Hiruk pikuk kota berjalan sebagaimana biasanya, meskipun hari ini sang mentari bersinar amat terik.
Pemuda dengan surai kelabu itu berjalan memasuki sebuah kafe. Kafe itu baru buka dan cukup terkenal sehingga sebagian tempat duduk pun penuh. Dengan nomor meja ditangan, ia berjalan mencari tempat yang kosong namun nihil. Hingga kemudian ia melihat seorang gadis duduk sendiri di tempat yang harusnya cukup untuk empat orang. Nampaknya gadis itu pun tengah menunggu pesanannya, terlihat dari nomor meja yang ada di atas meja.
"Permisi, berhubung tempat ini cukup ramai apa aku boleh duduk bersama? Karna tempat yang lain sudah penuh." ucap Ike pada gadis itu. Gadis dengan surai panjang sebahu dengan warna pirang terang itu tersenyum dan mengangguk.
"Silahkan, tuan. Aku senang bisa membantu." ucapnya. Ike menghela nafas lega, setidaknya ia tidak perlu makan sambil berdiri.
Ekor matanya melirik sekitar, kemudian memandang sosok gadis dihadapannya. Ia baru menyadari bahwa gadis itu buta. Terlihat dari tongkat yang berada di sisi kirinya, serta netra yang seakan kehilangan sinarnya.
"Namaku (Fullname), panggil saja (name). Kudengar dessert disini sangat enak." gadis itu tersenyum, membuka percakapan.
"Ike. Ike Eveland. Dan ya, belum lama temanku membawakanku kue dari sini dan karna kebetulan lewat jadi aku memutuskan untuk mampir."
Tak lama kemudian pelayan datang membawa pesanan (Name). Tangan (name) meraba meja, mencari pesanannya. Ike dengan cepat meraih tangan (Name) kearah cangkir teh dan piring dessertnya.
"A-ah, maaf merepotkanmu..." ucap (name) perlahan menggenggam cangkir teh nya.
"Tidak apa, tidak perlu sungkan. Kau sudah mengizinkanku untuk duduk bersama, anggap saja ini balas budiku." ucap Ike.
Tak lama kemudian pesanan Ike pun datang. Keduanya pun fokus pada santapan masing-masing. Keduanya sama-sama membaca buku.
"Apa itu braile? Ini pertama kali aku melihatnya.." ucap Ike yang memperhatikan buku yang ada ditangan (Name). Ike sangat menyukai segala macam buku dan musik. Novelist muda itu cukup tertarik dengan buku ditangan sang gadis. Mengingat buku braile cukup sulit didapat juga harganya cukup mahal bila dibandingkan dengan buku biasa.
Sang empunya mengangguk seraya tersenyum. Meski ia tak dapat melihat ia dapat merasakan sosok pemuda dengan suara lembut dihadapannya itu cukup tertarik dengan bahan bacaannya. "Benar. Mau lihat?" tawarnya pada Ike sambil meletakkan bukunya diatas meja dan mendorong pelan buku itu hingga dirasa cukup mencapai jangkauan Ike dengan senyum yang terukir pada parasnya.
Ike dengan senang melihat-lihat buku tersebut. Cukup menarik untuknya walau ia tak bisa membacanya. Kemudian ia mengembalikan buku itu pada sang pemilik.
"Aku tak terlalu bisa membacanya. Tapi nampaknya kau cukup menyukai buku? Karna buku ini cukup tebal." ujar Ike.
"Karna dengan buku, kau bisa menjelajahi dunia. Orang sepertiku sangat sulit untuk berpergian jauh sendiri, jadi aku memilih untuk melihatnya dalam bentuk tulisan." ucap nya. Ike cukup takjub, bahkan beberapa temannya yang memiliki mata sehat pun sedikit dari mereka yang memiliki minat dalam membaca.
Suasa hening kembali menyelimuti keduanya. Hingga kemudian suara dering telepon milik Ike memecah keheningan. (Name) tersenyum ramah, nampaknya ia harus kembali sebentar lagi. Ia berpikir mengingat-ingat sudah berapa lama ia keluar dari rumah.
"Maaf, aku pergi duluan ya. Terima kasih sudah membiarkanku duduk disini." ucap Ike usai berbincang dengan entah siapa ditelpon.
"Tidak perlu sungkan. Aku senang berbincang denganmu dan kau juga membantuku tadi, kan? Hati-hati dijalan." ucap (Name) membiarkan Ike pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
颜色 (Colours)
FanficBerisi AU NIJISANJI MEMBER especially Luxiem member X READER ONESHOOT dengan berbagai genre. Yuk simak