Ruangan bercat putih dengan penerangan lampu keemasan itu pada bagian tengahnya terdapat banyak sofa yang melingkar. Di sisi dinding yang lain juga ada sebuah kursi dengan satu meja di depannya. Ruang tersebut mirip dengan ruangan kantor perusahaan tempat Vesty sekarang bekerja. Namun, ini bukanlah di kantor dan keberadaan Vesty di sana sangat tidak mengenakkan.
Kedua kakinya di borgol pada bagian kaki kursi dan tangannya juga diikat ke belakang. Hal ini terpaksa Alex lakukan agar Vesty tidak meronta dan berusaha kabur darinya. Alex harus tahan meski berulang kali Vesty melontarkan umpatan-umpatan kebencian dari mulutnya.
Alex menghela napas berat. Ia lantas berkata, "Apa kau memang sudah sebenci itu padaku, Vesty?"
"Tentu saja! Pembunuh mana yang masih bisa aku cintai jika yang dibunuh adalah orang tuaku sendiri?" Vesty menjawab.
"Tapi di mataku kau tidak terlihat seperti benar-benar membenciku," tutur Alex.
Vesty tertawa kecil. Memang tidak mudah untuk langsung menghilangkan kesan dari orang yang sudah sepuluh tahun bersama dengannya. Selama sepuluh tahun yang dipenuhi dengan hal-hal manis tanpa sedikit pun cela. Barang setitik saja, Alex tidak pernah sedikitpun berbuat buruk terhadapnya. Tetapi kenyataan pahit yang diterimanya dari keluarga aslinya membuat Vesty tidak boleh lagi menaruh rasa. Pria yang di hadapannya sekarang adalah penjahat yang tidak boleh ia maafkan dengan mudah meski apapun itu alasannya.
Keduanya kemudian tidak saling bicara lagi. Keheningan menyelimuti untuk beberapa saat sampai Alex yang terlebih dahulu bersuara. Lelaki itu memandang Vesty, sedikit miris dalam hatinya karena wanita yang dicintainya itu justru membuang wajah ke arah lain.
"Seorang pembunuh bayaran sekalipun harus dibayar dulu untuk bergerak. Harus mendapat perintah dulu untuk membunuh. Meski aku dalang di balik pembunuhan di malam itu, masih ada dalang lagi di baliknya yang bertanggung jawab sebagai otak segala rencana." Alex menjelaskan.
Itu benar. Vesty tertawa kecil sekarang. "Kau mau mengalihkan kesalahan yang kau perbuat pada orang lain?"
"Tidak. Aku ingin kau tahu segala kebenarannya. Jika itu kau dan jika perasaanku muncul padamu sebelum hari itu, aku tidak akan melakukan hal mengerikan itu padamu, Vesty. Sayangnya memang, kau masihlah anak-anak saat itu dan tragedi itu menjadi pertemuan pertama kita."
"Penjelasanmu itu sangat tidak berguna, Alex."
"Sepuluh tahun aku merawatmu adalah balas atas rasa sesal yang menggerogoti hatiku. Aku benar-benar tidak tahu bahwa keluarga Valentine memiliki seorang putri yang masih kecil. Satu-satunya yang kutahu adalah aku harus membunuh seluruh keluarga Valentine di kediaman itu." Alex kembali menjelaskan.
"Persetan! Kau yang membuat sepuluh tahun masa hidupku tidak tenang oleh mimpi buruk." Vesty berteriak kesal, pelupuk matanya sudah berkaca-kaca hendak menumpahkan air mata yang sedari tadi coba ia tahan.
"Lalu apa yang mau kau lakukan?" Alex memberikan penekanan saat berkata demikian, membuat kekasihnya terdiam dalam kebingungan.
Jelas Vesty tidak tahu hendak melakukan apa sekarang. Ah, tidak. Ia tahu. Ia perlu melakukan balas dendam dan membuat Alex membayar atas segala hal yang telah ia alami selama ini. Keluarga barunya juga pasti akan membantu jika seandainya ia meminta pertolongan. Kali ini, Vesty juga sudah tidak sendirian. Ada paman dan bibinya serta saudara sepupu yang terlihat peduli serta baik hati padanya. Ia tidak perlu lagi menghadapi hari sendirian setelah fakta bahwa kekasih yang paling dipercaya justru adalah pembunuh kedua orang tuanya.
Namun, mengapa Vesty masih saja merasa ragu untuk melakukan hal tersebut? Sepuluh tahun berlalu dan keluarganya baru menemukan dirinya, mereka bahkan tidak bisa membawa Alex ke polisi bahkan setelah tahu ia kekasih Alex. Pun mereka tidak bergerak setelah bertemu langsung dengan Alex atau setelahnya. Mereka seakan membiarkannya begitu saja.
Vesty semakin merasa tidak nyaman. Pikirannya kacau oleh pertimbangan-pertimbangan tidak masuk akal tentang bagaimana ia akan memulai balas dendam. Kepada siapa ia akan balas dendam? Alex yang merupakan eksekutor kematian keluarga Valentine atau justru dalang di balik siapa yang memberikan perintah pembunuhan? Mau memulai dari mana?
Kepala Vesty seperti berputar oleh pemikiran-pemikiran yang berat. Kali ini, air matanya benar-benar sudah menetes. Tidak sanggup lagi rasanya Vesty memikirkan segala hal, terlebih kondisinya diikat seperti layaknya korban penculikan. Ada tawa getir di sela-sela tangis Vesty yang bisa Alex dengar.
"Kau ... baik-baik saja?" Alex bertanya, khawatir, cemas, dan kalut. Meski ia pasti tahu jawabannya apa tetapi tetap saja ia bersuara demikian.
Lagi-lagi Vesty tersenyum. Bukan senyuman manis, tetapi menunjukkan ekspresi sedih dan terluka. "Apa aku bisa baik-baik saja?"
Hati Alex berdesir tidak nyaman. Ia tidak suka melihat kekasihnya dalam keadaan kacau seperti itu. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pelaku dan penyebab kekasihnya menjadi seperti itu juga adalah dirinya. Alex merasa bersalah, sepuluh tahun bersama dengan Vesty bukanlah waktu yang singkat. Waktu cukup lama untuk benar-benar menumbuhkan ketertarikan dan rasa ingin memiliki pada wanita itu.
Melihat kekasihnya seperti itu, Alex kemudian berucap, "Jika kau ingin membalaskan dendammu, aku akan membantumu, Vesty."
Vesty yang mendengar itu terdiam sesaat, matanya kembali terdongak menatap pada Alex yang kini berdiri di hadapannya dan menunduk serius menyorot dirinya. Vesty tidak menangkap adanya candaan atau kebohongan dari tatapan pria itu. Sebagaimana selama ini Alex yang selalu berkata jujur, ekspresi kejujuran itu juga di tampilkan oleh Alex kala ini.
"Apa maksudmu?" tanya Vesty, sedikit kurang mengerti.
"Dalang di balik pembunuhan keluargamu, ayo balas dendam pada mereka." Alex menjelaskan, singkat.
"Kau mau lari dari kesalahanmu dengan membalas dendam pada mereka?" Vesty kembali bertanya. Ada kekecewaan di dalam hati jika sampai Alex mengatakan iya. Namun, Alex justru mengucap yang sebaliknya.
"Tidak. Mereka adalah dalang sesungguhnya yang membuatku bergerak di malam itu. Hancurkan mereka terlebih dahulu agar mereka menelan pil pahit buah dari kelakuan mereka sendiri. Baru setelahnya, aku bisa bergerak membunuh mereka demi dirimu. Lalu ...." Alex terdiam, ia tidak melanjutkan perkataannya dalam beberapa detik berlalu.
"Lalu apa?" Vesty tidak sabar bertanya.
"Lalu setelahnya, jika kau ingin membalas dendam padaku, maka aku akan terima. Bunuh aku dan aku tidak akan melawan sama sekali." Alex berkata, raut wajahnya sungguh-sungguh.
Vesty terdiam cukup lama. Ia tidak menyangka Alex berkata demikian. Ia tidak tahu, apakah hatinya memang menginginkan kematian Alex atau tidak? Kebingungan itu kian membesar tetapi Vesty menggelengkan kepala untuk menyingkirkannya. Bukan waktunya. Benar kata Alex bahwa dalang di balik semuanya harus dihancurkan terlebih dahulu. Lalu, di akhir nanti ia bisa memutuskan apakah Alex juga akan bernasib sama seperti mereka atau tidak.
"Beritahu aku siapa yang menyuruhmu." Vesty berucap mantap.
Alex tersenyum. Di tatapannya, kekasihnya sudah tidak lagi akan memberontak. Vesty terlihat lebih jinak saat ini sehingga ia melepaskan ikatan pada wanita itu. Alex kemudian berbisik, menyebutkan nama-nama orang yang terlibat di dalam pembunuhan malam itu. Mata Vesty membulat sempurna, ia tidak menyangka bahwa pelaku aslinya justru adalah orang yang dekat dan ia ketahui. Hendak tidak percaya tetapi Alex buru-buru mengeluarkan bukti yang tidak bisa dibantah. Mulai dari rekaman CCTV saat perjanjian itu dilangsungkan, pun rekening pembayaran atas nama si dalang. Maka, Vesty pun memantapkan hati untuk membalas dendam kepada mereka terlebih dahulu bersama dengan Alex yang siap membantu mewujudkan itu.
.
.🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare Valentine
ActionVestyana Valentine kehilangan segalanya di malam valentine tiba. Kehadiran Alexander Abraham merupakan kebahagiaan tersendiri untuknya. Pria itu adalah satu-satunya orang yang ia punya setelah kematian seluruh anggota keluarga. Namun, Vesty tak pern...