09. Pengakuan

95 17 28
                                    

Typo? Komenin aja!

•••

Huekk!!

Untuk ketiga kalinya Jia kembali berlari menuju kamar mandi saat rasa mual itu muncul lagi memenuhi perutnya. Padahal biasanya pada jam seperti ini, Jia sudah selesai menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga Minho.

Sejak Jia terbangun sejam yang lalu, Jia merasa tubuhnya lemas tak bertenaga. Kepalanya pening dengan penglihatan yang berkunang-kunang. Perutnya juga masih terus melilit dilanda rasa mual. Benar-benar menyiksa.

Sekembalinya dari kamar mandi, Jia bergegas keluar kamar. Berjalan menuju ruang tengah lantas mendudukkan dirinya di sofa depan televisi karena mendadak merasa pengap di dalam kamar. Belum lagi, hidung Jia tiba-tiba berubah sensitif ketika mencium aroma beberapa rempah dan bumbu dapur membuat dirinya kesulitan untuk memasak seperti biasa.

"Bagaimana ini? Minho sebentar lagi keluar kamar untuk sarapan, sementara aku masih belum menyiapkan apapun." Jia menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa. Matanya beralih menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 08.32. Kemudian beralih menatap pintu kamar Minho yang Jia yakini akan terbuka sebentar lagi.

Hueekk!!

Jia segera bangkit hendak ke dapur berniat menuju wastafel yang ada di sana. Jia berlari dengan kepayahan sambil membekap mulutnya karena takut kelepasan dan memuntahkan sesuatu ke lantai.

Brukk!!

Karena terburu-buru ingin sampai ke dapur, Jia justru menabrak tubuh Minho yang baru saja keluar dari kamar miliknya dengan penampilan yang sudah siap berangkat kuliah. Tangan pria itu dengan sigap menangkap tubuh Jia yang hampir jatuh terjerembab ke lantai.

"Jia?!" Seruan Minho bersamaan dengan tubuh Jia yang kembali berdiri ditopang menggunakan salah satu lengannya. Dan, kemudian..

Hueekk!!

Nahas. Jia memuntahkan cairan bening yang sejak tadi mendesak keluar dari mulutnya dan mengenai lengan kemeja Minho.

"Ya, ampun!" Mata Jia melebar dengan punggung tangan yang bergerak asal mengelap bibirnya.

Jia kemudian mendongak, menatap wajah Minho dan lengan kemeja pria itu secara bergantian. "Ma-maaf. Aku, aku benar-benar tidak sengaja." Ucap Jia penuh sesal lantas meringis. Merasa tak enak hati. "Aku akan membersihkannya!" Jia hendak meraih lengan Minho tapi pria itu justru menjauhkan tangannya.

"Aku tidak apa-apa. Masih ada waktu untuk berganti pakaian." Minho tersenyum samar. Tangannya yang bersih mengusap pelan bahu kiri Jia.

"Tapi-"

"Aku masuk dulu." Minho segera berbalik lantas membuka pintu kamar lalu masuk ke dalam. Sengaja tidak memberi waktu untuk Jia berbicara karena pria itu yakin Jia hanya akan terus meminta maaf dan merasa bersalah.

Jia tersenyum sekilas sambil menatap pintu kamar Minho yang sudah kembali tertutup rapat. Sadar kalau Minho sengaja menghindari permintaan maafnya yang akan dia lakukan berulang kali. Jia mengenal Minho bukan sehari atau seminggu. Jia dan Minho sudah saling mengenal selama dua tahun. Itulah mengapa, tidak terlalu sulit bagi Jia saat dirinya harus tinggal bersama dengan pria yang dikenal dingin dan cuek itu ketika berada di lingkungan luar. Apalagi Minho terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Jia.

Tak peduli berapa kali Jia telah menolak pernyataan cintanya, Minho tetap berusaha mendapatkan hati wanita itu. Bagi Minho, selagi Jia belum memiliki seseorang untuk melabuhkan hatinya itu artinya masih ada kesempatan untuk bisa bersama Jia.

Jia beranjak dari tempatnya berdiri menuju dapur lantas membersikan mulut secukupnya di wastafel dan membilas tangannya dengan sabun. Setelahnya, wanita itu melangkah menghampiri kulkas dan membukanya. Jia mengeluarkan kotak sereal dan susu siap saji dari dalam sana. Tak lupa pula Jia mengambil buah semangka seperempat bagian dan memotong-motongnya menjadi irisan kecil. Semuanya ditata dengan rapi di atas meja makan.

The Gangster [OH SEHUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang