B Chi Hyper - Alasan Menjadi Pemuja Pria

3.9K 57 0
                                    

B Chi Hyper -
Alasan Menjadi Pemuja Pria

Sebagai seorang Chinese Indonesia, gue tumbuh dari keluarga besar yang kesehariannya hidup dalam dunia perdagangan. Baik kedua orang tua gue, om, tante, juga kakek, dan nenek dari masing-masing kedua orang tua gue pun semuanya memiliki usaha yang bergerak di bidang yang mereka pahami masing-masing.
Contohnya sendiri, orang tua dari Mama membuka usaha penjualan furniture kasur dan beberapa perabot rumah tangga. Mama dan Papa sendiri memiliki toko rumah makan. Begitu pula dengan om dan tante gue ada yang membuka usaha toko kelontong, bengkel motor / mobil, dan masih banyak lagi jika harus dijelaskan satu per satu.

Nama gue Balthier Kusuma, anak kedua dari tiga bersaudara dimana gue memiliki seorang kakak lelaki yang usianya empat tahun lebih tua dari gue, juga adik perempuan yang berbeda usia 2 tahun di bawah gue. Di usia gue yang sekarang sudah 23 tahun, gue memiliki pengalaman kerja kurang lebih sekitar 1.5 tahun pada sebuah perusahaan retail besar di Indonesia ini sebagai Sales Marketing Officer. Pekerjaan yang gue jalani sekarang bisa gue bilang menyenangkan. Sayangnya, kedua orang tua gue masih saja tak rela jika gue masih bekerja dengan ikut orang.

"Udah Tier, kamu buka usaha aja, nanti Mama Papa yang bantu modalinnya." Kata Mama saat gue bersama keluarga sedang berkumpul di rumah. Memang hanya gue disini yang tinggal ngekos karena jarak antara kantor dan rumah yang jauh.

"Mending gitu Tier, itu ko Alfan juga sekarang cafe nya udah rame. Butuh waktu memang merintis usaha." Balas Papa dengan wajah mencemaskan.
"Papa sama Mama juga masih bisa support kamu. Support kalian juga." Lanjutnya sambil melirik ke arah ketiga anaknya.

"Belum kepikiran Ma, Pa. Tier juga ga tau mau buka usaha apa." Jawab gue pelan.

"Hmm, mau coba bikin usaha minuman galon gitu? Kata temen gue cuannya lumayan tuh." Sergah ko Alfan dan segera gue menatapnya dengan penuh terimakasih. Pasalnya gue tahu benar kalau ko Alfan ini sedang bercanda, dari wajahnya saja sudah nampak berbohong. Ia berkata demikian hanya ingin menenangkan Mama dan Papa sejenak.

"Oh ya? Coba jelasin ke Papa ko." Tanya Papa.

"Eeerrmmm..." Ko Alfan dengan pintar mengoceh menjabarkan tentang usaha galon air yang dimiliki oleh teman khayalannya ini. Setelah menjelaskan panjang lebar dengan banyaknya hal yang ia karang, tak disangka-sangka Mama dan Papa malah tertarik oleh pembahasan barusan.

"Nahh boleh tuh, gak masalah ko." Mama tersenyum lebar.
"Itu ikutin kata kokomu, Mama ga mau tahu, bulan depan kamu udah harus resign, terus cari tempat di apartement buat jualan." Titah Mama pada gue.

****

Sebenarnya bukan gue tak mau membuka usaha seperti keluarga-keluarga gue yang lain. Tetapi, ada sebuah alasan dibalik apa yang gue lakukan sekarang. Dengan bekerja kantoran, gue bisa terbebas dari tinggal di rumah kedua orang tua gue, gue bisa bebas ngelakuin apa yang gue mau, dan terlebih, gue bisa mengeksplorasi apa yang menjadi kebahagiaan gue ini.

Gue adalah seorang Gay yang sadar sejak usia gue menginjak 10 tahun. Pada masa kecil kala itu, gue dan saudara-saudari gue dititipkan di rumah kakek nenek dari Mama yang memiliki banyak pekerja pria di sana. Kehidupan masa kecil gue penuh dengan les mulai dari les mata pelajaran hingga les alat musik. Gue yang kerap kali melihat sosok pria-pria pegawai kakek nenek gue ini, dengan tawa riangnya berkumpul bersama teman-teman saat mereka bekerja.

Seolah bebas, tak ada beban, setidaknya itulah yang gue pikirkan ketika gue kecil.

––––
Mereka berpanas-panasan bekerja namun masih terlihat senyuman di wajahnya. Canda gurau terdengar kencang saat mereka beristirahat di depan toko, maupun di belakang toko bagian gudang penyimpanan. Kulit mereka yang hitam terbakar matahari terlihat kontras dengan warna kulit gue yang putih. Selalu gue melihat mereka bertelanjang dada, badan penuh ototnya itu basah oleh keringat yang mengucur deras. Sambil menyesap minuman es dingin di plastik atau gelas, mereka saling bercanda dengan sangat lepas. Berbeda dengan gue yang bagai terpenjara dalam rutinitas yang membosankan dan itu-itu saja.

B Chi HyperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang