Prolog

379 30 2
                                    

Desir angin musim gugur menggoyangkan ranting pepohonan berdaun coklat kekuningan. Poplar menari, menggugurkan lembaran daun yang tak tahu di mana ia akan jatuh. Dari sekian banyak yang gugur, satu lembarnya mendarat tepat di atas puncak kepala bersurai pirang milik seorang bocah laki-laki.

Dengan rasa penasaran, si bocah memungut sesuatu yang tipis dan berwarna coklat itu. Semilir angin mengajak menari helaian surai pirangnya di bawah sinar jingga. Daun dalam genggamannya jatuh ke tanah di waktu yang sama saat tiga buah mobil berhenti di pekarangan rumah. Berhasil mencuri perhatian si bocah sampai tak berkedip, muncul keinginan untuk memanggil ibunya dalam rumah, akan tetapi, seorang pria tampan berperawakan tegap bersetelan jas hitam dengan rompi hitam usang, syal dark teal melingkar sempurna di sekitar bahu kokohnya. Si bocah terpaku di tempat, bahkan saat pria itu beserta para anak buahnya yang berwajah sangar mengikuti dari belakang. 

Sang pria menundukkan badannya sedikit menatap wajah manis—yang matanya tak berkedip, tatkala jarak antara dirinya dan bocah berambut pirang setengah meter, hanya untuk tersenyum manis diakhiri mengacak lembut surai hitam bocah itu dan kembali melanjutkan langkah menuju rumah bercat warna putih dengan pintu biru arktik. Orang-orang berjas hitam dengan wajah sangar melewati si bocah.

"Mom!" Bocah pirang itu berteriak memanggil ibunya, itu adalah ketika sekelompok pria tersebut sudah bergerombol di depan rumahnya.

Pintu dibuka, menampakkan seorang wanita cantik berambut pirang gandum sepunggung, memakai dress rumahan light waist.

"Joe, jangan berteriak seperti—" ucapan wanita itu berjeda, paras cantiknya mendadak memucat atas kehadiran pria yang tak pernah ingin ia temui lagi.

Tersenyum, lebih tepatnya seringai terbit di wajah tampan pria itu. Ia mengikis jarak dengan ibu dari bocah pirang itu, tetapi si wanita refleks melangkah mundur.

Si bocah pirang tidak tahu apa yang terjadi di depan rumahnya, sampai ibunya berteriak memberi sinyal bahaya. "Joe, cepat lari!!!"

Mata bocah itu membulat, ketakutan menerpa dirinya sebagaimana angin musim gugur menerpa pepohonan kuat.

Instruksi sang ibu mengaktifkan motorik otak anak itu untuk lari. Bocah pirang itu langsung berpaling, tungkai kecilnya ia paksa melangkah cepat pergi dari rumahnya. Sebelum, ia teringat akan seseorang, ibunya masih di sana. Joe kecil tidak akan lari, tidak jika bersama ibunya. 

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

LIMERENCE [MENxBOY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang