Part 3

7 0 0
                                    



Sudah 3 hari sejak kejadian di kamar mandi dimana setelah hari itu Mito sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya saat ada kegiatan UKM, bahkan ia sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya di kelas dengan alasan sakit.

Setelah lama bergulat dengan dirinya sendiri, akhirnya ia kembali ke kelas dengan membawa surat keterangan sakit dari dokter. Surat itu palsu, tentu saja. Apa guna kakaknya jika tidak membantu adiknya dalam membolos?

Iya, Mito punya kakak, si cantik dermawan murah senyum itu bernama Karina Dewi Birulangit. Sudah 2 tahun kakak nya bekerja sebagai dokter umum di rumah sakit dan baru baru ini membuka klinik di rumahnya. Walau tempatnya lumayan jauh dari kontrakan bahkan kampus Mito, ia rela berkendara hingga kerumah kakaknya untuk meminta surat palsu. Niatnya patut di acungi jempol.

Ia yang kali ini tengah memberikan surat sakit kepada pj yang bertugas, melihat ke kanan dan ke kiri, memantau keadaan sekitar apakah sungguhan clear atau tidak.

"Yasudah." Ucap pj tersebut lalu memperbolehkan Mito untuk meninggalkan ruangan.

Kakinya melangkah menuju vending machine dekat ruangan pj. Ia menekan salah satu minuman kesukaannya lalu meneguknya hingga habis. Saat ia berbalik, matanya langsung tertuju pada pria yang berada di gerombolan para perempuan. He stand out so charmingly. Ia sesekali menoleh dan menjawab pertanyaan temannya dan akhirnya mata mereka bertemu.

Mito cepat cepat membuang kaleng kosong itu lalu berjalan cepat menuju fakultasnya. Ia tak peduli dengan suara langkah kaki yang mengikutinya lebih cepat atau tidak. Ia ingin buru buru meninggalkan tempat itu.

Grep

Tangan Mito ditahan oleh tangan besar Elang supaya tak lagi lari dari dirinya.

"Kak Mito kemarin kemana saja?" Tanya Elang dengan suara terlampau datar.

"Bukan urusanmu!" Ia mencoba menampik tangannya namun tak kunjung berhasil. Akhirnya ia menyerah lalu menatap Elang dengan tatapan yang sama tajamnya. Saat ia menatap Elang, bukan tatapan tajamlah yang ia dapatkan namun tatapan penuh nafsu. Ia bisa merasakan dirinya di telanjangi dengan mata Elang. "Lepas! Ah!" Ia ditarik menuju kamar mandi terdekat. Tangisannya pecah saat ia tak bisa melawan kekuatan adik tingkatnya ini. "Lepas!"

"Kenapa kau menghindar?" Ucapnya tepat pada telinga sang mangsa. Deru nafas bisa ia dengar keluar dari mulut Mito.

"Lepaskan aku!"

"Jawab!"

Mito dihampit oleh pintu kamar mandi dan tubuh Elang. Ia bisa mendengar bagaimana pelannya kunci pintu kamar mandi itu diputar. Ia berusaha terlihat tangguh tapi tetap saja air matanya mengalir begitu saja. Hanya perasaan takut yang bisa ia rasakan.

"Kenapa, hm?"

"Nggak ada apa-apa. Aku jujur padamu." Ucap Mito dengan suara bergetar. Ia merasakan perlahan pinggangnya dipeluk mendekat ke tubuh Elang. Tangannya masuk kedalam kaus Mito, mengusap dan mencubitnya perlahan membuat Mito terkesiap. Mito menahan kedua lengan Elang supaya tidak lebih jauh menelusuri tubuhnya. Bukannya lepas ia malah semakin mengeratkan pelukannya. Mito bersandar pada bahu Elang sembari mengerang kecil.

Elang menyadari bahwa kakak tingkatnya ini memiliki kulit yang sensitif. Di cubit sedikit saja sudah mengerang dan bergerak tidak karuan. Tangannya mengusap punggung Mito hingga ia merasakan lingkar celananya mengganggu sentuhannya.

"Stop!" Perintah Mito. "Berhenti atau aku tampar?!"

Elang tidak mengindahkan ancaman kakak tingkatnya. Ia terus memasukkan tangannya ke celana Mito, merasakan betapa gempalnya bongkahan berisi itu. Mito meremat pakaian Elang. Ia memiliki keberanian untuk menampar Elang dengan sekuat tenaga, ia hanya butuh waktu untuk membuka pintu yang terkunci dibelakangnya.

Paint My BodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang