Part 12 - Discussion

33 4 0
                                    

Vesty dibuat kebingungan dengan banyaknya dokumen-dokumen yang langsung diperlihatkan padanya oleh Brian. Ia hanya membolak-balik dokumen tersebut dengan pusing akibat tidak mampu mencerna informasi yang ada di dalamnya. Laporan keuangan yang jelas-jelas tidak Vetsy ketahui pertimbangan antara pemasukan dan pengeluaran serta perhitungan rugi dan laba. Juga laporan tentang kinerja dari berbagai divisi serta evaluasi perusahaan.

Segala informasi itu terlalu kompleks untuk bisa Vesty cerna hanya dalam sekali membaca. Bahkan meskipun Brian telah menjelaskan dengan panjang lebar, Vesty masih tidak banyak paham tentang bisnis ini. Maklum, selama Vesty bersama dengan Alex, ia sama sekali tidak belajar tentang manajemen bisnis, meski telah menyelesaikan pendidikan, Vetsy hanya tinggal di rumah dan melakukan pekerjaan freelance secara online. Membuka jasa ilustrasi dan menulis banyak novel di berbagai platform. Segalanya sudah lebih dari cukup untuk Vesty.

Maka dari itu, ketika dihadapkan pada hal yang besar seperti ini, Vesty terus menerus menanggapi setiap penjelasan Brian dengan pertanyaan. Masih ada banyak pertanyaan bisnis lain tetapi Vesty tidak mengungkapkannya lagi karena tak kunjung paham.

"Kau bisa les khusus bisnis dan terus praktek tentang bisnis besar kita agar kau segera terbiasa, Vesty." Ucapan Brian memang terdengar seakan mudah. Namun, Vesty tahu itu adalah hal yang amat rumit.

"Aku masih tak mengerti mengapa aku harus melakukan ini?" Tanggapan Vesty membuat Brian menekuk kedua alisnya.

"Kau adalah calon pemegang perusahaan besar milik ayahmu di luar negeri. Sudah seharusnya kau mengelola itu dan langkah pertamanya adalah belajar tengang bisnis seperti ini." Masuk akal memang. Tidak mungkin pemegang perusahaan tidak tahu tentang bisnis yang dipimpinnya.

"Bagaimana dengan perusahaan itu sekarang? Siapa yang memimpin di sana dan beroperasi? Bukankah jika aku tidak memegang perusahan itu, seharusnya kegiatan bisnisnya dihentikan?" Vesty melontarkan banyak pertanyaan akibat rasa penasarannya yang besar.

"Tidak begitu, Vesty." Brian menghela napas sesaat, ia membenarkan posisi duduknya di kursi utama dan melipat tangan di atas meja. "Perusahaan itu ada dan berjalan hingga kini di bawah kepemimpinan sementara dari Papa. Ada orang kepercayaan ayahmu yang bekerja di sana, mengawal perusahaan dan melancarkan bisnis yang ada."

"Lalu?" Vesty bertanya, lagi.

"Segala operasi di perusahaan itu dipimpin oleh Papa dan tangan kanan ayahmu dulu. Karena posisi kepemimpinan kosong, dan bisnis itu atas namamu, tangan kanan ayahmu mengalihkan dana laba sesuai dengan kontrak yang ada ke sebuah bank yang juga atas namamu. Kau bisa mengambil seluruh harta itu hanya jika kau sudah bisa memimpin perusahaan dengan baik." Penjelasannya mudah diterima oleh Vesty.

Di bayangan Vesty, meskipun perusahaan saat ini dijalankan oleh kepercayaan keluarga Valentine, dirinya tetap mendapatkan bagian seperti yang telah diamanatkan oleh mendiang ayahnya.

"Aku ragu untuk itu." Vesty berucap.

"Lagi pula, tidak ada pilihan lain selain itu, Vesty. Kau tidak mungkin kembali pada Alex yang jelas-jelas adalah seorang pembunuh. Setelah mengetahui identitasnya sebagai pembunuh, aku tidak yakin kau masih akan diterima sebagai kekasih. Jangan mengambil resiko dan hadapi saja kenyataan kali ini." Brian kembali memberikan masukan-masukan masuk akal. "Jangan khawatir tentang banyak hal, aku akan selalu membantuku kapanpun kau membutuhkan bantuan. Kau sudah tidak sendiri lagi, adikku."

Vesty tertawa kecil, ada sedikit perasaan yang tidak bisa terjelaskan ketika mendengar Brian menyebutnya dengan panggilan adik. Lalu, Vesty kemudian menjawab, "Tentu saja. Lagi pula tidak mungkin aku menghubungi apalagi kembali padanya."

"Benar sekali. Dia tidak bisa ditemui tetapi bukan berarti Alex tidak bisa menemuimu." Brian memasang wajah khawatir.

"Tetapi, untuk apa? Alex tidak mungkin kembali menemuiku setelah aku mengetahui kebenaran yang ada." Vesty mengutarakan pendapatnya.

Kali ini Brian yang tertawa. Sedikit meremehkan asumsi Vesty, dirinya justru teramat yakin bahwa si pembunuh itu jelas akan kembali. Banyak alasan yang membuat ia yakin bahwa Alex akan menemui Vesty lagi. Namun, sebagai kakak dari Vesty saat ini, tentu ia tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Menurutmu mengapa Alex sampai membunuh seluruh keluargamu dan menyisakan dirimu seorang?" Pertanyaan Brian tidak bisa Vesty jawab.

"Entahlah, aku tak bisa menebaknya."

"Hartamu, Vesty."

"Apa? Harta? Tidak mungkin tujuan Alex melakukan pembantaian dan merawatku sepuluh tahun lamanya hanya karena harta!"

"Alex adalah orang suruhan, pembunuh bayaran yang mana ia mendapatkan upah setelah melakukan pembunuhan. Seharusnya kau juga dibunuh pada saat itu tetapi Alex justru merawatmu karena ia tahu kau pewaris kekayaan keluarga Valentine. Dan pada saat waktunya tiba, ketika harta-harta itu jatuh padamu, Alex juga bisa memanennya."

Oh, informasi jenis apa lagi itu? Vesty rasanya enggan untuk menerima. Alex jika memang menginginkan harta, sudah jelas ia akan membunuh keseluruhan keluarga Valentine tak terkecuali Daren. Sehingga siapapun yang menyuruh Alex melakukan hal demikian bisa membagi hasil dari harta jarahan. Namun, Alex merawatnya sepenuh hati, bisa Vesty lihat keseharian itu tiada kepalsuan. Seolah-olah Alex memang melakukannya dengan tulus.

Mendengar penjelasan Brian yang seakan bertentangan membuat ia sedikit terkejut dan tidak ingin percaya. Apalagi, waktu yang diambil untuk bersama dengan Vesty telah mencapai sepuluh tahun lamanya. Jika memang hanya harta, pria bodoh mana yang mau merawat Vesty sampai selama itu? Kalau memang menginginkan, bukankah sudah lama harusnya Vesty dibunuh.

Brian kemudian kembali melanjutkan, "Ada kontrak tertulis yang disahkan oleh notaris dalam surat kontrak, bahwa kau akan mendapatkan segala akses harta Valentine setelah umurmu mencapai 25 tahun. Maka dari itu, ada kemungkinan bahwa Alex menunggu waktu itu datang."

Sekarang, setelah penjelasan dari Brian, Vesty jadi sedikit mengerti. Pemikirannya yang semula mencoba untuk menepis segala tuduhan negatif itu pun hilang dalam sekejap. Wajahnya tertunduk, tatapannya sendu, dan ekspresi Vesty pun bersedih. Tidak menyangka, bahwa Alex yang selama ini dikiranya teramat baik hati justru adalah seorang pria yang sangat keji.

"Jika Alex adalah pembunuh bayaran, seharusnya ada orang yang menyuruhnya untuk membunuh keluargaku, bukan?" tanya Vesty dengan raut wajahnya yang kini berubah. Ia mendongak, menatap Brian dengan tatapan menuntut jawaban.

Brian tampak menghela napas panjang, ia menelan ludah kasar dan sedikit memakan waktu beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, "Aku t-tidak mengetahui apapun tentang itu."

Vesty menjadi kembali menaruh kecurigaan. Kegugupan yang ditunjukkan oleh pria di hadapannya itu seakan menggambarkan bahwa apa yang dikatakan olehnya adalah kebohongan.

"Kalau begitu, Alex bukan satu-satunya orang yang harus diwaspadai. Seseorang yang berada di balik semuanya juga perlu diselidiki, apa motif mereka dan mengapa mereka melakukan itu. Aku perlu tahu jawabannya." Vesty sedikit mendesak. "Brian, maukah kau membantuku?"

Brian tertegun pada awalnya. Ia tidak menyangka jika Vesty sampai pada pemikiran yang demikian. Namun demi Vesty, ia mengangguk, menyetujui apa yang diminta oleh gadis itu.

.
.
.

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

Nightmare ValentineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang