Bab 4

1.6K 263 14
                                    

Happy reading, semoga suka.

Versi fullnya sudah bisa diakses di Karyakarsa ya. Untuk playstore menyusul. Tema cerita seperti biasa, adult roman 21+ ya

Yang mau PDF bisa langsung WA saja ke 0857 6100 8414

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yang mau PDF bisa langsung WA saja ke 0857 6100 8414

Dont worry, versi wattpad tetap akan lanjut seperti biasa.

Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

________________________________________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama 3 hari berikutnya, Elise kini memiliki rutinitas baru. Setiap pagi, ia akan menunggu pria itu datang dan memesan segelas kopi hitam, mencuri beberapa menit untuk mengobrol dan dilanjutkan dengan janji lain. Setiap malam juga pria itu akan mendatangi flat-nya untuk menjemput Elise dan keduanya akan makan malam bersama. Selalu di restoran yang berbeda.

"I could get used to this," ujar Elise ketika mereka keluar ke restoran dan langsung disambut oleh cuaca yang dingin.

"Dan mengapa aku memiliki perasaan kau tidak menyukainya?" tanya Arthur sambil membimbingnya menuju mobil. Pria itu tahu bahwa Elise merujuk pada restoran-restoran mewah yang mereka datangi, merujuk pada cara pria itu memanjakannya.

"Tidak, aku tidak berkata seperti itu," ucap Elise walaupun sepertinya mereka berdua tidak mempercayai ucapannya tersebut. Well, memang pada kenyataannya, Elise tidak tahu berapa lama hal ini akan berlangsung. Ia bahkan tidak berani bertanya apa pria itu akan tinggal lama di Paris atau berapa lama pria itu berencana tinggal di sini atau mungkin saja besok lusa Arthur sudah meninggalkan kota ini untuk jangka waktu yang sangat lama. Elise berpikir ia tak ingin mencari tahu. Ia lebih suka menikmati momen-momen ini, menikmati apa yang bisa dinikmatinya daripada mencemaskan hal yang belum tentu kepastiannya.

"Have I told you? Kalau kau terlihat sangat cantik malam ini dengan gaun hitam itu?" puji pria itu saat mereka masuk ke dalam mobil.

Tersipu kecil, Elise menjawab. "Kurasa belum dalam kurun waktu sepuluh menit ini," ledek Elise halus dan pria itu pun tertawa.

"Percaya ataupun tidak, aku memang tidak akan pernah bosan mengatakannya."

Ucapan pria itu, nadanya yang terasa begitu intim, bahkan tatapannya, bahasa tubuhnya, semua itu membuat dada Elise berdesir hebat. Ia bahkan tak bisa menemukan kata balasan yang tepat. Namun Arthur tak pernah membutuhkan itu semua.

"Elise, My Dear..." Elise terkesiap pelan saat pria itu mencondongkan badan lalu mengelus pipinya lembut. "Kurasa gaunmu tidak cocok dengan udara dingin di luar, tapi aku juga tidak ingin malam kita berakhir terlalu cepat. Bolehkan aku membawamu ke tempatku dan kita bisa minum-minum sejenak sambil mengobrol? Aku janji aku tidak akan minum banyak, jadi aku masih bisa menyetirmu pulang nanti. Bagaimana kedengarannya?"

Kedengarannya sangat menggoda, juga membuat Elise gugup, cemas, senang di saat yang bersamaan. Prospek untuk berduaan saja dengan Arthur membuat Elise merasakan serbuan ribuan emosi tapi pada akhirnya ia mengangguk memberikan persetujuan. Arthur lalu mendekatkan bibirnya dan menempelkan ciuman ringan di kening Elise sebelum kembali ke posisi duduknya dan mulai menjalankan mobil.

Tempat tinggal pria itu hanya berjarak beberapa blok dari restoran yang tadi mereka datangi. Ini adalah area Paris yang jarang didatangi oleh Elise karena tempat ini memang terkenal elit dan ia tidak punya alasan mendatangi daerah tersebut. Dan itu membuatnya penasaran.

"Mengapa kau mengunjungi kafe tempatku bekerja? Pasti ada banyak kafe di sekitar sini yang jauh lebih dekat dengan tempat tinggalmu."

Jawaban Arthur lagi-lagi membuat Elise tersipu. "Memang banyak kafe di sekitar sini. Tapi kurasa memang sudah takdir. Hari itu aku agak terburu-buru dan kafe-kafe di sini kebetulan sedang ramai. Saat aku melewati kafemu, aku seolah terpanggil untuk turun. Dan setelah aku disuguhi kopi oleh wanita paling cantik yang pernah kutemui, aku tidak akan pernah lagi mendatangi kafe-kafe lainnya."

Elise tahu wajahnya memerah. Ia tidak terbiasa dipuji seperti ini dan Arthur sepertinya sangatlah ahli.

"Kau... kau terlalu berlebihan dalam memujiku."

"Itu kenyataannya bagiku," jawab Arthur santai, seolah dia tidak baru saja membuat jantung Elise berdebar sangat kencang.

Dan mereka kemudian masuk ke parkir bawah tanah dan pria itu kemudian memarkirkan mobilnya di dekat elevator. Mereka kemudian masuk ke dalam elevator. Pria itu mengeluarkan kartu lalu menempelkannya pada card reader dan elevator itu langsung membawa mereka ke lantai teratas. Ternyata mereka menuju ke penthouse suite pria itu.

Saat pintu elevator terbuka dan Elise berjalan masuk ke dalam penthouse tersebut, ia terkesiap kagum. Penthouse itu menyajikan pemandangan Paris dari sisi terbaiknya. Seluruh ruangan itu juga mewakili kemewahan. Arthur jelas adalah pria berkelas yang memiliki selera terbaik dan mahal, seseorang yang sebenarnya berada jauh di luar lingkaran pergaulan Elise selama ini.

"Kau suka?" tanya pria itu sambil berdiri di belakangnya lalu meletakkan satu tangan di bahu Elise sementara mulut Arthur hanya berjarak beberapa inci darinya.

"It's wonderful," jawab Elise apa adanya. "Tidak heran kau memilih untuk kembali ke sini daripada pergi ke tempatku."

Mendengar itu, Arthur tertawa pelan. "Jangan salah paham, Elise. Aku pernah tinggal di tempat yang lebih mengerikan. Kuberitahu, aku lahir dan besar di sebuah flat kumuh yang kecil, lalu ayahku berbisnis dan kami pindah ke flat yang lebih bagus tapi saat resesi dan bisnis hotelnya nyaris bangkrut kami kembali tidak memiliki apa-apa. Percayalah, i have gone through the worst, karena itulah aku berusaha untuk tidak mengalami hal yang sama lagi. It takes a very hard and long journey dan juga setumpuk keberuntungan. Tapi alasan aku membawamu ke sini malam ini dan bukannya kembali ke tempatmu, itu karena aku menginginkan privasi. Please, buat dirimu nyaman, aku akan menuangkan minuman bagi kita berdua."

Elise melihat Arthur menanggalkan jaket dan melepaskan sepatunya jadi ia juga mengikuti. Lalu Elise menghangatkan diri di depan perapian listrik Arthur yang menakjubkan. Ia tak pernah memiliki perapian sehangat ini. Setelah ayahnya meninggal, kehidupan mereka ikut berubah drastis. Elise sudah lupa kapan terakhir kali ia merasa sehangat dan senyaman ini.

Tak lama, Arthur sudah kembali dengan dua gelas anggur merah di tangan. Ia menatap pria itu, yang kini tampak semakin jantan hanya dengan balutan kemeja hitam di mana dua kancing teratasnya telah dilepas dan memperlihatkan sebaris tipis bulu-bulu gelap. Pria itu lalu memilih duduk di samping Elise daripada di sofa lainnya. Dia menyelipkan tubuh besarnya di samping Elise dan melingkarkan sebelah lengannya ke bahu Elise.

Dan Elise merasa, ia sepenuhnya tersihir oleh pria itu.

Sweet SeductionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang