005

99 22 0
                                    

Setelah akhirnya membersihkan dirinya, Eren hendak menikmati waktunya dengan minum teh hitam kesayangannya di balkon kamarnya, dirinya duduk pada sebuah kursi kayu yang dipahat manis dengan berbagai camilan di hadapannya.

Ia cukup merindukan keripik penuh MSG dari kehidupannya sebelumnya sebenarnya, tapi pemandangan malam dimana bintang bersinar ternyata cukup mengalihkan perhatiannya.

Eren di dunia nyata juga menyukai bintang. Tetapi menghabiskan waktu untuk menunduk menangisi hidupnya.

Eren jadi cukup menyesal tentang itu.

"dimana Marlo?" Tanya Eren.

Karena pelayan di sampingnya ini cukup gugup menuangkan tehnya.

Eren mengira bahwa memang beberapa diantara mereka masih tak terbiasa dengan 'dirinya'.

Kedua pelayan, Bella dan Lily juga tak terlihat lagi setelah menyiapkan apa yang Eren perintahkan tadi.

Sepertinya mereka sibuk melakukan hal lain.

"Marlo sedang mengambil surat anda, yang mulia." Jawab pelayan itu, pelan.

Eren mengangguk paham, "Sudah, jangan menambahkan gula lagi."

Lalu tangan pelayan ini bergetar, Eren menatapnya ngeri karena dirinya merasa seperti penjahat disini, hanya karena gula.

Eren menghela napasnya lelah, lalu memberikan instruksi dengan tangan, meminta pelayan barusan pergi meninggalkannya.

Tak lama kemudian Marlo datang.

"Anda mendapatkan surat yang mulia."

Eren melihat sekilas surat di nampan Marlo, Ia mengerutkan keningnya.

"Aku tak pernah melihat lambang ini." Kata Eren.

Marlo dengan tenang menunjukkan surat itu di depan Eren, dirinya memang beberapa kali mendapatkan surat dari beberapa orang di Marley untuk sekedar menghadiri acara mereka atau bahkan melamarnya, padahal melihat wajah Eren saja kemungkinan hanya satu atau dua kali saja.

Yang Eren herankan juga perihal dirinya yang sudah menjadi tunangan orang lain juga tak menghetikan orang-orang ini mencoba mendekatinya.

Eren hanya bisa berpikir kalau para bangsawan disini aneh, atau hanya karena dia dulunya orang biasa jadi dia tak bisa memahami pola pikir mereka.

Tak mau pikir panjang, Eren selalu mengabaikan surat-surat yang datang kepadanya.

Seingatnya Ia juga pernah diperintah begitu oleh sang marquis.

Kembali ke surat di hadapannya sekarang, lambang perisai dengan dua sayap dan pedang? Dan lagi capnya bukan merah, melainkan biru kehitaman.

Eren berusaha menggali ingatannya dari segala pelajaran yang dia serap dari Madam Claire.

Tak ada yang muncul.

"Ini kiriman surat dari siapa?" Tanya Eren

"Dari yang mulia Duke Ackerman."

Oh pantas saja Ia tak mengingat lambang ini, karena di Marley memang tak ada keluarga bangsawan yang memakai cap dan lambang ini.

Eh, tetapi,

Sebentar..

"Duke- Ackerman?" Ucap Eren agak tak yakin.

"Iya yang mulia, dari calon suami anda"

Lalu Eren membelalakkan matanya tak percaya. Wah, ini pertama kalinya Ia menerima surat dari sang tokoh utama.

Eren berusaha untuk bereaksi tenang, kemudian menambil surat itu dari hadapannya.

"Aku akan membacanya, kau bisa pergi."

"Sebaiknya anda masuk ke dalam terlebih dahulu yang mulia, udara akan menjadi semakin dingin." Ujar Marlo.

Eren mengangguk paham.

"Kau benar, setelah membersihkan ini, kau bisa kembali ke tempatmu Marlo. Terima kasih." Ucap Eren.

Marlo menunduk hormat.

Kemudian Eren masuk ke kamarnya, setelah Marlo dan pelayan lainnya meninggalkannya sendirian, barulah Eren membuka suratnya.

Teruntuk putra ketiga Marquis Jaeger, Eren Jaeger.

Seperti yang kau ketahui, pernikahan akan berlangsung tak lama lagi.
Segala persiapan disini sudah hampir selesai.
Kadipaten kami telah mengirimkan perwakilan kami untuk menemanimu selama perjalanan kemari.
Semoga perjalananmu menyenangkan.

Salam, Tunanganmu.
Levi Ackerman.

Seusai membaca pesan singkat itu, Eren lalu mengembalikan surat itu ke dalam amplopnya.

Surat yang diterimanaya sangat menggambarkan kepribadian Duke Ackerman, tak ada basa-basi.

Eren mulai memikirkan hal-hal yang melayang dipikirannya, tentang bagaimana nasibnya kelak, tentang sang tokoh utama yang kemungkinan amat menakutkan dan hal lainnya.

Eren merasa meskipun dia tahu bahwa dunia ini ada di Novel, tapi dia tak bisa sepenuhnya mengandalkan pengetahuannya tentang itu.

Tokoh seperti dirinya dan keluarganya ini bukanlah tokoh utama, sangat minim penjelasan.

Eren kemungkinan besar tak tahu apa yang akan terjadi kepadanya, karena memang tak ada penjelasan untuk itu.

Tentu saja Ia yakin banyak tokoh lain yang kemungkinan dia tidak mengerti.

Meskipun terbiasa, Eren masih asing disini. Dia berpikir bagaimana dirinya akan menjalani kehidupan disini.

Ia tahu bahwa di dunianya sebelumnya, dia telah mati.

Dan, dirinya sudah menerima fakta itu.

Jujur saja Ia sering merindukan banyak hal dari dunianya yang dulu.

Eren juga agak takut karena harus merhubungan langsung dengan tokoh utama.

Dirinya dapat membayangkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi padanya nanti.

Merasa bahwa Ia berpikir terlalu banyak, Eren memutusakan untuk kembali ke kasur, Ia bisa memikirkan apa yang akan Ia lakukan nanti,.

Jika Eren melanjutkannya sekarang, dia yakin dirinya hanya akan menghancurkan motivasinya untuk melanjutkan kehidupannya disini.

Sementara dia tahu bahwa novel ini bukanlah novel romansa dengan ending bahagia.

Eren bukan orang yang pesimis, tetapi Ia juga bukan orang yang sangat optimis.

"Aku hanya berharap semoga hidupku tenang." ujarnya entah pada siapa.

Setelah mematikan lilin di sebelah kasurnya, Eren kemudian memejamkan matanya.

_____________________________________

Author's note:

Maaf ya untuk update an kali ini pendek duluuu:((

Thanks for reading♡

I WHO SHOULD HAVE DEAD MARRIED THE MALE LEAD INSTEAD (RIVAERE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang