5. Spitz

905 137 16
                                    

Jungwon duduk di tepi ranjang. Dua menit yang lalu ia buka tirai kamar hotelnya lebar-lebar. Pria itu merutuki dirinya sendiri karena jam tidurnya yang berantakan. Ia baru bisa tidur dua jam yang lalu. Kenapa? Karena dengan konyolnya ia membayangkan sesuatu yang belum tentu terjadi.

Dan yang paling parah, sosok Jay selalu membayanginya sepanjang malam.

Jujur saja, ia ingin sekali kembali tidur. Tapi waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Sepertinya ia akan melewatkan sarapan. Dengan gerakan lambat, Jungwon segera beranjak dari kasur dan pergi ke kamar mandi.

Hampir empat puluh lima menit ia berdandan. Saatnya untuk keluar kamar. Barang yang ia bawa persis seperti kemarin. Hanya saja kali ini ia mengganti tas ranselnya dengan tas selempang yang lebih kecil. Yang bisa pas untuk dua kamera dan barang kecil lainnya.

Jungwon tidak bisa bohong kalau dirinya gugup setengah mati saat menunggu elevator turun ke lobby. Bagaimana kalau ia salah mengira? Bagaimana kalau kegelisahannya semalaman suntuk tidak berarti apa-apa?

Saat pintu elevator terbuka, kekhawatiran Jungwon langsung hilang tak tersisa. Di sana, duduk dengan mata yang tertuju pada majalah fashion edisi musim panas, seseorang yang mengganggu tidur Jungwon semalam, Jay.

Pria itu terlalu fokus pada majalah yang ada di tangannya sampai tidak sadar kalau Jungwon berjalan ke arahnya dan sudah berdiri di depannya. Saat satu jari mengetuk-ngetuk majalah itu, baru lah Jay mendongak. Ia tersenyum lebar mendapati Jungwon datang.

"Gue kira lo gak bakal dateng, Won." Jay menaruh kembali majalah itu ke rak di sampingnya kemudian ia berdiri.

"Gue kira malah elo yang bakal gak dateng."

"Mana mungkin gue ngelewatin kesempatan buat bisa jalan sama lo lagi." Di akhir kalimat suara Jay memelan, membuat Jungwon bingung.

"Lo ngomong apa barusan?"

Jay menggeleng. "Yuk!"

"Mau kemana?"

"Udaaah ikut aja."

Tidak Jungwon sangka, Jay membawanya menuju mobil yang terparkir di pinggir jalan. Pria itu membukakan pintu untuk Jungwon.

"Silahkan, Tuan."

Jungwon terkekeh. "Mobil lo nih?" Ia pun segera masuk ke mobil.

"Bukan. Gue minjem punya temen." Jay menutup pintu itu kembali. Ia berjalan memutar untuk masuk ke mobil. Saat ia sudah berada di balik kemudi, Jay menoleh ke Jungwon. "Udah sarapan?"

Jungwon menggeleng. "Tadi gue kesiangan. Jadinya males deh buat sarapan."

"Ya udah nanti mampir bentar ya buat beli makanan. Gak baik loh kalo ngelewatin sarapan."

Jay pun membelah jalanan Wina dengan kecepatan sedang. Sengaja, agar Jungwon juga bisa menikmati pemandangan yang mereka lalui.

"Tidur lo nyenyak?" tanya Jay menghalau keheningan.

Jungwon tidak langsung membalas. Ia berpikir sejenak baru lah ia mengangguk. "Nyenyak," bohongnya.

"Gue sih enggak. Takut besoknya lo tiba-tiba ilang." Jay menepikan mobilnya tepat di depan café. Kemudian ia melepaskan sabuk pengamannya. "Gue aja yang turun. Lo mau apa?"

Belum juga Jungwon merespon kalimat pertama Jay, ia malah diberi pertanyaan lain. "Hmm, vanilla latté sama roti. Rotinya apa aja deh terserah lo."

"Ok."

"Eh, bentar. Ini uangnya." Jungwon merogoh tasnya untuk mengambil dompet, namun ditahan oleh Jay.

Sonnenblume [jaywon] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang