6/6

359 81 92
                                    

Joanna sedang mengekori Jeffrey menuju gazebo samping kanan vila. Karena di sana tempat yang paling sepi sekarang. Sehingga cocok untuk tempat berbincang.

"Aku sudah mendengar apa yang kamu dan Jeremy bicarakan."

Ucap Jeffrey tiba-tiba. Saat Joanna sudah duduk dan menatap depan. Sedangkan dia masih berdiri di samping si wanita.

"Joanna, aku benar-benar menyukaimu. Aku tidak peduli akan latar belakang keluargamu. Aku---"

"Kamu memang tidak peduli. Tapi orang tuamu pasti paduli. Jeffrey, aku tidak akan berhubungan dengan laki-laki jika dia hanya ingin main-main. Jujur saja, aku takut tidak diterima keluargamu nanti. Aku takut dianggap memberi pengaruh buruk jika kamu lebih memilihku saat ditentang nanti. Maaf, sepertinya aku terlalu jauh berpikir."

Joanna langsung menundukkan kepala. Malu tentu saja. Karena telah berkata demikian. Padahal, hubungan mereka saja belum jelas.

Sedangkan Jeffrey, kini mulai mendekatkan diri pada Joanna. Berdiri tepat di depannya. Sembari menyentuh kedua pundak si wanita. Seolah meminta wanita itu untuk mendongak sekarang.

"Aku senang karena kamu mengatakan ini. Terima kasih karena telah jujur akan hal ini."

Joanna mulai mendongakkan kepala. Menatap Jeffrey yang kini sudah tersenyum padanya. Lalu menarik tangan dari pundak si wanita.

"Aku tahu kamu pasti mengkhawatirkan hal ini. Untuk itu kamu tidak perlu khawatir lagi. Karena aku tahu, jika keluargaku tidak akan mempermasalahkan hal ini."

Senyum Jeffrey semakin lebar. Dia juga mulai jongkok di depan Joanna. Sembari menatap si wanita yang kini sudah berkaca-kaca.

"Aku benar-benar menyukaimu. Sejak dua tahun yang lalu. Keluargaku juga sudah tahu, karena aku telah banyak cerita tentangmu. Jadi, tidak perlu takut. Mereka pasti akan menerimamu."

Joanna menangis tiba-tiba. Sebab dia tidak percaya akan apa yang baru saja didengar. Sebab berita ini jelas lebih membahagiakan daripada fakta jika Jeffrey menyukai dirinya.

Perlahan, Jeffrey bangkit dari jongkoknya. Dia panik tentu saja. Sebab Joanna tidak mengatakan apa-apa dan hanya menangis sembari menatapnya.

"Kenapa---"

Ucapan Jeffrey terjeda saat Joanna langsung memeluknya. Menempelkan kepala pada perutnya. Membuat jantungnya mulai berdebar. Sebab ini seperti mimpi baginya.

"Seharusnya kamu mengatakan ini lebih cepat."

Ucap Joanna di sela-sela tangisnya. Jeffrey? Dia hanya tersenyum kaku dan perlahan membalas pelukan. Mengusap pundak dan punggung Joanna. Karena wanita itu masih duduk dan dia berdiri di depannya.

"Maaf."

Jeffrey hanya mengatakan itu saja. Senyumnya juga tersungging semakin lebar. Apalagi setelah Joanna mengatakan jika mereka sudah resmi berpacaran sekarang.

8. 30 AM

Joanna baru saja berkemas. Karena hari ini akan pulang. Sebab mereka hanya berlibur sebentar saja.

"Kemarin kalian membicarakan apa? Kamu kembali ke kamar di atas jam dua, kan? Aku yang terakhir tidur semalam."

Tanya Clara penasaran. Sebab semalam, Joanna memang kembali ke kamar pada jam tiga. Karena dia dan Jeffrey lanjut berbincang cukup lama di gazebo dekat taman.

Maklum saja. Namanya juga orang baru pacaran. Wajar kalau sampai lupa jam.

"Kemarin aku ikut nonton TV di depan. Kembali ke kamar sekitar jam tiga."

Clara mengangguk singkat. Sedangkan Kalandra dan Tamara sudah sibuk mengemas barang. Karena barang mereka yang paling banyak di sana.

Sedangkan Giani, dia tampak menatap Joanna tidak senang saat ini. Sebab dia sudah mengatakan jika dia suka Jeffrey. Namun Joanna justru pura-pura tuli dan semakin mendekati Jeffrey.

Setelah selesai berkemas, Joanna lekas keluar vila. Di sana, dia juga ditunggu Jeffrey yang sudah membawa dua nasi kotak. Karena mereka akan sarapan dulu sebelum pulang.

"Bawa dulu, ya? Aku simpan kopermu di bagasi sebentar."

Joanna mengangguk singkat. Lalu memegang dua kotak nasi yang Jeffrey berikan. Kemudian duduk di kursi kosong dekat pilar. Membuat Jeremy yang melihat mulai tersenyum menggoda. Karena dia sudah diberi tahu jika mereka berpacaran.

"Cie-cie!!!"

Joanna hanya mengabaikan godaan Jeremy. Sebab dia dan Jeffrey sepakat untuk tidak mengumbar hal ini. Ingin tampak biasa saja karena tidak mau digunjingkan orang kantor nanti.

"Ayo makan!"

Jeffrey langsung mendekati Joanna. Sembari membawa dua botol air mineral. Lalu makan bersama dengan tenang. Karena mereka hanya diam dan fokus makan. Membuat yang lain tidak curiga.

Sebab sejak awal, mereka hanya merasa jika Jeffrey yang menyukai Joanna saja. Karena sering diam-diam memperhatikan. Tidak jadian seperti apa yang terjadi semalam.

Setelah sarapan, semua orang mulai menaiki bus yang mesinnya sudah menyala. Namun saat tiba di dalam, Joanna melihat Giani yang sudah menduduki kursinya. Lalu menatap lemas dirinya.

"Boleh tukar duduk, Jo? Aku mabuk darat. Aku harus duduk di dekat jendela. Tapi Tamara tidak mau gantian."

Joanna yang melihat itu hanya mengangguk pasrah. Namun tidak dengan Jeffrey yang kini mulai mendengus kesal. Lalu menatap Tamara yang sudah memejamkan mata dan memakai earphone di kedua telinga. Sembari menyenderkan kepala pada jendela.

Tbc...

REALITY [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang