Happy Reading
.
.
.
.Cuaca pada malam ini cukup dingin, dengan baju kaus hitam yang ia kenakan sekarang tidak mampu membuat tubuh jangkung Sagara untuk hangat, tanpa perduli Sagara tetap melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar ia bisa tiba dirumah sebelum malam begitu larut
Sagara telah sampai dirumahnya pukul sebelas lewat malam, saat membuka pintu terdapat sang ayah yang sedang duduk di kursi ruang tamu dengan pandangan tajamnya menatap kearah Sagara.
"Masih ingat pulang kamu, Sagara?" Sagara menundukkan kepalanya tidak berani untuk menatap mata ayah angkatnya itu
"Keruangan papa sekarang." Perintahnya sembari melenggang pergi meninggalkan Sagara yang masih berdiri di depan pintu
Sagara menurut, ia mengikuti langkah sang ayah dari belakang. Tujuannya adalah ruangan kerja yang selama ini dipakai untuk memantau perkejaan dikantornya
Plak
Satu tamparan mendarat pada kepala Sagara dengan cukup keras dan dilanjuti dengan lemparan lembaran kertas kearah wajah Sagara
"Apa maksud kamu Sagara! Kamu mau bikin saya malu?!" Sagara tak menjawab ia hanya menundukkan pandangannya
"Apa yang kamu harapkan dari nilai yang seperti ini Sagara! Bahkan orang bodoh saja bisa lebih dari kamu."
"Dasar anak tolol kamu!"
Plak
Tamparan kedua mendarat pada pipinya
"Maaf, pa" hanya itu yang bisa ia ucapkan
"Lihat! Anak temen saya aja bisa jadi juara umum. Sedangkan kamu bisa apa?! Hah? Bisa jadi beban dan malu-maluin saya aja? Itu mau kamu kan?!" Hening tak ada jawaban dari mulut anak itu
"Duduk, Sagara." Perintahnya. Sagara langsung merendahkan tingginya dan berlutut didepan ayah angkatnya itu
Plash!
Plash!
Dua cambukan yang terasa pada punggungnya membuat Sagara meringis dengan rasa sakitnya, perih, sakit pa. Itu yang ingin Sagara bilang namun ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya
"ASTAGHFIRULLAH MAS!" seorang wanita tiba-tiba saja datang dan langsung memeluk tubuh Sagara
"Bela aja terus anak kamu itu yang hanya bisa bikin saya malu!"
"Gak gini juga caranya, mas. Sagara kesakitan.." lirih Farisha yang prihatin dengan kondisi anak angkatnya
Farisha membawa anaknya itu untuk melangkah pergi dari hadapan suaminya. Ia menutup perlahan pintu ruangan kerja suaminya itu dan membawa anak itu untuk duduk bersamanya diruang keluarga
"Sagara, nilainya kenapa?" Tanya Farisha yang tangannya masih memegang selembar kertas hasil dari ujian Sagara
"Maafin aku, ma."
"Anak kamu itu akhir-akhir ini nilainya makin turun. Entah apa yang ada dipikiran bodohnya itu!" Sambar Agam yang baru saja keluar dari ruangannya
"Masuk kamar gih, Belajar besok kan sekolah. Nanti mama suruh bibi buat bikinin kamu minuman" sambungnya
Sagara berdiri dari duduknya lalu melangkah pergi dan menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
"Kak, minjem motor dong" ujar Jenggala yang baru saja keluar dari kamarnya yang berada disebelah kamar Sagara
"Kamu mau kemana?"
"Depan doang."
Tanpa berpikir panjang Sagara langsung memberikan kunci motornya kepada Jenggala.
Sagara duduk di kursi belajarnya dan masih bergelut dengan bukit buku yang menjadi pemandangannya setiap hari.
Kepala Sagara terasa begitu pusing dan membuat benda-benda disekitarnya seperti berputar, Sagara terus memegang kepalanya menggunakan tangan kiri miliknya dan tangan satunya lagi untuk memegang kuat meja belajarnya agar tubuhnya tidak tumbang
Tok ... Tok ...
Tidak lama setelah pintu itu diketuk, pintu itupun terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang masuk diambang pintu sembari membawa nampan yang berisi susu dan roti lapis untuk Sagara
"Den, ini makanan untuk aden" Sagara menoleh kearah sumber suara dan berusaha untuk menyembunyikan rasa sakitnya
"Di hidung aden ada ap— astaghfirullah darah?!" Pekik sang asisten rumah tangga dengan panik
"Sttts, bi, jangan teriak nanti mama denger, aku gapapa kok." Balas Sagara sembari buru-buru mengelap kasar darah yang ada di hidungnya
"Aden sakit? Pasti Aden belum makan kan? Sini bibi suapin."
"Ga usah, bi. Aku bisa sendiri.." Sagara mengambil nampan yang kini sudah ada dimejanya
"Bibi istirahat ajaa, aku gapapa kok. Oh, iya. Soal yang tadi jangan bilang siapa-siapa ya, bi" sambung Sagara dengan senyum hangatnya"Iya Aden, jangan lupa istirahat. Bibi pergi dulu" balas wanita itu lalu pergi dari hadapan Sagara
Sagara menutup buku pelajarannya lalu memakan roti yang baru saja dibawakan oleh Bi Desi seorang asisten rumah tangga yang sudah bekerja di sana cukup lama sedari Sagara berumur lima tahun.
Sagara kini sudah perlahan-lahan memejamkan kedua matanya, harap-harap pening di kepalanya akan segera hilang.
***
"Loh? Bukannya itu motor gara ya? Katanya kagak mau ikut turun tu anak" ujar salah satu teman yang duduk disebelah Abrian
"Mana?"
"Ituu dipojokkan"
"Lah iya, ikut turun ternyata dasar Denial." Ledek Abrian
"Samperin yok" ujar salah satu teman Abrian sembari merangkul pundaknya
Mereka berjalan menuruni anak tangga dan menerobos sekumpulan orang yang berada dibawah
"Woi" sapa Abrian sembari menempeleng kepala yang masih menggunakan helm berwarna hitam
Lelaki yang merasakan pukulan pada kepalanya pun menoleh dengan raut wajah yang tak senang, ingin sekali ia membalas menonjok wajah orang yang baru saja memukuli kepalanya tadi
"Gila Lo Gar, turun kagak bila-bilang. Ck, ck, ck." Decaknya sembari bersandar pada motor yang katanya milik Sagara itu
Remaja yang mereka sangka Sagara itu langsung membalikkan badannya dengan cepat dan membelakangi mereka berdua
To Be Continued
.
.
.
.
.Jangan lupa votee( ╹▽╹ ) biar aku tambah semangat buat lanjutkan ceritanyaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sagara
Fanfiction❝Jika boleh meminta, aku ingin mereka kembali menyayangiku seperti dulu..❞ ©cicixo_25 ❦²⁰²³❦