. Sangat mungkin dia bukan berasal dari Paris, malah mungkin pria itu berasal dari tempat yang sangat jauh, yang kebetulan saja datang ke sini dan melewati kafe ini. Ia tahu kemungkinan mereka untuk bertemu kembali sangatlah kecil, bahkan hampir tidak mungkin, pikirnya lagi kecewa.



Sweet SeductionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang