LIMERENCE S1: Easy Does It 3

78 7 1
                                    

Joey tidak mungkin keliru. Ingatannya mencocokkan wajah pria bertopi ski yang menembak Jacob Doyle pada malam itu ialah pria yang sama dengan yang menodongkan pistol ke arahnya sekarang.

Tak kurang dari dua meter, Stechking dengan tembakan full otomatis, pistol yang sama juga ditodongkan ke pelipis Joey yang masih duduk berlutut menatap pria yang memakai jaket parka hitam di depannya. Ujung telunjuk menekan pelatuk, Stechking siap memuntahkan peluru yang dapat melubangi kepala apalagi dalam jarak dekat.

Ledakan keras dan bagaimana Jacob Doyle ambruk terlintas sekilas dalam penglihatan Joey. Kini gilirannya. Joey tak dapat berkutik, lari pun tak sempat. Pistol itu memiliki fasilitas tembakan yang mengenai targetnya dengan tepat, yaitu perangkat pisir belakang dengan kapasitas penyetelan mulai dari jarak 25, sampai 200 m.

Sebelum pelatuk ditekan, dering telepon menghentikan gerakan telunjuk si pembunuh. Pria berjaket parka itu merogoh ponsel dari balik jaketnya-tanpa mengalihkan atensi dari sasaran. Tak sampai sedetik, ponsel kembali dikantongi. Pria itu mundur, tanpa mengubah posisi, terlebih arah moncong Stechking dari pelipis Joey.

Baru ketika jarak sudah lebih dari sepuluh meter, pria itu berbalik dan pergi dari pandangan Joey.

Si pemuda masih pada posisinya. Peristiwa yang saat ini terjadi sukses membuat pikirannya mengalami malfungsi. Duduk berlutut, menatap kosong tempat si pria asing yang hampir membunuhnya. Lalu atensinya berpindah pada ponsel yang tergeletak di samping toples kue manusia jahe.

Nama Domenico berhasil mengembalikan pikirannya dari linglung sesaat. Joey segera mengambil kembali toples kue tersebut. Sayangnya ponselnya tak dapat terselamatkan-baterainya lepas dan tutupnya terlempar jauh. Layar ponsel itu sendiri mengalami retak akibat benturan keras dengan lantai.

Joey frustrasi, tak dapat menghubungi Domenico untuk mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, paling tidak untuk saat ini. Telepon umum yang terletak di lantai bawah. Ada wartawan, jurnalis dan paparazi yang akan menyerbunya, lebih buruk lagi pembunuh yang berbeda.

Joey tak bisa ke mana-mana untuk saat ini, tak bisa menghubungi asistennya untuk memberi kabar atau meminta Charlie datang. Saat ini, Joey merasa dirinya kembali menjadi anak kecil yang di mana bahaya mengincarnya kapan saja. Manik biru melirik ke celah pintu apartemennya.

Apakah ada pembunuh lain di dalam? Joey belum berani masuk. Terus-terusan berada di koridor sepi lebih berbahaya-semisal pembunuh itu kembali.

Perlahan Joey berdiri, matanya menyipit saat mengintip ke dalam apartemen. Tak ada tanda-tanda orang asing di sana, debar kencang jantungnya belum juga memelan. Satu helaan napas panjang terembus saat Joey masuk dan instingnya mengatakan cukup aman.

Pintu tertutup rapat, menjadi sandaran bagi Joey seiring tubuhnya yang merosot jatuh terduduk sambil memegang toples kue manusia jahe dan ponsel rusak di tangan kanan.

Sekali lagi dia menarik napas panjang dengan mata terpejam. Kejutan bertubi-tubi yang tak bisa membuat Joey leluasa dan harus selalu waspada. Dia tahu, ini baru permulaan. Ke depannya, akan datang ancaman lebih berbahaya.

Tetapi ...

Apa salahnya?

Kenapa hal seperti ini menimpanya?

Joey ingin berteriak, tetapi dia tidak bisa, ketakutan membungkamnya, tangannya sendiri berusaha menahan mulutnya untuk tidak membuat suara.

LIMERENCE [MENxBOY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang