Prolog

14 3 2
                                    

Gelap gulita yang aku rasakan saat ini. Tak ada apapun di sini. Begitu sepi dan sunyi. Tubuhku melayang di kegelapan ini.

Sungguh sangat menenangkan diri di keheningan ini. Tak ada rasa gelisah atau was-was dirasakan. Seolah ada rasa yang membuat diri tenang.

Aku tak tahu kenapa bisa ada di kegelapan ini. Ingatanku tentang hal itu hilang. Apa yang diingat terakhir kali adalah ketika tidur sepulang kerja.

Rasa lelah yang teramat membuat diri ingin beristirahat total dan ketika membuka mata tibalah aku di kegelapan ini.

Entah apa yang terjadi. Aku tak mau keluar dari kegelapan ini. Beban hidup yang dipikirkan hingga membuat depresi lenyap. Rasa ketenangan sekarang membuat diri senang.

Hidup sendirian di kota besar sangat keras. Biaya hidup yang tinggi, banyak kebutuhan tak terpenuhi. Pagi, siang, dan malam aku bekerja tanpa henti demi memenuhi kebutuhan.

Tak punya keluarga karena hancur akibat perceraian, ibu dan ayah meninggalkan diriku sendirian.

Seolah tak peduli, aku ditelantarkan di rumah yang mereka bangun bersama. Beruntung, kakek dan nenek tetangga merawat diriku dari kecil.

Kakek nenek bagaikan orang tua penuh kasih sayang. Mereka merawat, menyekolahkan, dan menghabiskan tabungan masa pensiun untuk diriku. Aku telah dianggap cucu sendiri oleh mereka.

Putra satu-satunya kakek nenek meninggal dunia bersama istri serta anaknya akibat kecelakaan hingga kakek nenek itu memilih mengadopsi diriku.

Aku ingin membalas mereka. Namun, sebelum aku tamat kuliah. Mereka meninggal dunia.

Aku hidup benar-benar sendirian lagi. Ayah dan ibu hingga sekarang tak pernah berkunjung melihat diriku.

Tetapi, aku tak sedikit pun ingin bertemu mereka. Sebab kasih sayang kakek nenek berikan, aku hampir kehilangan rasa terhadap orang tua kandung.

Meski begitu, di hati kecilku sekarang berharap mereka menemui diri ini yang kesepian. Setiap malam aku selalu menangis merindukan ayah ibu dan kakek nenek.

Aku tak tahu bagaimana keadaan ayah ibu sekarang. seperti hilang ditelan bumi, aku tak dapat menemukan kabar apapun tentang mereka.

Kesedihan muncul dalam diriku. Rasa ketenangan mulai goyah. Perlahan kegelapan pudar. Cahaya menyilaukan menusuk mataku.

Setelah itu, aku tak dapat melihat apapun.

***

".umimaus itrepes napmat nad tahes kapmat ini umiyab tellraF haltahiL "

Terdengar suara seorang wanita tua berbicara. Bahasa yang tak dapat aku pahami, entah apa maksud dari perkataan sang wanita tua.

Penglihatan mataku tak begitu jelas. Cahaya menyilaukan tadi sedikit membutakan penglihatan.

Mencoba menggosok mata, tanganku terasa mungil. Merasa ganjil, aku memeriksa tangan. Itu terlihat seperti tangan bayi.

Apa yang terjadi? Kenapa tanganku seperti bayi? Aku adalah pria dewasa. Tidak mungkin seorang pria dewasa menjadi bayi lagi.

"?signanem ulales rihal urab gnay iyab halakub ,ubI"

Seorang gadis yang menyandarkan tubuhnya di ranjang berbicara. Sama seperti wanita tua, bahasa mereka tak dapat aku pahami. Namun, terdengar dari nada bicaranya. Gadis itu terasa gelisah akan sesuatu.

Aku tak dapat memproses dengan cepat keadaan yang dialami sekarang. Tak dapat berpikir, isi kepalaku kosong.

Tidak ada peristiwa terjadi di mana seorang pria dewasa menjadi bayi lagi. Lalu, apa yang terjadi? Apakah aku terlahir kembali menjadi seorang bayi?

Reinkarnasi? Itulah kira-kira sekarang ini terjadi. Meski aku tak percaya akan hal itu. Tapi ini terjadi padaku.

Sungguh tak bisa dipercaya bahwa reinkarnasi itu ada. Yang berarti aku telah mati dan terlahir kembali sebagai bayi lagi.

".tahes tagnas ini umiyaB .ritawahk nagnaj ,halgnaneT"

Entah bahasa apa dua perempuan itu gunakan. Yang pasti bahasa mereka belum pernah aku dengar sama sekali. Kata yang mereka ucapkan memiliki dialek unik.

Saat sang wanita tua membalas perkataan sang gadis. Wajah sang gadis berubah tenang. Kemudian, wanita tua yang menggendong diriku mengulurkan diriku kepada sang gadis.

Cahaya remang-remang dihasilkan oleh lilin tak tampak jelas wajah sang gadis. Ketika sang gadis merangkul diriku. Aku merasakan gadis itu masihlah muda.

Sekitaran umur 17 tahunan. Umur masih terbilang muda untuk melahirkan. Tak aku sangka ibuku adalah seorang gadis muda.

Beruntung, ibuku ini tak terjadi apa-apa saat melahirkan.

Kala mataku membaik. Tampak jelas rupa wajah ibuku. Dia begitu cantik bagaikan bidadari. Diwajahnya yang berkeringat, dia tersenyum padaku seolah bahagia telah melahirkan diriku.

Aku jadi teringat saat dulu ibuku sebelumnya tak pernah tersenyum sedikit pun hingga berpikir apakah ibuku sebelumnya menyayangi diriku?

Ditelantarkan semenjak kecil, ibuku sebelumnya tak menyayangi diriku.

Melihat wajah ibuku sekarang yang tersenyum. Hati ini terasa bahagia. Tetapi, ada kekhawatiran dalam diriku. Aku takut ibuku sekarang ini sama seperti ibu sebelumnya.

Jika hal itu terjadi, tak segan aku akan meninggalkan ibuku sekarang. Sebagai seorang pria dewasa, aku mampu hidup sendirian.

".ukartup ,urab ainud id gnatad tamaleS"

Mengusap wajahku. Ibuku bergumam pelan ditelinga kecilku.

Meski aku tak paham maksudnya. Tapi nada bicara ibuku seperti menyambut kedatangan diriku di dunia ini.

Sebagai balasan aku memegang tangan ibuku. Kulitnya halus seakan-akan dirawat setiap saat. Ibuku berseri. Dia memang bahagia atas kelahiran diriku.

Aku yakin bahwa ibuku ini takkan sama dengan sebelumnya. Andaikan memang seperti itu. Aku akan sangat bahagia dan takkan membuat sedih ibuku.

Aku selalu iri dengan orang-orang yang bisa membahagiakan ibunya. Sejak dulu, ingin sekali aku membahagiakan seorang ibu. Namun, itu takkan pernah terjadi.

Tapi sekarang mungkin aku bisa membahagiakan seorang ibu seperti orang lain.

Ya, sekarang aku akan membahagiakan ibuku.

"!telrraF"

Seseorang menerobos masuk ke ruangan ini. Dia berteriak mengejutkan diriku. Karena keterkejutan itu mengakibatkan sesak nafas padaku.

"!dlojrA ,halmaiD"

Sang wanita tua di samping menegur seorang remaja yang menerobos masuk. Melihat aku yang sesak napas, ibuku panik.

Tak tahu harus bagaimana, ibuku menangis. Mengabaikan teguran wanita tua, remaja menerobos tadi mendekati kita. Kemudian, memeluk diriku dan ibuku.

Aku tak tahu siapa dia. Terlihat dari perilaku yang ditunjukkannya aku mengasumsikan bahwa dia adalah ayahku sekarang.

Sungguh mengejutkan lagi. Ayahku seorang remaja. Aku tak tahu bagaimana peraturan tentang usia pernikahan di sini. Tetapi, jika mereka siap satu sama lain. Itu takkan jadi masalah.

Di sini, di keluarga baru ini. Aku mengharapkan sebuah kebahagiaan bersama. Diri yang tak pernah merasakan kasih sayang orang tua kandung. Semoga mereka menyayangi diri ini yang menyedihkan.

Aku takkan mengecewakan mereka. Tak peduli apapun terjadi, jika memang mereka menyayangi diri ini. Kebahagiaan akan datang kepada mereka.

Aku bukanlah siapa-siapa. Tapi aku yakin akan membawakan kebahagiaan pada keluarga ini.

Itu adalah janjiku pada diri ini.

Tak peduli di mana aku berada, apa yang akan aku hadapi di masa depan, rintangan apapun itu. Aku akan menghadapinya demi kebahagiaan keluarga ini.

Tekad ini akan aku tanam pada diri ini. Aku hidup hanya untuk kebahagiaan keluarga.

Kemudian, mataku tertutup. Rasa lelah menyerang tubuh lemah ini. Tak bisa bertahan lama lagi, aku terlelap.

The Side HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang