Page 11 ; Tentang Jean?

125 22 8
                                    

Selamat membaca, jangan lupa support dengan vote! 🤍


11. Tentang Jean?


"Haha! Bunda, masakan aku lebih enak! Kan, pah? "

"Masakan bunda lebih enak, iya kan? "

"Masakan kalian sama enaknya——"

"Pilih salah satu! " Ujar sepasang ibu dan anak itu bersamaan, membuat sang kepala rumah tangga terkikik gemas. Anaknya begitu semangat jika masalah menang dan kalah, sementara istrinya sekarang seperti anak kecil juga.

"Keduanya punya kekurangan dan kelebihan masing-masing, gimana ayah gak bingung coba? "

"Pilih yang terbaik gitu, yahh! "

"Kamu yakin gak bakal ngambek? "

"Papa pasti pilih aku! "

Jarang-jarang melihat pertengkaran ibu dan anak yang memperebutkan posisi pertama, kaya sekarang ini. "Masakan bunda lebih enak——"

"PAPA GITUUU!! "

"Jean sayaang, anak papa yang ganteng. Bunda kan lebih berpengalaman sayang, bunda sudah masak berapa tahun coba? dari ayah masih jadi pegawai magang sampai sekarang. Bunda udah banyak sekali belajarnya, tapi Jean juga gak kalah hebat kok! Untuk seumuran Jean, kamu sudah bisa dibilang chef cilik! Papa bangga sama kamu, nak. " Tuturnya dengan perlahan, mencoba memperbaiki mood anak semata wayangnya itu.

Bibirnya tersenyum tipis, wajahnya yang tenang namun dalam sekejap mengernyit kebingungan.

"Jean, jangan terlalu dipinggir! "

"Jean! "

"JEANN!!! "

"Bunda.. "

"Bunda, Jean takut. "

"Jean minta maaf, bun. "

Matanya yang semula tenang kini mulai menitikkan air mata, kedua tangan yang tadinya memeluk lembut kini berubah mencengkram tanpa sebab, "Bunda, "

"Kamu bisa gak jangan main aja kerjaannya? Papa capek, pulang kerja harus kesana kesini anter jemput kamu Jean. "

"Bunda kamu sudah buta dan gak bisa jalan, jangan nambah beban papa dong. "

Figur seorang ayah, apa memang begini?

"Jean, sudah berapa kali papa bilang nilai kamu harus yang paling tinggi diantara yang lain. Kenapa malah hancur begini?! Masuk kamar, kamu harus mulai lebih didisiplinkan. "

"Pah, punggung Jean sakit. Bisa olesin salep? "

"Punya tangan kan Jean? dipakai. "

"Ngga sampai ke punggung, pah. "

"Ngelawan aja kerjaannya. "

Diam salah, menjawab dibilang melawan.

"Mereka keluarga kita juga sekarang, ingat berperilaku sopan sama mereka. "

"Aku sopan kalau aku juga diperlakukan sama."

"Makin kesini makin membangkang kamu, sana masuk——"

"Jam dua aku ke kamar papa, aku harus selesaiin tugas dulu. Habis itu papa bebas kasih hukuman dengan kedok mendisiplinkan atau apapun itu. "

Tamparan, pukulan, segala kekerasan fisik maupun verbal sudah jadi makanan Jean setiap hari sejak insiden kecelakaan yang menimpa bunda nya, hingga kini umurnya sudah 19 tahun. Segala bentuk luka sudah bergantian menghiasi tubuhnya, kepribadian seorang anak yang semulanya ceria kini hilang entah kemana. Jean tumbuh dengan rasa sakit.

Hak nya dirumah sendiri mulai terkikis sebab kedatangan orang baru, perlahan pikiran papanya mulai tercuci dengan segala skenario yang sepertinya sudah direncanakan sejak awal. "Kamu, pergi dari sini. Saya tidak suka ada anak yang tidak menghormati orangtua seperti kamu. "

"Orangtua dirumah ini bagi saya adalah siapa yang membuat saya ada di dunia ini. Kalau hanya pendatang, bukannya yang harus lebih menghormati? Ya, itupun kalau ada rasa malu. "

"Mas dengerin tuh! "

"Jean, jaga bicara kamu. Papa mulai muak sama kamu. "

"Apalagi aku, pah. Jean sakit selama ini. "

Akhirnya, Jean bisa mengeluarkan segala rasa sakitnya selama ini hanya dengan kalimat itu.

"Dasar anak gak tau malu, gara-gara kamu bunda jadi seperti sekarang Je! Sok bilang dirinya sakit, padahal kamu yang melukai. "

Jean tidak menginginkan kecelakaan itu terjadi, tidak ada sekalipun terbesit dipikirannya untuk membuat kondisi bundanya seperti sekarang ini. Kala itu Jean hanyalah anak kecil yang pikirannya hanya diisi dengan main dan main.

"Kalau gitu Jean bakal pergi, tapi biarin bunda ikut aku. "

"Kamu itu selama ini masih menjadi beban, mau kamu kasih makan apa bunda? Sekolah aja masih gak bener. Disini masih ada mama kamu dan kakak kamu yang mengurus. "

"Jangan nyakitin bunda lagi, Je. "

"Aku gak ada nyakitin bunda! "

"Kamu yang buat bunda seperti sekarang! "

"Kamu hampir membunuh bunda kamu sendiri! "

Rasa sesak mulai datang, namun pikirannya seakan menolak untuk berhenti mengingat masa kelamnya. Jean tidak mau bangun. "Je! "

"Jean, bangun! "

Jean membuka matanya, mengubah posisinya menjadi duduk sambil mengelap keringat dinginnya. Kemudian menarik Rubi kedalam pelukannya, Jean menahan agar tidak menangis lagi. "Je bikin khawatir, tau gak? "

"Temenin saya, jangan pernah pergi sebelum saya suruh. "

Rubi mengernyit gak suka, "Jangan egois. "

"Saya belum pernah egois, sejak saya kecil. "

"Lo, mimpi buruk nih pasti. "

"Iya-iya, sebelum lo yang nyuruh gue gak bakal pergi. " Ucap Rubi, hanya pemanis buat Jean biar lebih tenang. Mukanya sekarang udah kaya apa aja, ya tetep ganteng sih.

"Besok saya buatin surat perjanjian. Kita panggil pengacara juga biar ada saksi——atau ke kantornya aja langsung? "

"Anjir? "

"Apa? " Tanya Jean sedikit nyolot.

"Ya apa? " Rubi membalik gak kalah nyolotnya. Jean menyengir kuda takut Rubi terpancing emosi dan marah beneran, sebab kalau Rubi marah gak kalah seramnya. Tanpa bilang apa-apa langsung mengecup bibir Rubi. "Sayang kamu. "

"Iya tau. " Jawab Rubi sok cool, aslinya mah udah mau tantrum. Nada ngomongnya Jean tuh! Khas orang baru bangun, udah termasuk nikmat dunia inimah.

"Saya bakal egois kalau soal kamu. "

tbc.

She's in The Rain • NCTJaehyun & BPJennieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang