[Revisi] The speculation

10.8K 1K 24
                                    

Seminggu lebih Narendra seperti ditelan ikan paus samudera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu lebih Narendra seperti ditelan ikan paus samudera. Hilang tanpa kabar. Ia sepertinya tak berbohong dengan ucapannya.

Dua kali meeting Bestari dengan MCM pun, hanya asisten Narendra dan dua staff kreatif yang ikut datang. Asistennya bilang kalau Narendra sedang menyelesaikan akhir proyeknya di Edinburgh.

Well, aku tidak tahu pasti apa yang ia lakukan selama lima tahun ini. Jujur saja aku masih bertanya-tanya, kenapa bisa selama itu, kenapa harus sampai lima tahun untuknya menjelaskan kesalahpahaman kami?

Apa ada hubungannya dengan pekerjaannya? Atau memang ia berhubungan dengan Tiara?

Memang, sih, Dimas sudah memberitahuku soal dia yang melarang Naren untuk bertemu denganku saat tujuh harian bapak. Ya, saat itu aku sempat sekilas beradu pandang dengannya. Benar-benar hanya sekilas, karena saat itu hatiku benar-benar hancur. Aku tak bisa berpikir apapun.

"Trus gimana sekarang perasaan lo sama Mas Naren?" ucap Dimas saat aku tengah mampir di rumahnya. Rumah kecil Dimas yang ia bangun hasil menabung dengan istrinya.

Aku menatap gelas di pangkuanku dengan gamang. "Entah."

Dimas menghela nafas kasar. "Oke. Lupain dulu tentang Narendra. Kalau lo sendiri, dengan rasa penyesalan lo, gimana? Udah lima tahun, lho, mbak. Ini kalau ibarat gue punya anak, anak gue udah TK dan belajar calistung sekarang."

Aku menggembungkan kedua pipiku. "Banyak hal yang membuka pikiran gue setelah kehadiran Naren sebenarnya. Mulai dari kesalahpahaman dengan ibu maupun dengan Narendra. Dari sana, gue perlahan-lahan ikhlas? Entah namanya apa, yang gue tahu, gue udah bisa menerima alasan atau hal yang terjadi saat itu."

"Bagus, lah. Gue rasa, baliknya Mas Naren ada baiknya. Mungkin karena dia kolot kali, ya?"

"Maksudnya?"

"Lo, kalau gak dipaksa mungkin gak akan ikhlas seperti sekarang. Thanks to Mas Naren, selalu bisa bikin keras kepala mbak gue ini luntur," ucap Dimas sambil mengacak kepalaku.

Aku otomatis mundur dan menjauhkan tangannya dari kepalaku. "Lo ngacak rambut tuh lama-lama jadi jambak, ya!" protesku.

Jangan berpikir kalau dia ini adik yang manis dan lembut. Dua puluh lima tahun aku hidup dengannya, waktu kami banyak dihabiskan dengan kerusuhan. Apalagi saat bapak masih ada. Sepeninggal bapak, Dimas jadi lebih mudah mengalah. Tapi tingkah rese yang mengalir dalam DNAnya itu masih ada.

"Lo tuh gak bisa melihat ke-sweet-an gue sebagai adek ya, mbak?"

Aku mencibir. "Ke-sweet-an lo gak keliatan, ketutup sama keresean lo!"

"Rese dari mana, sih? Menganggu lo itu tanda sayang gue tahu."

"Huweekk," ucapku berpura-pura muntah. "Gue gak habis pikir gimana istri lo bisa mau sama lo. Lo buaya kelas internasional tau, gak? Bule aja pas kuliah lo embat."

COMEBACK MANTAN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang