Part 01 - Valentine

163 9 23
                                    

Sebuah kue coklat dan satu buah bucket bunga mawar merah dirangkai bersama dengan mawar putih berada di kedua tangan seorang gadis yang sedang berlari-larian kecil usai pulang dari sekolah. Gadis dengan rambut yang dikepang dua itu teramat senang dan bahagia. Ia turun dari mobil ketika seorang sopir telah membukakan pintu untuknya. Bahkan si gadis tidak mau sopirnya membantu memegangi kue dan buket itu karena ingin memberikan surprise kepada sang orang tua.

Namun, langkah riang gadis itu berhenti saat menyadari ada seseorang dengan pakaian serba hitam berdiri di ambang pintu rumahnya yang telah terbuka. Itu adalah seorang pria dewasa, mengenakan celana hitam dan hoodie berwarna senada juga menutup kepala. Wajah pria itu samar-samar terlihat karena mengenakan masker dan tudung jaketnya menutup sampai ke area mata.

Menyadari kehadiran gadis itu, si pria kemudian berdiri tegak. Menghadang gadis kecil yang dari pakaiannya masih duduk di bangku Junior High School itu.

"Aku tidak mengetahui kalau keluarga Valentine memiliki seorang putri kecil," kata pria itu tiba-tiba.

Si gadis tidak mengerti. "Kakak siapa?"

"Siapa dirimu?"

Gadis itu menelengkan kepala sedikit, lumayan merasa heran karena pria tersebut balas bertanya sebelum menjawab pertanyaan darinya. Namun, si gadis tetap menjawab, "Vesty."

Seakan tak puas dengan jawaban gadis bernama Vesty tersebut, pria itu kembali bertanya, "Siapa?"

"Vestyana Valentine."

Masker kain yang menutup bagian mulut si pria itu sedikit bergerak. Vesty menebak bahwa mungkin saja pria itu sedang tersenyum sekarang. "Vesty, ikutlah denganku."

Mendengar itu, tentu saja Vesty menggeleng kuat. Ia tidak kenal dengan pria yang baru dijumpainya untuk sesaat. Selain itu, hari ini juga adalah tanggal 14 Februari yang artinya hari kasih sayang. Vesty sangat ingin merayakan malam valentine bersama dengan keluarganya yang memiliki nama sama, yaitu keluarga Valentine.

Vesty bahkan sampai rela pulang terlambat usai dari sekolah dan memilih untuk berkeliling pasar bersama dengan sopirnya demi mendapatkan beberapa hadiah. Ia juga ingin memberikan kejutan dan menyaksikan kedua orang tuanya terkejut sambil menatapnya dengan bahagia. Vesty sudah merencanakan semua ini dari jauh-jauh hari sehingga ia tidak akan membiarkan rencananya gagal ataupun tidak terlaksana.

"Aku mau merayakan malam valentine dengan orang tuaku," ucap Vesty, wajahnya sedikit cemberut.

"Tapi orang tuamu sudah tiada." Tanggapan dari si pria membuat Vesty mengernyitkan kening begitu dalam.

"Maksud Kakak apa? Ini adalah malam valentine dan kami berencana untuk merayakannya. Tidak mungkin orang tuaku pergi begitu saja. Orang tuaku bahkan tadi meneleponku dan mengatakan ada di rumah." Vesty menjelaskan dengan bersemangat. Bayangan-bayangan wajah orang tuanya yang sedang menunggu di dalam pun memenuhi pikiran, membuat Vesty semakin tidak sabar untuk berjumpa dengan mereka.

Pria itu menghela napas. "Lihatlah ke dalam. Sepertinya, kau juga akan mendapatkan kejutan."

Vesty berbinar, senyum sumringah pun tercetak jelas di wajah. Ia teramat senang sampai langsung berlari ke dalam dengan amat tidak sabar. Beberapa kali ia memanggil kedua orang tuanya, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Pikiran polos Vesty pun mengatakan kalau saja orang tuanya bersembunyi untuk memberikan kejutan.

Namun, Vesty lumayan cerdas. Ia teringat setiap kali dirinya berulang tahun, orang tuanya selalu memberikan kejutan di ruang makan. Maka dari itu, kakinya pun melangkah ke sana dengan amat tergesa-gesa lalu Vesty meletakkan kedua barang bawaan di lantai ketika telah tiba. Kedua tangannya penuh dengan hadiah sehingga perlu melepas barang itu untuk membuka pintu yang ada.

Saat pintu telah dibukanya, dua hadiah tadi pun kembali Vesty ambil dan bawa masuk. Benar saja apa yang dikatakan oleh pria misterius itu, Vesty mendapatkan kejutan yang amat tak terduga.

"AAARRRGGGHHH!!!" Vesty berteriak sekencang-kencangnya, barang bawaan miliknya juga terjatuh begitu saja. Terkejut, itulah yang dirasakan oleh Vesty saat ini. Atau kata terkejut tidak cukup untuk mendeskripsikan seperti apa kekalutan dalam hatinya.

Melihat orang tuanya teronggok tak bernyawa dengan banyak darah menggenang di sekitar, Vesty amat tak kuasa. Kedua orang tuanya itu telentang dengan lubang di kepala, mulut yang mengeluarkan darah, dan badan yang tercabik-cabik seolah terkoyak oleh benda tajam. Tidak hanya itu, beberapa pelayan dan penjaga di rumahnya juga tertumpuk di dalam ruangan yang sama. Mereka dijadikan tumpukan di satu tempat, tampak seperti gunungan mayat dengan darah segar masih mengalir dari tubuhnya.

Bukan kejutan seperti ini yang Vesty inginkan. Dirinya meraung histeris, air matanya mengalir dengan deras tanpa harus berkedip. Perasaan Vesty tidak dapat dideskripsikan dengan kata-kata. Ia takut, sedih, berduka dan terguncang di waktu yang sama. Untuk ukuran gadis kecil sepertinya, Vesty cukup hebat karena tidak pingsan di tempat saat itu juga.

Tidak ingin melihat pemandangan tak mengenakkan itu, juga karena dilanda ketakutan besar, Vesty bergegas lari ke luar, ke tempat di mana mobilnya tadi berada. Namun, yang dijumpainya di sana sama saja, seorang pria yang telah terbaring tanpa nyawa. Sopir yang tadi bahkan masih menawarinya bantuan untuk membawakan hadiah, kini sudah tergeletak di samping mobil dengan mulut dan mata terbuka. Luka yang diterima oleh si sopir juga sama. Ada darah yang mengalir dari luka di tengah-tengah dahinya.

"K-Kenapa?!" Vesty tergagap dalam berkata. Kepalanya dipenuhi dengan banyak pertanyaan mengapa keluarganya, pelayan, para penjaga, dan bahkan sopirnya harus kehilangan nyawa.

"Vesty." Suara itu membuat Vesty menoleh.

Vesty mendapati orang yang tadi ditemuinya di depan pintu. Pria itu berdiri dengan tangan yang disembunyikan di kantong jaketnya. Hoodie dari pria itu tidak lagi dikenakan, menampilkan rambut hitamnya yang tak tersisir rapi dan terlihat berantakan. Mata pria itu menyorot pada Vesty dengan sendu.

"K-Kenapa ... orang tuaku, sopirku, pelayan di sini dan ...." Vesty tak bisa melanjutkan ucapannya akibat kembali terisak dalam tangisan.

"Mereka telah mati, Vesty. Tetapi kau sebagai satu-satunya orang yang hidup harus bertahan. Jangan biarkan duka menggerogoti dirimu," kata pria itu menundukkan badan, membuat wajahnya sejajar di depan wajah Vesty yang menangis kencang.

"T-Tapi ... aku tidak punya siapapun lagi sekarang." Vesty mengusap-usap air mata dengan kedua punggung tangan.

"Kau memiliki aku, Vesty." Jawaban pria itu membuat Vesty untuk sesaat terdiam.

"Kakak siapa?"

"Alexander Abraham. Panggil aku Alex, bukan Kakak."

Malam valentine Vesty agaknya penuh dengan kejutan. Kegagalan dari surprise dan hadiah yang hendak ia berikan, pertemuannya dengan pria misterius, juga melihat seluruh orang di rumahnya mati dalam keadaan mengenaskan. Namun, Vesty masihlah gadis polos dengan usia menuju remaja, duduk di bangku sekolah menengah dan tidak tahu apa-apa.

Ketika Alex menawarkan diri untuk merawatnya, Vesty tidak keberatan. Meski masih dalam keadaan terguncang, setidaknya Vesty sedikit memiliki harapan dan tidak jadi sendirian.

.
.
.


🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

Nightmare ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang