Chapter 3 : Budak Yang Keras Kepala

7 2 0
                                    

Carllet berlari sambil memangku diriku. Dia mencari Ibu. Namun, dari tadi kita mencari tak menemukan Ibu sama sekali.

Tergesa-gesa karena perintah Ayahku, Carllet tak menghiraukan aku yang khawatir takut jatuh.

Pakaian panjang digunakan Carllet membuatku cemas. Aku khawatir Carllet tersungkur.

"Disaat seperti ini kemana Ibu pergi?"

Dipangkuan Carllet, aku mengeluarkan isi pikiranku. Meski tak ada gunanya, itu membuat sedikit menurunkan frustasi.

Carllet tak menjawab. Dia terus mencari Ibu hingga terpaksa harus pergi ke kamar pribadi.

Sayangnya, Ibu juga tak ada di sana. Aku bisa merasakan Carllet begitu frustasi. Sungguh kasian.

"Sudahlah Carllet, kita tunggu saja Ibu."

Ayah tak bilang harus cepat-cepat menyampaikan pesannya. Jadi, menurutku Carllet tak perlu buru-buru menemui Ibu.

Tampaknya Carllet tak menerima usulanku, terlihat wajahnya begitu keberatan.

Pada akhirnya, kami mencari ibu keluar. Semenjak Ibu mengurusi pekerjaan Ayah seringkali Ibu pergi keluar mengatasi laporan-laporan warga.

Ketika hendak meninggalkan gerbang mansion, seorang pengawal menghentikan kami.

"Mohon maafkan hamba, Tuan Muda. Nyonya melarang Anda meninggalkan mansion."

Tak biasanya Ibu melarangku pergi keluar. Sebelumnya, Ibu tak pernah melarangku kemana pun pergi asalkan bersama Carllet.

Dihentikan karena dilarang Ibu, pasti ada sesuatu terjadi di luar.

Secara tak terduga Carllet menodongkan belati kepada pengawal itu.

"Apakah kau ingin menghalangi perintah, Tuan Arjold?!"

Dengan penuh amarah Carllet berteriak keras kepada sang pengawal. Wajah cantik Carllet berubah menjadi mengancam.

Dipangkuan Carllet aku sedikit ketakutan. Semenjak Carllet mulai jadi pelayan pribadiku beberapa bulan lalu tak pernah aku melihat Carllet marah atau mengancam seseorang.

Si pengawal meski ditodong belati, Dia tetap teguh dan tak membiarkan kami lewat.

Carllet beberapa kali menyebutkan Ayahku. Namun, si pengawal bersikukuh tak membiarkan kami lewat.

Carllet tak menyerah. Terus-menerus dia mencari alasan. Tapi tampaknya Carllet tak sadar bahwa alasannya tak didengarkan si pengawal.

"Carllet!"

Serentak aku memangil Carllet yang tak ada hentinya mencari alasan. Akhirnya, dia berhenti.

Aku bisa melihat Carllet menghela napas pendek. Lalu, tiba-tiba Carllet berlari kencang keluar gerbang mansion.

Kecepatan bagaikan kuda hampir membuatku terhempas. Beruntungnya, pegangan Carllet sangat kuat.

Meski begitu, aku benar-benar takut dengan kecepatan lari Carllet. Bahkan tak butuh beberapa menit, mansion sudah tak terlihat lagi.

Sungguh menakjubkan Carllet ini. Dia memiliki kecepatan diluar nalar. Selama ini aku telah berdampingan bersama orang lincah.

Pantas saja Ibu mempercayai Carllet untuk menjaga diriku karena Carllet memiliki kecepatan berlari begitu kencang. Jika sesuatu terjadi, Carllet akan membawaku melarikan diri secepat mungkin.

Jauh dari mansion, sekarang kami berada di tengah kota. Banyak orang lalu lalang kesana-kemari sibuk bekerja.

Terduduk di bangku dekat kolam, kami kebingungan mulai dari mana mencari Ibu.

"Ketangkap kau anak lucu."

Seseorang dari belakang memangku diriku. Suara yang familiar dapat aku kenali. Tidak salah lagi orang itu adalah teman Ibuku.

"Bibi Fiolda!"

"Hey, jangan memanggilku bibi! Panggil aku kakak!"

Umur yang belum menginjak usia 20 tahun tentu saja dia tak menerimanya. Tapi Ibu selalu menyuruhku untuk memanggilnya Bibi.

"Bibi, apa kamu tau Ibu pergi kemana?"

Aku berharap Bibi Fiolda tahu sebab Ibu selalu bersama Bibi diluar.

"Oh, Ibumu? Tadi aku melihat dia keluar kota bersama beberapa prajurit."

"Keluar kota bersama beberapa prajurit?"

Kebingungan memenuhi kepalaku. Tanpa sadar kepalaku miring ke samping. Tampaknya itu menambahkan keimutan diriku sehingga Bibi memeluk begitu kuat.

Carllet juga sama bingungnya denganku. Dia tampak tenggelam dalam pikirannya.

Membawa prajurit keluar kota sudah pasti ada sesuatu terjadi. Untungnya, itu hanya beberapa. Sekarang di masa damai ini, tidak ada peperangan antar kerajaan. Lalu, apa yang terjadi?

"Kata Ibumu, akhir-akhir ini monster sering muncul di desa Korden. Banyak para warga di sana merasa terganggu bahkan menyebabkan salah satu warga meninggal dunia."

Tetap saja itu bukan tugas para prajurit. Bukankah itu urusan para petualang? Mereka bekerja untuk membunuh para monster yang menganggu atau dianggap sebagai ancaman.

"Carllet, bagaimana menurutmu?"

Carllet terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaanku. Dahinya yang mengernyit sungguh sedikit menyeramkan.

Wajah Carllet memang cantik. Tapi ketika serius itu malah menyeramkan.

"Mungkin karena jumlah monster begitu banyak bahkan para petualang tak bisa mengatasinya sehingga nyonya harus menurunkan para prajurit."

Itu mungkin saja terjadi. Ibu melarangku keluar mansion. Apakah karena itu tak memperbolehkan aku keluar mansion? Desa Korden dengan Lorlden cukup dekat. Ibu mungkin khawatir para monster sampai menuju kota.

Ada sedikit yang mengganjal. Meski Ibu khawatir para monster menyerang kota. Prajurit di sekitar tampak biasa saja. Apakah Ibu merahasiakan hal ini agar tak terjadi kepanikan?

Yah, akan sangat kerepotan jika ada kepanikan. Lebih baik aku juga pulang dan menunggu Ibu di mansion.

The Side HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang