Part 07 - Fight

59 3 0
                                    

Vesty berusaha mati-matian untuk menepis segala tuduhan yang dilemparkan Daren pada kekasihnya. Pria dengan dua orang putra itu terus menerus memberikan lontaran kebencian yang disertai umpatan dengan menyebut Alex sebagai pembunuh. Kepala Vesty menjadi pening seketika, badannya seakan limbung, gemetar dan lemas.

Alex yang melihat keadaan wanitanya tidak baik-baik saja segera merangkul. Akan tetapi, Vesty menolak. Tangan gesitnya menyingkirkan tangan Alex sebelum mendarat di badan. Tatapan menusuk Vesty pada Alex cukup untuk membuat hati pria itu terluka.

"Jelaskan padaku, Alex! Katakan padaku bahwa kau tidak terlibat apapun dalam pembunuhan malam itu!" Vesty berseru dengan nyaring.

Kepanikan yang ditunjukkan Alex dan bagaimana ia gelagapan dalam menanggapi seruan Vesty sudah cukup untuk membuktikan bahwa Alex sedang mencari-cari alasan. Vesty tahu betul itu. Ia melihat Alex sedang kebingungan dengan bola mata bergerak tidak teratur, juga beberapa kali Alex menyentuh kepala dan menghembuskan napas kasarnya.

"Seorang pembunuh sepertinya tidak akan mau langsung mengaku, Vesty. Lebih baik kita usut tuntas permasalahan ini dan berikan balasan setimpal untuk penjahat ini." Brian yang semula duduk manis di kursinya tiba-tiba ikut menyela, mendukung asumsi dari ayahnya.

"Jangan dengarkan mereka dan ayo pulang sekarang juga!" Alex menarik lengan Vesty sekali lagi. Namun, Vesty kembali meronta dan berhasil melepaskan diri.

"Jangan ikut dengan pembunuh sepertinya, Vesty!" Daren berseru, kembali membuat suasana di sana lebih panas. Wajah Alex mengeras, melemparkan tatapan dingin pada Daren yang kembali berulah.

"Berhenti memprovokasi padahal kau tahu bahwa bukan aku dalang di balik semuanya." Alex mengucapkan hal itu dengan penuh penekanan.

"Bukan kau dalangnya, tapi kau pembunuhnya." Daren menjawab.

Suasana hati Alex semakin tidak baik. Ia marah. Adu mulut mereka berubah menjadi adu jotos. Alex maju lebih dulu, menghampiri Daren dan menarik kerah baju lelaki itu. Tangannya terkepal, mengangkat tinju dan bersiap untuk menonjok wajah pria paruh baya itu kalau saja Brian tidak ambil tindakan.

Brian yang semula duduk pun berpindah tanpa disadari oleh orang-orang yang sedang berdebat, ia berdiri di samping Alex dan menahan tinjuan yang hendak dilontarkan. Brian yang tidak terima sang ayah hendak diperlakukan tak baik pun memukul Alex dengan kuat. Kepalan tangan Brian berhasil mengenai wajah Alex hingga membuatnya terhuyung ke belakang.

Alex, tentu saja ia tidak diam saja. Membalas serangan demi serangan yang diberikan Brian dengan tinjuan dan tendangan yang sama. Perkelahian di antara keduanya pun terjadi di ruang makan. Seharusnya, pertemuan ini menjadi pertemuan keluarga yang menyenangkan.

Namun, Vesty tidak menyangka akan berubah menjadi perkelahian yang mengerikan. Ada rasa tidak terima dalam hatinya ketika melihat Alex dipukuli, wajah kekasihnya sampai lebam dan sudut bibirnya berdarah. Vesty berusaha untuk melerai mereka dengan teriakan, sayangnya tidak berhasil.

Pergelutan antara Alex dan Brian berbuntut panjang. Ketika Brian benar-benar telah terpojok setelah menerima banyak pukulan di wajah dan tendangan di perut hingga muntah darah, Daren dan Dion ikut membantu.

Alex dikeroyok, dibuat terpojok. Meski begitu, bukan Alex namanya jika tidak bisa melawan. Mereka semua tahu bahwa Alex bukan orang sembarangan, kekuatannya dalam perkelahian dan pertarungan tidak boleh diremehkan. Bahkan ketika tiga melawan satu orang, mereka tetap kewalahan. Alex lebih unggul meskipun ia sendiri juga menerima banyak pukulan.

"Cukup!" Vesty berteriak. Gadis cantik itu mendekat dan menghadang Brian yang hendak melayangkan tinju kembali. Belum sempat Brian menghentikan tinjunya, meski sudah melemahkan otot tangannya, tetapi pukulannya mendarat tepat di wajah Vesty.

"Vesty!" Alex berteriak, menangkap tubuh Vesty yang limbung setelah mendapatkan tinju di pipi. Wajah gadis itu terluka, lebam dengan sudut bibir yang memerah. Tatapan Alex kembali memicing pada si pelaku yang kini berdiri diam dengan perasaan menyesal. Brian mengangkat tangannya, memandangi tangannya yang gemetaran setelah melakukan pemukulan tidak sengaja pada Vesty–adik sepupunya.

"V-vesty, maafkan aku. Itu tidak sengaja. Aku sungguh tidak se–"

"Diam!" Suara teriakan Vesty memotong kalimatnya yang belum selesai. Si cantik itu kemudian menatap tajam pada Brian. "Bukan perkelahian yang ingin aku lihat dan dapatkan. Aku butuh kejelasan! Di sini aku adalah korban, dan kalian dengan santainya berkelahi di depanku, membuat suasana semakin runyam dan membiarkan aku dalam ketidaktahuan."

Semua orang di sana terdiam. Tentu saja, mereka merasa bersalah telah melibatkan Vesty tanpa memberikannya kejelasan terlebih dahulu. Satu hal yang ada dalam pikiran Daren saat ini hanyalah, memisahkan Vesty dengan Alex sebisa mungkin. Pada awalnya, ketika Vesty memberitahu keluarga mereka bahwa kekasihnya bernama Alexander Abraham, Daren berpikir bahwa itu adalah Alexander yang lain. Namun, ternyata yang dilihatnya justru adalah Alex yang sama seperti dahulu kala, sepuluh tahun lalu dalam misi pembantaian keluarga Valentine.

Di sisi lain, Alex si tertuduh pelaku pembunuhan tidak bisa mengelak karena memang itulah kejadian sebenarnya. Hanya saja, sedikit saja Alex berharap bahwa Vesty-nya tidak akan berubah meski mendengar fakta tersebut. Namun, apakah mungkin? Anak mana yang tidak akan sakit ketika mengetahui bahwa pembunuh kedua orang tuanya adalah kekasihnya sendiri?

"Jelaskan padaku, Alex! Jelaskan padaku!" teriak Vesty, kali ini ia berdiri di depan Alex meminta penjelasan dari kekasihnya yang terus saja kaku di tempat. Lidahnya kelu untuk menjawab setiap apa yang diminta Vesty. Lagi-lagi, Alex terdiam membisu.

"Vesty, tinggalkan dia dan akan aku tunjukkan padamu rekaman CCTV kejadian 10 tahun yang lalu." Ucapan Brian membuat jantung Vesty berdebar dengan kencang. Bukti sekuat CCTV akan membuktikan segalanya bahwa Alex benar adalah seorang pembunuh.

Vesty menoleh, seakan tidak percaya dengan ucapan Brian. Namun, ia tidak menemukan tanda-tanda kebohongan di balik ucapan itu. Vesty melihat kesungguhan di wajah Brian. Ia bersedih, sangat sedih karena ternyata selama ini, dalam sepuluh tahun ia tinggal bersama dengan pembunuh yang paling dicari.

"Kenapa? Kenapa kalian menyembunyikan segalanya?" Vesty bertanya pada orang-orang yang dianggapnya keluarga. "Kalau kalian menyimpan bukti sebesar itu, kenapa tidak dipolisikan? Kenapa kalian menyimpannya dan baru berkata sekarang? Skenario semacam apa yang kalian rencanakan?"

Saat ini, Vesty benar-benar tidak bisa menaruh kepercayaan terhadap siapapun. Keluarganya dan juga kekasihnya. Terlalu banyak rahasia di antara mereka dan hanya Vesty seorang yang tidak mengetahuinya.

Selain itu, hal yang paling membuat Vesty merasa curiga adalah Brian. Pria itu pada awalnya bersikap seperti tidak tahu apa-apa perihal pembunuhan yang dilakukan Alex dan bertampang bodoh setiap kali ayahnya melontarkan tuduhan-tuduhannya. Namun sekarang, justru Brian adalah orang yang memperbincangkan perihal CCTV dan segala buktinya.

Vesty itu cerdas. Tidak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk menyadari bahwa acara makan bersama ini adalah skenario yang direncanakan oleh mereka.

.
.
.

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

Nightmare ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang