A Recantation
Naruto by Masashi Kishimoto
Uzumaki dan Kelemahannya
"Tidak apa. Saat kau jatuh raih tanganku, jika tidak bisa, aku akan jatuh bersamamu dan mengajarimu bangkit kembali."
.
.
.
Boruto menatap ayahnya yang membungkuk hormat pada keluarga yang berduka, senyum khas ayahnya itu tak terlihat sejak pagi. Dia sebenarnya tidak ingin ikut, tetapi mengingat ini kesempatannya berbicara dengan Shikadai, dia pun datang ke pemakaman hari ini.
Namun hal itu diurungkannya, melihat ekspresi Shikadai dari jauh membuatnya gelisah. Dia tidak yakin bisa mengatakan sesuatu yang akan menyemangati temannya itu. Karena jujur, dia tidak pernah berada dikondisi seperti itu.
Setelah menyampaikan salam perpisahan dia memutuskan mengikuti ayahnya pergi meninggalkan pemakaman. Walaupun matanya belum lepas dari sahabatnya itu.
"Semua akan baik-baik saja, percayalah."
Menolehkan pandangannya pada ayahnya, Boruto tidak mengerti maksud perkataannya itu. Ayahnya yang menyadari kebingungannya, tersenyum lemah padanya. "Shikadai, dia pasti akan melewatinya."
Melewati apa? Tentu saja temannya itu telah melewati semuanya. Mengalahkan para jounin yang menyerangnya dan kini bisa berdiri dengan tegar di pemakaman anggota timnya. Lalu 'akan melewati' apa lagi?
Tuk! Tuk!
Jubah ayahnya tiba-tiba menutup pandangannya sesaat bersamaan dengan beberapa lemparan batu yang terarah pada mereka? Tunggu, bukan mereka, tapi hanya ayahnya. Boruto dengan cepat menjauhkan tangan ayahnya, saat merasa lemparan batu telah berhenti. Dia mengedarkan pandangannya pada jalan Konoha yang tidak terlalu ramai itu.
"Ibu, cukup!"
Ah tentu saja, nenek itu lagi. Dia benar-benar ingin memarahi nenek pemilik kedai dekat pemakaman itu. Karena setiap ayahnya berkunjung ke pemakaman, wanita berusia sekitar enam puluh tahunan itu selalu melempari ayahnya dengan batu.
Sebenarnya bukan nenek itu saja, bahkan beberapa penghuni di panti jompo Konoha pun sepertinya memiliki dendam tersendiri pada ayahnya. Saat dia mendapat misi disana beberapa waktu lalu, banyak orang tua yang memaki dirinya dan melemparinya dengan barang karena mereka mengira dia adalah ayahnya.
"Monster! Pembunuh! Pergi..."
"Ibu berhenti," seorang laki-laki paruh baya mencoba menahan wanita tua itu. "Tuan Hokage, maafkan ibuku!"
Ayahnya hanya tersenyum maklum dan mengajaknya beranjak dari sana. Dia terlihat mencoba menghindari keramaian atas kejadian itu. Tetapi hal tersebut semakin membuatnya kesal. Bukankah harusnya ayahnya membela diri, kenapa harus mereka yang pergi dan memaklumi sikap nenek tua itu.
"Apa yang kau lakukan?! Kau seharusnya menasihati nenek itu, Ayah! Setiap kau melewati jalan ini, dia selalu berlaku tidak sopan." Gerutu Boruto, dia menatap kesal sang ayah.
"Ah iya iya, tadi banyak yang melihat, ayah pikir itu tidak baik untuk keluarga yang sedang berduka."
Selalu dengan berbagai alasannya, Boruto hanya diam dan berjalan mengikuti sang ayah. Dia sungguh kesal dengan perlakuan nenek itu pada ayahnya, bukan hanya nenek itu tapi juga pada beberapa orang tua yang memperlakukan ayahnya dengan tidak baik. Bagaimana tidak, setelah apa yang dilakukan ayahnya selama masa perang dan sebagai seorang hokage— mereka masih saja memaki dan melempari ayahnya seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Recantation
FanfictionSebuah misi yang 'gagal', mengantarkan Shikadai pada hal yang tidak pernah ia ketahui. Mengantarkan dirinya, Boruto dan Sarada pada sisi lain kehidupan masa lalu keluarganya. Ini adalah kisah tentang sebuah pengakuan, kisah tentang mereka yang terka...