Page 05 ; Morning Kiss

204 39 17
                                    

Jangan lupa vote🤍

05. Morning Kiss


Ting nong

Jean yang lagi menikmati kopi susu buatan Rubi hampir saja kesedak akibat bel apart-nya berbunyi dengan tidak santainya, ditambah lagi gedoran pintu depan sana yang terkesan seperti lagi demo. Jean melap sudut bibirnya sebelum beranjak lalu pergi untuk melihat siapa yang ada didepan sana.

"Ikuut.." Rubi kayak bocil yang lagi membuntuti bapaknya. Bahkan Rubi gak jaim buat memegang bahu Jean dari belakang. Udah kayak main naik kereta api aja.

Jean mematung ketika sudah membuka pintu. Melihat ada stroller bayi didepan matanya kini. Tangannya terulur ngambil surat yang ada didalam stoller itu. Sementara Rubi, dia sudah mulai menoel-noel pipi bayi yang entah anak siapa. "Bibirnya mirip banget sama lo, Je. Curiga anak lo nih!?"

"Bibir keluarga Adhiwangsa emang hampir semua seperti itu. Bawa masuk."

"Nyuruh lo?"

Jean tidak menjawab, milih masuk duluan meninggalkan Rubi yang jadi mau gak mau harus menuruti suruhan Jean yang memintanya buat membawa stroller bayi beserta bayinya juga pasti, masuk kedalam apart. "Jadi ini anak lo beneran?"

"Saya jomblo keren."

Rubi memandang tak suka, "Sok iya lo!"

"Emang saya jelek?"

"Ya ganteng sih," Habis menjawab spontan gitu, Rubi tiba-tiba linglung gugup gak berani melihat Jean walaupun cuma sebentar. Memilih untuk pergi kedapur, pada akhirnya.

Jean terkekeh kecil menyadari perubahan sikap Rubi. Beralih menggendong bayi dalam stroller. Jean menghela nafas panjang, "Ini demi bunda saya."

;

Jean mengerang kecil, tangis bayi dalam gendongannya gak kunjung reda sejak beberapa menit yang lalu. Sedangkan Rubi hanya menggeleng kecil. Bagaimana tangis bayi itu bisa reda kalau Jean hanya duduk disofa dengan kaki diangkat satu, gak mau berdiri untuk menimang-nimang bayi dalam gendongan lelaki itu. "Mau susu gak sih dia tuh?"

"Mungkin."

"Susu Dencauw ada gak, Je?"

"Gak habis pikir saya sama kamu, ngapain saya nyimpen susu untuk anak kecil?"

"Siapa tau! Namanya juga panik debay nya nangis terus."

"Bayi segini itu masih harus minum asi."

"Asi-in, gih." Lanjut Jean kelewat polos, udah kayak nyuruh ngerebus air aja. Rubi sekarang melongo tidak percaya, namun sedetiknya cepat-cepat dia menutup dadanya dengan kedua tangan. Rubi menggeleng keras. "Lo lebih gak habis pikir!"

"Loh? Ya masalahnya saya gak punya asi, Rubi."

"Ya gak gue juga,"

"Lagian gue juga belum mateng." Ucapan itu, Rubi berujar dengan nada sangat kecil. Sampai-sampai Jean hampir mengira kalau itu adalah bunyi nyamuk atau sejenisnya. "Kamu ada ngomong?" Tanyanya, karena Jean lihat bibir Rubi berkemik.

"Gak."

Jean menyodorkan bayi dalam gendongannya, ke Rubi. Walau bingung, Rubi tetap nerima, matanya berbinar. "Tidurin Zean bisa gak?"

Rubi mengernyit, dengar nama yang asing baginya keluar dari bibir tipis Jean. "Zean?"

"Itu anak kakak saya, dinamain Zean. Mungkin dinamain mirip sama nama saya biar kegantengan san sifatnya juga mirip sama saya, kali."

Rubi menutup mulutnya dengan sebelah tangan, berpura-pura akan muntah akibat dengar penuturan kelewat percaya diri Jean barusan. Jean hanya tersenyum sekilas lalu pergi masuk ke kamarnya. Dan Rubi, cewek itu kini mulai memainkan jiwa keibuannya.

;

Disaat Rubi sibuk, lelah letih dan lesu mengurus Zean. Si Jean malah asik menonton kartun si kembar upin ipin. Bahkan melupakan bahwasanya kini sudah jam setengah sebelas malam. Sejak tadi Jean selalu aja menghindar ketika Rubi ingin meminta gantian menjaga Zean. Lagian Zean kan keluarga Jean, sangkut pautnya sama Jean dong? Lah kenapa jadi dia yang cape ngurus, pikir Rubi.

Untungnya kini Zean mulai terlelap, Rubi jadi bisa menidurkan bayi itu dikasur si pemilik apart. Se-keluarnya dari kamar Jean, Rubi melepaskan sebelah sandalnya, melemparkan dengan keras kepada Jean yang lagi duduk santai di sofa. Muka Rubi udah kayak mau bunuh orang, Jean yang melihat itu malah terkekeh kecil. Menepuk tempat kosong disebelahnya. "Duduk sini, istirahat dulu. " Mendengar penuturan halus Jean, entah kenapa membuat Rubi nurut gitu aja. Duduk disebelah Jean, siapa sangka Jean menarik kepala Rubi hingga bersender di pundak lebarnya. Menepuk dan mengusap kepala Rubi sekarang. "Zean bakal tinggal sama saya, selamanya. "

"Kamu juga gitu aja, gimana? "

Rubi yang baru saja hendak menutup mata, sekarang tersedak dibuat Jean. Sontak Rubi memukul dada Jean, menatapnya dengan aneh. "Enteng lo ngomong gitu. "

"Ya namanya juga ngomong, enteng lah. "

Rubi menghela napas, Jean ngikut ngehela napasnya. "Kerja sama saya, cuma ngurus Zean. Seminggu-nya saya gaji sepuluh juta. "

Layaknya ada banyak bintang berkelap-kelip di kedua netra Rubi. Berdeham sejenak, sok pikir-pikir matang. Padahal mah gas aja, kalo gajinya segitu mah! "Ngurus Zean aja kan?"

"Sepaket sama saya. "

Bibir Rubi melengkung kebawah, maunya Rubi sih tidak usah sepaket. Tapi tidak apa, gaji sebesar itu adalah alasan dibalik semua ini. "Tapi gue gak perlu tinggal disini kan? Jadi gue tinggal dateng kesini tiap pagi buta, trus balik waktu Zean udah tidur malemnya—"

"Pilihannya dua. Yang pertama, kamu tinggal disini. Atau yang kedua, kalau kamu gak tega ninggalin rumah, ya saya dan Zean yang tinggal dirumah kamu. "

Dengan cepat Rubi jawab, "Lo berdua aja yang kerumah gue. " Sebab Rubi benar-benar gak tega jika harus pergi dari rumah peninggalan ayah dan bundanya dalam waktu yang tidak menentu. Apalagi sekarang majikannya modelan Jean.

"Malam ini kamu nginep dulu, temenin Zean. "

"Nurut, saya buat surat kontrak kerja dulu. "

Setelah itu Rubi hanya mengangguk tanpa bantahan. Pergi ke kamar Jean dan tidur memeluk Zean. Entahlah, Rubi suka memeluk jika ingin tidur.

;


Keesokannya. Rubi membuka matanya, terdiam guna mengembalikan nyawanya. Sadar dengan penuh, Rubi terkejut ketika tidak ada Zean dalam pelukannya. Kini malah dia yang ada di dalam pelukan. Sedikit mengesampingkan kepanikannya, Rubi dibuat berdebar ketika menatap wajah Jean sedekat ini. Tapi rasanya seperti sedang dipeluk ketenangan. Bahkan tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik keatas membentuk sebuah senyuman.

"Ada yang keciduk." Jean terkekeh melihat ekspresi terkejut Rubi ketika dirinya tiba-tiba saja bangun dan memergoki Rubi tengah tersenyum menatapnya.

"L—lo naruh Zean dimana? "

Seperti sebuah serangan jantung dipagi hari. Rubi benar-benar tidak expect, bukannya mendapat jawaban, dia malah mendapat kecupan singkat.

tbc.

terima kasih untuk vote💚🖤💗

She's in The Rain • NCTJaehyun & BPJennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang