Semuanya, terjadi dibawah hujan.
"Nikah itu buat orang yang saling mencintai."
"Kamu gak cinta sama saya?"
"Baru ketemu semprul!"
Gimana jadinya kalo Rubi yang latar belakangnya sederhana ketemu sama Jean yang berbalik 180 derajat sama latar belaka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Saya mau kita nikah secepatnya, menurut kamu gimana? " Ujar Jean seraya mengeratkan pelukannya. Menurutnya berapa lamanya mereka bersama itu gak begitu penting. Namun bagaimana mereka saling mengenalnya itu lah yang penting, dan menurut Jean sekarang sudah cukup. Nanti akan dilanjut setelah menikah, itung-itung biar gak nambah dosa terus.
"Gue aja belum tau banget sama latar belakang lo, minimal kenalin gue ke orangtua lo lah! "
"Ya iya sih, kalau soal saya nanti seiring berjalannya waktu juga kamu pasti paham. Tapi kalau tentang keluarga saya, mending gak usah. Nanti pun kita menikah tidak akan mengundang siapapun dari keluarga saya. "
"Gak sah dong?! "
"Yang penting ada yang nikahin, sama ke KUA. "
"Gak apa-apa kan nikahnya tidak mewah? "
"Ya gapapa, sih. " Suara Rubi mulai kecil, terdengar gak semangat.
"Percuma mewah nanti kamu makannya angin sama hikmah aja, mau? "
Rubi menggeleng cepat, "Kalo nikahnya sederhana bisa makan apa aja, Je? " Tanyanya penuh semangat.
"Saya penuhi kebutuhan lahir dan batin kamu."
Setelah pembicaraan kecil siang itu, malamnya Jean mulai menulis orak-orek di buku catatannya. Apa saja yang harus dipersiapkan hingga hari-H pernikahannya dengan Rubi nanti. Jean menghubungi akun-akun terkait yang menurutnya bisa dipercaya. Entah, Jean hanya ingin cepat mengikat Rubi dengannya. Bukan hanya sebatas karena menyayangi dna mencintai, namun Jean juga ingin melindungi dan membuat Rubi bahagia. "Saya ingin kamu jadi cinta terakhir saya, bi. Kita bawa mama kesini dan hidup bahagia. " Jean mengulas senyuman tipis, menutup bukunya ketika Rubi memeluknya dari belakang.
"Kamu denger apa yang saya bilang barusan ya? "
"Huh? Apa? Aku gak denger, calon istri kamu ini agak tuli. "
Jean terkekeh, melihat semburat merah mulai muncul di pipi Rubi. Namun dia yakin bahwa kupingnya kini juga tak kalah merahnya. "Cie kamu udah mulai sayang sama saya? "
Mendapat gelengan dari Jean membuat Rubi kembali memeluk Jean dengan lebih erat. "Yaudah ayo makan, malam ini aku masak banyak. Zean udah aku boboin. "
"Kamu juga mau? "
Rubi menautkan alisnya pertanda otaknya belum sampai dengan apa yang Jean omongin. "Apanya? "
"Diboboin-Akh! "
Jean tertawa kecil melihat Rubi yang berlari kecil meninggalkan dirinya sehabis menjitak kepalanya. Semakin banyak waktu yang dia habiskan dengan Rubi, semakin sayang pula Jean pada Rubi.
;
Satu bulan berlalu, persiapan pernikahan Jean dan Rubi sudah hampir selesai. Jean dan Rubi pun sudah lengket tiada duanya. Bahkan amplop dan perangko-nya pun kalah lengketnya. Rubi setiap hari selalu menyempatkan diri pergi ke kantor Jean, dia juga sudah dikenal oleh teman dan rekan kerja sekantornya Jean. Bahkan tiap kali Jean kumpul nongki, dirinya selalu mengajak Rubi dan Zean ikut bersamanya.
"Hari ini saya gak kerja aja ya. "
Rubi tidak menjawab, sibuk mendusel pada dada polosan Jean yang bidang dan sudah menjadi tempat nyaman Rubi setiap tidur. "Kerja aja, emang kenapa mau gak kerja? "
"Kamu pucet gini? "
"Aku aja yang ikut ke kantor. Jangan keseringan bolos kerja! " Rubi mulai membuka matanya, menarik tengkuk Jean dan memberi kecupan singkat pada bibir tipisnya. Berniat ingin beranjak untuk pergi ke toilet namun pandangannya buram dan kepalanya mulai terasa seperti berputar. Untung saja posisi Rubi masih belum jauh dari kasur, saat sudah merasa tidak sanggup berdiri buru-buru Rubi menjatuhkan dirinya kembali di kasur.
Jean terkejut segera merubah posisinya menjadi duduk didekat Rubi, "Gimana saya mau kerja kalo gini? Pikiran saya udah pasti bakalan gak fokus. "
"Aku marah kalo kamu gak kerja. "
Mendengar nada bicara Rubi yang lemas namun tatapannya begitu memohon, membuat Jean pada akhirnya menghela napas. "Saya kerja setengah hari. "
Rubi tersenyum kecil, kemudian mengangguk. "Ayo mandi bareng. "
"Saya buat air hangat dulu, biar kamu gak kedinginan. "
. . .
Cup! Cup!
Jean memberi kecupan disemua bagian wajah Rubi dan berakhir mengecup punggung tangan Rubi. Begitulah rutinitas Jean sebelum bepergian. Rubi yang awalnya risih karena merasa alay, kini malah nyaman dan senang karena dapat merasakan Jean yang begitu menyayangi nya. "Badan kamu hangat, inget minum obatnya. Udah saya siapin semua di meja samping tempat tidur. "
"Kalo emang Zean kelewat rewel, hubungin saya atau kalau saya gak sempet jawab kamu ajak istrinya Jio aja kesini buat nemenin sekaligus bantu kamu. Soalnya hari ini saya majuin semua jadwal meeting biar bisa cepet pulang. "
Rubi mengangguk semangat mengingat dia dan istrinya Jio sudah akrab walau hanya lewat beberapa kali pertemuan saja. Rubi juga jadi banyak belajar mengurus anak dari Sena, istrinya Jio. "Liat, yang ada kamu yang bawel. "
"Saya gak usah kerja aja ya? Biar bisa ngerawat dan ngawasin kamu juga. "
"Emang aku tahanan? Pake diawasin segala. "
"Saya serius. "
"Aku juga serius! Aku gapapa ditinggal berdua sama Zean, nanti juga aku emang mau ajak kak Sena kesini kok. "
"Bener ya? Apa sekarang aja saya suruh Jio buat anter Sena kesini biar gak ninggalin kamu sendirian. "
Rubi berdecak kesal, "Aku udah hubungin kak Sena dari semalem. Dia bilang bakal kesini jam 9, ini udah hampir jam setengah sembilan. Tinggal nunggu lagi setengah jam aja Je. "
Jean menghela napasnya kasar, kembali mengecup punggung tangan Rubi. "Saya tinggal sebentar ya, tolong jaga diri kamu. Kamu harus baik-baik aja sampai saja balik. Sisanya saya yang bakal jagain kamu, dan Zean. "