"Masih calon, Kook. Belum jadi kakak iparmu. Sebelum janur kuning melengkung cinta milik sesama."
Perkataan Hyunjin terus terngiang di kepala Jungkook. Saat ia mencoba fokus pada pelajaran sastra dari Mr. Hobi.
Jungkook tidak bisa menyimpan rahasia itu sendirian. Terlalu berat menahan semua. Ini kali pertama Jungkook jatuh cinta. Rasanya asing dan menyakitkan. Dan satu-satunya teman dekat Jungkook hanya Hyunjin. Hyunjin yang satu sekolah dengan Jungkook mulai dari sekolah dasar. Hyunjin pula yang tahu semua tentang Jungkook dibanding yang lain. Karena Hyunjin juga punya pacar laki-laki, maka tepat kiranya jika Jungkook curhat padanya.
"Jeon Jungkook kau mendengarku?" Mr. Hobi mengetuk meja Jungkook dengan pulpen. Membuat Jungkook menoleh dan sadar bahwa seluruh penghuni kelas sedang menatapnya.
"Apa yang kau lamunkan?" Mr. Hobi bertanya kalem. Untunglah ini jam pelajaran Mr. Hobi, bukan Mr. Jin, bisa habis Jungkook kena omel guru paling cerewet seantero sekolah.
"Daripada melamun, bagaimana jika kau maju untuk membacakan puisi karyamu?" Mr. Hobi menunjuk ke depan kelas, meminta atensi Jungkook untuk menurutinya secara halus.
Karena Jungkook murid teladan, maka ia pun maju dan mengikuti apa yang gurunya perintahkan. Yakni, membaca puisi karya buatannya yang dibantu Taehyung tempo hari.
Sepertinya Jungkook punya darah seni yang kental. Ini terbukti dari caranya mengekspresikan tulisan dalam suara dan mimik wajah yang pas. Mungkin itu didapat dari almarhum ibunya yang seorang penyanyi orkestra.
Jungkook mendapat tepukan tangan dari teman-temannya, dan senyum penuh semangat dari gurunya.
"Wah ... ternyata kau sangat berbakat," puji Mr. Hobi sambil menepuk pundak Jungkook.
Jungkook membalasnya dengan senyum datar. Ia sedang tidak ingin menerima pujian saat ini, kecuali itu dari Kim Taehyung. Atau ia hanya mau Taehyung saja.
Jungkook kembali termenung kali ini di kantin sekolah. Masih terbayang pelukan Taehyung di kamarnya. Ini sudah tiga hari, tapi rasa nyaman dan hasrat yang menggelitiki pemuda itu belum hilang sepenuhnya.
"Nanti makananmu dingin jika kau melamun terus!" Hyunjin datang membawa bakinya, makan dengan lahap sambil sesekali melirik Jungkook yang masih sibuk dengan pemikirannya.
"Kalau kau tidak mau, biar aku yang habiskan makananmu!" Hyunjin menarik piring Jungkook, tapi si empunya malah memelototi Hyunjin.
"Sebentar, aku sedang memikirkan sesuatu!" Jungkook menahan piringnya.
"Kau terlalu banyak berfikir, kalau mau rebut saja. Jika tidak, maka cari yang lain! Lihat di sekeliling kita banyak pemuda tampan. Ada pelajar pindahan dari Thailand, dia cukup besar kata teman sekelasku."
"Aku tidak minat." Jungkook menjawab cepat.
Hyunjin menambahkan saos di piringnya, lalu berbicara sambil menjilati ujung jarinya yang belepotan.
"Jika boleh tahu, apa yang kau pikirkan?""Aku memikirkan bagaimana hidupku nanti, setiap hari bertemu Taehyung sementara aku tak bisa memilikinya, padahal hati meronta ingin memeluknya."
"Kalau mau peluk, ya tinggal peluk saja, dia kan iparmu. Jangan dramatis dan sok puitis!"
Hyunjin menyelesaikan makannya setelah menceramahi Jungkook pasal kecanggungannya nanti saat tinggal serumah dengan iparnya itu. Sedangkan makanan milik Jungkook masih utuh tak tersentuh.
"Sebentar lagi jam istirahat akan berakhir, kau bisa pingsan jika melewatkan makan siang!"
Jungkook menoleh sekilas pada temannya, kemudian beralih pada makanannya. Dengan separuh hati ia memasukkan beberapa suapan ke dalam mulutnya, lantas berbicara pada Hyunjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother In Law (End) ✅
FanfictionJungkook memang hanya tertarik pada laki-laki. Tapi jatuh cinta? Ia belum pernah. Sampai kakak perempuannya mengenalkan Jungkook pada Taehyung, kekasih kakaknya. Yang membuat dada Jungkook berdebar untuk pertama kali. Jatuh cinta kah Jungkook pada c...