Happy reading, moga suka.
Vote dan komen yang banyak ya.
Luv,
Carmen__________________________________________
Arthur menepati janji. Tepat pukul tujuh malam, bel pintunya berbunyi. Elise bergegas membukanya dan untuk sedetik, ia seolah mematung karena mengagumi penampilan pria itu. Lalu yang mengejutkan adalah tindakan manis pria itu, Arthur menyodorkan sebuket bunga mawar merah pada Elise.
"Oh, cantik sekali, terima kasih, Arthur."
"It's my pleasure, Elise."
Elise lalu mengundang pria itu masuk sehingga ia bisa memindahkan bunga-bunga itu ke dalam vas berisi air. Sambil mengerjakan hal itu, Elise diam-diam memperhatikan pria yang saat itu sedang duduk di ruang tamunya. Arthur terlihat sangat tampan malam ini, dengan setelan abu-abu terang, kemeja putih serta dasi merah bergaris-garis abu. Pria itu juga tampak segar, dagu dan rahangnya jelas baru dicukur dan tadi saat berada di dekat pria itu, Elise bisa mencium wangi aftershave yang maskulin. Tak pernah seumur hidupnya ia begitu tertarik dengan seorang pria. Tapi Arthur memang benar-benar nyaris sempurna, pikir Elise. Bukan hanya dirinya, jika saja malam ini, kedua teman yang berbagi flat dengannya juga ada di sini, mereka juga pasti akan dengan senang hati menggantikan tempat Elise. Siapapun wanita yang masih waras, sepertinya tidak mungkin tidak tertarik pada pria seperti Arthur.
Setelah selesai menempatkan bunga-bunga pemberian pria itu di vas, mereka kemudian berjalan keluar, turun ke lantai dasar di mana pria itu memarkirkan mobil Mercedes hitamnya. Arthur lalu membua pintu dan mempersilakan Elise masuk, memastikan ia sudah duduk nyaman sebelum menutup pintu dan bergerak ke pintu pengemudi. Mereka kemudian berkendara dalam kecepatan sedang, keduanya tak banyak bicara saat Arthur menyetir ke sebuah restoran yang tak akan dimasuki Elise jika ia sendirian. Over budget, begitulah istilahnya. Ia terkesiap halus saat pria itu membantunya melepaskan sabuk pengaman dan mengusap pelan wajah Elise dengan punggung tangannya.
"Jangan takut padaku, Elise," ujar pria itu sambil tersenyum. "Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Aku tidak akan melakukan apapun yang tidak kau inginkan. Kau aman bersamaku."
Elise tersipu malu. Pria itu tahu apa yang ada di benak Elise.
Elise bisa melihat kalau Arthur adalah pelanggan tetap restoran ini. Mereka menyapa pria itu dan langsung mengantarkan mereka ke meja yang lebih privat yang terletak di sudut. Arthur memesan sebotol anggur lalu mulai merekomendasikan menu-menu yang dia pikir mungkin disukai oleh Elise. Tidak ada harga yang tercantum dalam buku menu tersebut tapi Elise yakin kalau ia harus menjual beratus-ratus cangkir kopi agar bisa makan malam di restoran semewah ini.
Anggur merah yang dipesan oleh Arthur membantu menenangkan saraf-saraf Elise. Ia berusia 21 tahun dan seorang mahasiswi tapi Elise sangat jarang sekali berpesta apalagi terbiasa dengan alkohol. Anggur yang diminumnya mengalir menuruni tenggorokannya dengan lembut dan Elise mendapati kalau ia menjadi semakin rileks dan menikmati acara makan malam mereka.
Mereka saling bercerita sembari menikmati makanan. Elise mengetahui banyak hal baru mengenai pria itu. Misalnya, Arthur baru berusia awal tiga puluhan dan seorang pebisnis. Keluarganya berasal dari Inggris tapi kedua orangtuanya kemudian berimigrasi ke Amerika Serikat tak lama setelah menikah. Di sana, ayahnya membangun bisnis penginapan yang diwariskannya pada Arthur. Lewat penginapan pertama itu, Arthur mulai membangun kerajaan bisnisnya. Pria itu memang tidak spesifik, bahkan cenderung merendah ketika bercerita tentang dirinya tapi Elise tahu kalau pria itu memiliki kekayaan luar biasa - bukannya itu penting untuk Elise, ia hanya mengagumi karakter Arthur yang tidak suka menyombongkan diri dan bagi Elise, itu hanya membuat pria itu tampak semakin menarik.
Ketika giliran ia bercerita, Elise memberitahu pria itu bahwa hidupnya biasa-biasa saja. Ia memiliki orangtua yang baik dan menyayanginya tapi saat ayahnya meninggal, hidup menjadi tidak begitu ramah pada Elise dan ibunya. Terlebih untuk ibunya.
"Ibuku patah hati. Dan tidak pernah bangkit sepenuhnya setelah ayahku tiada," ungkap Elise sedih. "Dan itu sangat mempengaruhi kesehatannya."
Ia juga tanpa sadar bercerita tentang dilemma yang dialaminya, antara memilih mengejar mimpinya atau tinggal untuk merawat ibunya. Sampai saat ini, hal itu terkadang masih menjadi beban di hatinya. Elise terkejut saat pria itu tiba-tiba meraih tangannya dan meremas jari-jemarinya.
"Terlalu banyak tanggungjawab untuk seorang wanita semungil dan serapuh dirimu, Elise," ucap pria itu prihatin sambil membelai tangan Elise lembut.
"Aku sama sekali tidak mungil," respon Elise sambil tertawa. "Tinggiku hampir 170cm dan walaupun tidak tampak meyakinkan, tapi aku pernah menjadi juara boxing."
Arthur tertawa mendengarnya. "Wah, kau benar-benar penuh kejutan, Elise. Ingatkan aku untuk tidak pernah membuatmu marah."
Menu penutup datang bersama kopi dan setelah Arthur membayar makan malam mereka, keduanya lalu berjalan keluar restoran menuju mobil pria itu yang terparkir di depan restoran. Setelahnya, pria itu mengantar Elise kembali ke flat-nya. Satu ciuman pelan di pipi dan ucapan selamat malam dari pria itu berhasil membuat Elise terjaga sepanjang malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Seduction
Romancekisah pekerja kafe dan pelanggan tampannya. Detail baca aja dah ceritanya sendiri. for adults only