Berdebat dengan Alex tidak akan ada habisnya. Vesty tahu itu, sekali bertengkar pasti akan melebar. Tidak ada yang mengalah. Kekesalan Vesty pun membuatnya enggan untuk melihat wajah Alex dalam waktu yang lama. Berdebat dengan pria itu hanya kan membuat Vesty semakin merasa sedih dan terluka. Ia mengalah, memilih untuk pergi dari tempat itu dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Tidak luput juga ia mengunci pintu.
Karena kamar yang digunakan olehnya dan Alex adalah kamar yang sama, ia melakukan itu agar Alex tidak masuk ke dalam dan mengganggunya. Biarkan Vesty beristirahat tanpa Alex kali ini. Bahkan, ketika malam tiba dan Alex berniat untuk menemui Vesty dan mengajaknya makan malam bersama, tidak ada jawaban apapun yang diterima Alex saat mengetuk pintu kamarnya.
"Vesty!" Tidak ada jawaban. "Aku tahu kau marah tapi setidaknya makan malam dulu sebelum tidur. Kau mau kelaparan sepanjang malam? Kau mau terus marah padaku? Aku sudah menyiapkan makan malam untukmu. Oh, ada makanan favoritmu juga."
"Pergi, Lex!" Jawaban berupa teriakan dari dalam.
"Ves, mau kubuatkan sesuatu? Susu coklat mungkin? Kau menyukai itu. Oh, atau kau kutemani menonton. Film yang kau tunggu sedang tayang saat ini."
Tidak ada jawaban dari dalam selain hanya kalimat mengusir. Meski Alex sudah membujuk dengan banyak hal, ia harus menelan kecewa. Kekasihnya itu benar-benar mengurung diri dan akan melewati makan malamnya.
Namun, Vesty bukanlah orang yang benar-benar akan menaruh marah dalam waktu yang lama. Hanya tidak ikut makan malam dengan Alex saja sudah membuat ia merasa bersalah. Meskipun, dalam hatinya ia menganggap segalanya kesalahan Alex. Namun, tidak seharusnya juga ia merajuk seperti bocah.
Tengah malam, Vesty keluar dari kamar dengan membawa selimut lebar dan tebal. Ia mencari keberadaan Alex di setiap sudut rumah dan menemukan pria itu tertidur di sofa depan TV. Vesty menghembuskan napas pelan, menghampiri Alex dengan langkah hati-hati agar tidak membangunkannya.
Begitu tiba di samping Alex, Vesty tersenyum kecil. Dipandangi olehnya wajah Alex yang teduh saat tidur. Meski banyak hal di hari ini yang membuat ia merasa kesal, tidak sampai berlebihan pada pria yang sudah lama ia cinta.
Vesty kemudian memasangkan selimut itu pada Alex. Tindakan kecilnya rupanya membuat Alex terbangun. Pria itu membuka mata dan menyentuh tangan Vesty tiba-tiba.
"A-apa aku membangunkanmu?" Seharusnya Vesty tidak perlu bertanya karena jawabannya memang sudah iya.
"Kemari," pinta Alex.
Vesty awalnya kurang paham sampai melihat tangan Alex bergerak menepuk bagian samping dari sofanya. Tempat duduk itu masih muat untuk dibuat tidur oleh dua orang. Sehingga, Vesty naik ke sofa dan berbaring bersama dengan Alex. Posisi sepasang kekasih itu berhadapan dengan tangan mereka yang saling berada di pinggang.
"Maafkan aku," ucap Alex, suara serak pria itu terdengar jelas.
Vesty cemberut, memajukan bibirnya dan terlihat lucu di mata Alex. "Benar mereka keluargaku?"
Alex mengangguk. "Ada hal yang sebaiknya memang tidak kau ketahui, Vesty."
"Memangnya kenapa?"
"Karena mereka berhubungan dengan insiden sepuluh tahun lalu."
Vesty tidak mengerti tentu saja. Paman dan bibinya adalah orang yang baik, Brian juga sama. Brian mengatakan bahwa ia juga memiliki seorang adik sepupu, tetapi Vesty belum bertemu dengannya.
"Apa yang kau khawatirkan, Lex?"
"Aku takut kehilanganmu."
Vesty tertawa. Bagaimana bisa Alex sampai pada kesimpulan seperti itu hanya karena ia bertemu dengan keluarga aslinya? Vesty bisa memastikan walaupun ia tahu tentang identitas keluarganya, tidak mungkin ia meninggalkan Alex yang telah tinggal sepuluh tahun bersamanya. Alex mencintainya, dan begitu juga sebaliknya. Mereka sepasang kekasih yang sangat serasi hingga tidak boleh berpisah. Begitu kiranya di pikiran Vesty.
Namun, kehadiran keluarga Vesty membuat Alex merasa sedikit khawatir dan curiga. Takut jika saja mereka akan dipisahkan dan kebenaran tentang kejadian sepuluh tahun lalu terkuak hingga Vesty memutuskan untuk membencinya. Akan tetapi, Alex juga tidak tega jika membiarkan Vesty bersedih seperti beberapa waktu sebelumnya. Melihat wanita itu memasang sorot kecewa membuat hati Alex terluka.
"Kau bahagia dengan keluargamu?" tanya Alex. Anggukan dari Vesty sudah cukup dijadikan sebagai jawaban.
"Kau tidak suka?" Alex menggeleng lalu Vesty melanjutkan, "Mereka merestui hubungan kita, Alex. Kehadiran mereka tidak akan membuatmu kehilangan diriku. Dan bahkan jika mereka datang hanya untuk menghalangi hubungan ini, aku jelas akan memilih dirimu."
"Benarkah?"
"Apa aku terlihat berbohong?"
Dari yang terlihat oleh mata Alex, memang Vesty seperti tidak berbohong. Namun, bisa saja Vesty berubah pikiran di masa mendatang. Dan Alex merasa cemas akan hal itu.
"Ceritakan padaku apa yang kau lakukan bersama mereka?"
Vesty tersenyum lebar mendengar Alex antusias. Ia menjelaskan tentang kegiatannya dimulai dari pertama kali bertemu dengan Brian, sampai kemudian pulang dengan membawa banyak oleh-oleh yang diberikan oleh bibinya.
"Jadi kau tidak bertemu dengan adik sepupumu?" Alex bertanya.
"Tadi saat mengobrol dengan mereka, katanya adikku bernama Dion Valentine dan sedang berada di luar kota mengurus bisnis," jawab Vesty.
"Lalu?"
"Mereka juga ingin bertemu denganmu, Lex."
Alex memutar bola mata malas, hembusan napasnya juga berat. Pria itu tidak mau sesungguhnya, tetapi ia lebih tidak mau melihat kekasihnya kecewa. Maka, Lex pun menjawab, "Baiklah. Tentukan saja jadwalnya, Honey."
Sekali lagi, Vesty kegirangan. Ia benar-benar bahagia sekarang. "Bagaimana dengan besok? Kau punya waktu?"
Besok terlalu mendadak bagi Alex, meskipun sesungguhnya ia tidak ada pekerjaan. Tetapi, ia ingin menghabiskan hari esok bersama dengan Vesty seorang. "Baiklah."
Alex menyerah. Mata bulat Vesty yang berkedip-kedip manja membuat ia tak kuasa menolak. Apalagi setelah jawabannya itu membuat si gadis sampai terduduk dengan kedua tangan diangkat tinggi-tinggi. Vesty bersorak riang, menyuarakan kesenangannya seperti bocah yang baru saja mendapat permen.
"Ini sudah malam, Vesty. Pelankan suaramu, bisa-bisa kita nanti mendapat teguran dari orang karena mengganggu tidur mereka."
Vesty tertawa kecil. "Lagi pula di sini sepi, tidak akan ada yang mendengarkan teriakanku karena kita tidak memiliki tetangga."
Lokasi rumah mereka memang berada di tengah-tengah rumah yang lain. Ada sekitar empat rumah berjejer dengan rumah Vesty saat ini sedangkan di luar gerbang adalah jalan umum. Sebelah kanan dan kiri rumahnya tidak dihuni oleh siapapun, yang menghuni hanya satu keluarga di rumah paling ujung.
"Meski begitu, ini sudah malam. Ayo tidur," ajak Alex menarik gadis itu untuk kembali berbaring di sebelahnya.
"Kita akan tidur di sini?"
"Aku malas pindah."
Dengan itu, perkelahian ringan antara sepasang kekasih itu pun berakhir. Ditutup dengan tidur bersama di sebuah sofa panjang sambil berpelukan.
.
.
.🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare Valentine
ActionVestyana Valentine kehilangan segalanya di malam valentine tiba. Kehadiran Alexander Abraham merupakan kebahagiaan tersendiri untuknya. Pria itu adalah satu-satunya orang yang ia punya setelah kematian seluruh anggota keluarga. Namun, Vesty tak pern...