4

9 1 0
                                    

Kanvas pertama

Telaga bening, menyerap segala yang dirupakan gelap oleh malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Telaga bening, menyerap segala yang dirupakan gelap oleh malam. Permukaan air yang begitu tenang itu kini nampak ritmis yang gelombangnya bermula dari mulut Rubah yang kehausan. Cerminan Rembulan pecah menjadi mozaik, seolah menodai kegelapan yang seharusnya purna. Kesempurnaan pekat malam yang memberikan Rubah liar perlindungan.

Kanvas Kedua

Masih dilanda rasa kehausan akan jati dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih dilanda rasa kehausan akan jati dirinya. Rubah akan selalu menyambangi telaga. Alih-alih hanya minum semata, Rubah sebenarnya hanya ingin bercermin pada pantulan bayangan yang cerminkan muka telaga. Tak ada yang berubah dari tiap raut yang seekor rubah. Rupa yang serupa iblis api membuatnya selalu mengutuk diri sendiri. Ujung kaki kitam yang dipadu moncong dengan warna serupa membuat ia sadar benar, dosa apa saja yang pernah ia tunaikan selama hidupnya.

Kanvas ketiga

Oh Rubah yang meskipun menyukai kegelapan, rupa dari sekujur tubuhnya begitu mencerminkan senja yang menjadi pertanda datangnya gulita penuh huru-hara kesunyian hutan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Oh Rubah yang meskipun menyukai kegelapan, rupa dari sekujur tubuhnya begitu mencerminkan senja yang menjadi pertanda datangnya gulita penuh huru-hara kesunyian hutan. Rubah menengadahkan wajahnya ke langit. Entah sedang memohon atau justru meratapi nasibnya yang terkutuk. Namun rubah lapar. Sembahyang pendosa tak boleh panjang. Ia harus segera mencuri

Kanvas Keempat

Rubah mengintai liang yang digali pada kelinci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rubah mengintai liang yang digali pada kelinci. Mencuri satu kelinci kecil dari induknya sudah cukup baginya untuk bersyukur, menunda kekecewaannya pada langit yang tak kunjung mengangkat kesengsaraannya. Namun, di ujung cakrawali pembatas keemasan warna sabana. Sayap kokoh membentang anngkuh dan menyambar apa yang diintai rubah jingga

Kanvas kelima

Rubah membatalkan ketabahannya atas takdir. Kebencian yang ia pendam kepada langit, pada akhirnya ia wakilkan pada rasa marahnya pada sepasang sayap elang. Rubah berlari kencang dan melompat. Ia mencuri kelinci dari cengkraman elang yang ia sebut dengan perlawanan kepada penguasa bumantara.

Kanvas Keenam

Rubah yang perlawanannya menimbulkan kepuasan. Rasa laparnya sirna begitu saja sebab merasa kekecewaannya pada langit telah terlampiaskan. Ia pun melepaskan kelinci dari rahangnya. Kelinci yang merasa diselamatkan dan enggan pergi dari hadapan rubah. Ia merasa berumutang jasa dan rasa.

Kanvas Ketujuh

Kelinci kecil yang keras kepala. "Kalau begitu, lindungi aku kembali. Tejagalah hingga aku terbangun". Rubah pun memjamkan mata bersama kelinci kecil.

*****

Suara Dahlia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang