Matanya mengerjap pelan menatap atap-atap yang sangat asing baginya. Badannya masih lemas tak berdaya, begitu berat rasanya untuk bangun dan mengecek keadaan diluar.
Ia mendudukkan diri, matanya menelisik kamar yang baru saja ia tiduri. Menemukan segelas air di nakas dan meminumnya hingga tandas.
"Oh...udah wake up? better back to your house immediately!" cetus Cia yang diambang pintu.
"Lo siapa?" tanya Ziven pada gadis blasteran berbahasa campur itu.
"It's my house, hope you get out as soon as possible!" Galak Cia pada seseorang yang turut serta berpartisipasi dalam punishment Cia pagi ini. Kalau saja dia tak terkapar di tengah jalan, pasti aksi konyolnya tak ketahuan sang ayah.
"Hp gue mana?"
"Who knows?, in your jacket just smell alcohol, even your identity juga nothing." Kesal Cia dengan raut wajah tak bersahabat, fajar tadi ia sudah mencucikan jaket bau alkohol itu.
"Oke thanks, gue balik dulu," ujar Ziven dengan suara paraunya. Berusaha berdiri dengan badan yang masih sangat lemas.
Mendengar kericuhan yang dibuat oleh putrinya di pagi buta telinganya sudah terusik. Devan, ayah dari Cia langsung menghampiri.
"Apasih dek berisik banget pagi-pagi, adek lanjutin sana punishmentnya!" tegas Devan yang tiba-tiba datang dari arah dapur dengan memakai apron.
Benar-benar definisi ayah yang hampir sempurna, bisa menjadi ayah sekaligus ibu bagi Cia dan David, kakak Cia.
Dengan cemberut, Cia melanjutkan hukumannya untuk berlari mengelilingi lapangan kompleks akibat kesalahannya tadi malam.
Ziven hanya menatap interaksi antara Cia dan ayahnya.
"Thanks ya om udah nolongin saya, mungkin kalau nggak ada om saya bangun-bangun masih di pinggir jalan kayak odgj." Ziven berujar dengan tulus dan agak jenaka. Sayangnya garing banget, nggak lucu.
"Kamu mau kemana? Mandi aja dulu. Ini kamar anak sulung om, ganti pakai baju yang ada dalam lemari!" perintah Devan santai.
"Nggak usah repot-repot om, saya langsung pulang aja."
"Kamu dari semalem udah ngerepotin, sana mandi aja! om mau lanjutin bikin sarapan." Sarkas Devan, benar-benar Ziven merasakan pressure atas titah om satu ini.
Mau tak mau ia hanya bisa menurut saja.
Tak membutuhkan belasan menit, Ziven sudah fresh dan berganti pakaian yang ada di lemari. Keluar kamar dan mencari keberadaan om tadi.
"Saya bantuin om, kebetulan saya juga beberapa kali bantuin mama masak," ujar Ziven mendekati Devan.
"Kamu bikin nasi goreng, saya mau lanjutin bikin puding coklat request menantu saya." Jawab Devan simpel.
Devan dan Ziven masih berkutat dengan alat dapurnya, sedangkan Cia baru saja menyelesaikan hukumannya dengan nafas yang sangat memburu.
"Baru 7 o'clock, as fast as I thought." Monolog Cia seraya menatap ponselnya.
Memasukkan ponsel ke saku celana dan berjalan santai untuk pulang.
Drttt, ponselnya berdering. Kakaknya menelpon.
"Hallo dek!"
"Yaaa, why?"
"Request bini gue udah dibikinin ayah belom?"
"I don't know, but since chicken belom kukuruyuk ayah udah busy in the kitchen."
"Lah, lo tumben nggak bantuin."
"I get punishment, because kak Zevanya." jawab Cia masih kesal mengingat drama semalam.
David hanya terkekeh, sudah hal biasa bagi David dan Cia sejak kecil mendapatkan hukuman yang selalu sama.
"Yaudah, gue matiin dulu. Mau prepare buat kesana, mungkin jam 9 an gue nyampe."
"Bang, tell kak Zidny Don't forget about my gift." ujar Cia sebelum segera memutuskan panggilan.
Cia memasuki ruang makan yang sudah tersaji nasi goreng dan susu favoritnya. Ahh ayahnya ini begitu pintar memperbaiki moodnya.
"Emmmm the smells has stolen my attention, Yah," ujar Cia langsung duduk di salah satu kursi.
"Udah selesai tugasnya dek? 17 kali kan?" tanya ayahnya memastikan, apakah anaknya sudah mengelilingi taman komplek sesuai rules.
"I've done, Yah," jawab Cia tersenyum.
"Yaudah ayok makan, dek!" Devan juga mendudukkan diri di kursi.
Ziven juga menyusul seraya membawa buah apel yang sudah dipotong kecil-kecil sesuai arahan Devan. Itu untuk Cia, ia tidak akan makan buah jika tidak di potongkan.
"Eh, you belom back to your house?" Tanya Cia menatap Ziven.
Sebelum Ziven membalas, Devan sudah terlebih dahulu menyahuti.
"Habis kita sarapan dia baliknya, Ayo duduk Ven!" Ziven duduk dihadapan Cia dengan Devan yang berada diantara mereka.
Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar.
"Ayah cooked fried rice with chicken? this is unusual, because ayah always said, Ribet adek" Cia masih saja mengoceh, tidak ada rasa sungkan sedikitpun dengan orang yang baru saja dikenalinya. Eh bahkan dia belum mengenalinya.
"Yang bikin nasi gorengnya Ziven, ayah kan bikin puding buat nyidamnya kak Zidny." balas Devan yang mulai menyuapkan sesendok nasi goreng.
"Wow i don't expect if you can cooked," puji Cia seraya mengunyah sarapannya.
Ziven hanya mengangguk, tidak tau mau merespon apa. Ia bukan seseorang yang pandai mencari topik atau bahkan bersosialisasi.
Ia cenderung cuek, angkuh, dan acuh tak acuh dengan orang-orang yang tidak dekat dengannya.
Lain lagi, jika dengan mamanya juga Jesslyn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatamorgana [Horrible Dragon serial pertama]
Teen FictionSekolah di sebuah kota besar dimana hampir seluruh siswanya sudah termakan westernisasi (terpengaruh oleh budaya barat), baik dalam aspek penampilan maupun gaya hidup. Party bukan lagi hal tabu yang terdengar tidak lazim di telinga mereka. Justru pa...