Ia bisa melihat semuanya.
Meskipun dengan pandangannya yang nyaris dibutakan oleh darah, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana pembantaian massal itu terjadi di depan matanya.
Hanya pemandangan penuh darah dan tentara-tentara tanpa wajah berpakaian hitam legam yang menembaki mayat-mayat manusia yang bergelimpangan di sekitarnya. Tak mempedulikan erangan kesakitan dari mereka yang masih hidup, monster-monster biadab itu masih tak berhenti melakukan apa yang mereka sebut sebagai pembersihan.
Mungkin Tuhan masih ingin memberinya siksaan lebih dari apa yang ia rasakan. Karena ia merasa hanya dirinya seorang yang masih hidup di antara puluhan tubuh yang tergeletak di atas genangan darah.
Dan tatkala ia sudah mulai menyerah dan tak lagi ingin berjuang demi mempertahankan hidupnya, ketika kedua matanya sudah nyaris tertutup guna menyerahkan diri pada sang Dewa Kematian, sebuah gerakan dari tubuh orang yang ia kenal membuatnya terkejut.
Sebab bagaimana mungkin manusia yang kepalanya sudah terpenggal selama beberapa menit masih bisa menggerakkan tubuh dan berdiri tegak tanpa kesulitan?
Napasnya tercekat. Tubuhnya bergetar hebat. Teror dan rasa takut yang luar biasa terpancar dengan begitu jelas pada kedua netra cokelat miliknya. Dan kini, ia merasa jantungnya sudah benar-benar berada pada batasnya. Ia semakin tak bisa mengontrol rasa takutnya ketika tubuh tanpa kepala itu mulai berjalan mendekat.
Cukup dekat sampai ia bisa melihat jaringan otot, tulang, serat-serat daging hingga lelehan darah mengalir keluar dari lehernya yang terpenggal. Dan ketika tubuh tak berkepala itu membungkuk untuk mengambil sesuatu yang ternyata adalah sebuah kepala, ia yang sejak tadi ingin berteriak hanya bisa mengeluarkan rintihan tertahan.
Tubuh tanpa kepala itu mengambil barang miliknya sendiri dan berdiri diam di hadapan dirinya yang tengah ketakutan setengah mati. Apakah itu sudah cukup? Sayangnya, tidak. Ia pun sebenarnya berharap jika ia pingsan saja sehingga ia tidak perlu melihat sesuatu yang menggeliat-geliat seperti ribuan ekor cacing berwarna merah yang mendadak tumbuh dari irisan leher dan potongan kepala tersebut.
Sungguh, ia tidak ingin percaya dengan apa yang sedang terjadi. Namun ia tidak bisa menolak kenyataan karena ia telah melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana orang di hadapannya ini mendekatkan potongan kepala itu pada irisan lehernya-ribuan jaringan-jaringan menyerupai cacing pada irisan leher dan potongan kepala itu menjadi saling tarik-menarik dan mengeluarkan bunyi yang menjijikkan. Hingga akhirnya kepala itu kembali tersambung pada lehernya.
Seharusnya, akan ada bekas luka sayatan atau semacamnya yang seharusnya tersisa di sana. Akan tetapi ia tidak menemukan apapun. Bersih, benar-benar bersih seakan-akan orang ini tidak pernah terpenggal sebelumnya.
Kini, sosok di hadapannya sudah tidak lagi menyerupai monster tanpa kepala. Dan dengan kepalanya yang entah bagaimana sudah tersambung kembali, dia melemparkan senyuman miringnya dengan wajah penuh cipratan darah.
Dan dengan senyuman mengerikan yang masih terpatri jelas pada bibirnya, makhluk itu berucap, "Sekarang kau sudah melihat apa yang sudah aku sembunyikan selama beberapa tahun. Benar, kau tidak salah lihat, Yui. Aku ini bukan manusia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Into The Night
FanfictionDi dalam dunia post-apocalypse yang dipenuhi oleh monster haus darah, dan manusia yang tidak memikirkan apapun selain cara untuk mempertahankan hidupnya. Proyek superhuman milik pemerintah justru berubah menjadi senjata mematikan yang menyapu habis...